VATIKAN - “Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus Papam!” Seruan penuh sukacita itu menggema dari balkon Basilika Santo Petrus, Vatikan, pada hari yang akan dikenang oleh umat Katolik sedunia. Kardinal Dominique Mamberti mengumumkan bahwa Gereja Katolik kini memiliki pemimpin baru: Yang Mulia Robert Francis Kardinal Prevost, yang memilih nama kepausan Leo XIV. Asap putih dari Kapel Sistina menjadi simbol harapan baru, menggantikan duka atas wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025.
Paus Leo XIV lahir di Chicago, Illinois, pada 14 September 1955, dari
keluarga multikultural. Ia adalah Paus pertama dari Ordo Santo Agustinus dan
Paus kedua dari benua Amerika. Pendidikan awalnya diwarnai oleh semangat
intelektual dan spiritualitas Agustinian. Ia meraih gelar sarjana matematika
dan filsafat dari Universitas Villanova, lalu melanjutkan studi teologi dan
hukum kanon di Roma.
Ditahbiskan sebagai imam pada 1982, Prevost mengabdikan diri dalam misi
pastoral di Peru selama lebih dari satu dekade. Ia melayani di komunitas
miskin, menjadi profesor, vikaris yudisial, dan pembina calon imam. Pengalaman
pastoralnya yang luas dan kedekatannya dengan umat kecil menjadi fondasi kuat
bagi kepemimpinannya.
Setelah menjabat sebagai Prior Jenderal Ordo Agustinus, Prevost kembali ke
Amerika Serikat sebelum diangkat sebagai Administrator Apostolik di Peru. Ia
kemudian menjadi Uskup Chiclayo, dan aktif dalam Konferensi Waligereja Peru.
Kepercayaan dari Paus Fransiskus membawanya ke Roma sebagai Prefek Dikasteri
untuk Para Uskup dan Presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin.
Pada 30 September 2024, ia diangkat menjadi Kardinal dan setahun kemudian,
terpilih sebagai Paus Leo XIV. Moto episkopalnya, In Illo uno unum—“Dalam
Dia yang satu, kita menjadi satu”—menjadi cerminan visinya tentang kesatuan
dalam keberagaman.
Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat terpilihnya Paus Leo XIV
sebagai momentum penting bagi Gereja universal. Pengalaman pastoralnya di
komunitas miskin, kepekaannya terhadap budaya lokal, dan kedalaman
spiritualitas Agustinian menjadi modal besar untuk menjawab tantangan zaman:
krisis iman, ketimpangan sosial, dan kebutuhan akan dialog lintas budaya dan
agama.
Paus Leo XIV diharapkan mampu melanjutkan semangat sinodalitas yang telah
dirintis oleh pendahulunya. Ia adalah simbol harapan bagi Gereja yang ingin
tetap relevan, inklusif, dan berakar pada Injil. Kepemimpinannya menjadi
panggilan bagi seluruh umat, termasuk kaum awam, untuk semakin terlibat dalam
pewartaan kasih dan keadilan.
Habemus Papam bukan sekadar seremoni, tetapi deklarasi iman dan harapan.
Paus Leo XIV bukan hanya pemimpin Gereja, tetapi gembala yang diutus untuk
menyatukan, menguatkan, dan membimbing umat menuju Kristus. Mari kita dukung
dan doakan beliau, agar dalam setiap langkahnya, Gereja semakin menjadi tanda
kasih Allah yang hidup di tengah dunia.
Oleh:
Darius Leka, S.H., M.H.,
Advokat dan
Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik
#shdariusleka #HabemusPapam #PausLeoXIV #GerejaKatolik #KerasulanAwam
#PausAgustinian #PewartaanKasih #Sinodalitas #foryou #fyp #jangkauanluas
@semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin