Minggu, 07 Desember 2025

“Terus Konek, Jangan Korslet”; Komunikasi Kasih dalam Keluarga Katolik

KOTA DEPOK - Di tengah derasnya arus digital dan tantangan relasi modern, keluarga Katolik dihadapkan pada kenyataan yang tak bisa diabaikan: komunikasi yang buruk menjadi penyebab utama keretakan rumah tangga. Fakta ini mengemuka dalam rekoleksi bertajuk “Terus Konek Jangan Korslet” yang digelar oleh Seksi Kerasulan Keluarga Paroki Santo Paulus Depok Lama, Sabtu, 9 Agustus 2025.

Bertempat di lantai 3 Gedung Pastoral Santo Yohanes Paulus II, rekoleksi ini menghadirkan psikolog Marcella Siddidjaja dan Romo Yustinus Ardianto Pr, Direktur Pusat Pastoral Samadi Klender, Jakarta. Turut hadir Romo Agustinus Anton Widarto OFM, Romo Yustinus Agung Setiadi OFM, serta jajaran DPP dan DKP Paroki.

Marcella membuka sesi dengan data yang menggugah: 53% perceraian disebabkan oleh komunikasi yang buruk. “Kita sering menyalahkan pasangan, menghindari konflik, atau bahkan menekan perasaan. Jika ini dibiarkan, keharmonisan keluarga akan runtuh,” tegasnya.

Ia menekankan pentingnya komunikasi yang setara (leveler), tanpa dominasi, dengan tiga kualitas utama: kehangatan, keaslian, dan empati. “Komunikasi yang sehat bukan hanya soal menyampaikan pesan, tapi bagaimana pasangan merasa dicintai dalam prosesnya,” ujarnya.

Mengutip Prof. Dr. John Gottman, Marcella mengingatkan bahwa kritik, hinaan, sikap defensif, dan stonewalling adalah racun dalam relasi. “Kita harus belajar menyampaikan isi hati tanpa melukai,” tambahnya.

Pada sesi kedua, Romo Yustinus Ardianto Pr mengajak peserta merenungkan spiritualitas pengampunan dalam keluarga. Berdasarkan dokumen apostolik Amoris Laetitia karya Paus Fransiskus, ia menegaskan bahwa keluarga adalah proses yang terus bertumbuh dalam cinta.

“Tidak ada keluarga yang sempurna sejak awal. Kesalahpahaman adalah keniscayaan. Tapi cinta yang dirawat setiap hari akan membawa kita pada kedewasaan,” katanya.

Ia menekankan bahwa perkawinan adalah perjanjian suci yang bersifat monogami dan tidak terceraikan. Maka, pengampunan menjadi kunci. “Yesus berkata, ‘Ampunilah 70×7 kali.’ Ini bukan angka, tapi sikap hati yang terus membuka ruang maaf,” imbuhnya.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat rekoleksi ini sebagai bentuk nyata pewartaan Injil dalam konteks keluarga. Gereja tidak hanya hadir di altar, tetapi juga di ruang makan, ruang tamu, dan kamar tidur—di mana komunikasi, pengampunan, dan cinta diuji setiap hari.

Keluarga adalah Gereja mini. Di sanalah benih iman ditanam, dirawat, dan dituai. Maka, membangun komunikasi yang sehat bukan hanya demi keharmonisan rumah tangga, tetapi juga demi mewartakan kasih Allah kepada dunia.

 

Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

#shdariusleka #kerasulanawam #komunikasikeluarga #amorislaetitia #gerejakatolik #rekoleksikeluarga #cintadalamkeluarga #melayanidengankasih #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin