Oleh: RP. Urbanus Kopong Ratu, OFM |
Para
penginjil memberikan kesaksian bahwa Yesus adalah Guru, Pengkhotbah yang sangat
berwibawa, tegas dan kadang-kadang sangat tajam/kasar kata-kataNya terhadap orang-orang
munafik dan para farisi serta ahli-ahli Taurat. Dihadapan Pilatus dan Herodes
yang mengadiliNya, Yesus seakan-akan membisu. Dalam perjalan menuju Golgota
Yesus hanya sekali berbicara; menegur wanita-wanita yang meratapiNya, “ jangan
tangisi Aku, tetapi tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu”. Pasti Yesus
juga menyampaikan terimakasih kepada Veronika dan Simon dari Kirene, namun itu
tidak ditulis dalam Injil.
Tetapi diatas Salib, dalam
keadaan yang paling menderita, para penginjil mencatat ada tujuh sabda
diucapkan oleh Yesus. Isinya bukan caci-maki, bukan balas dendam, bukan kutukan,
bukan juga tangisan atau ratapan tetapi merupakan ungkapan suatu ketulusan
menerima deritaNya. Inilah ketujuh sabda salib:
- Lk 23:34 “Ya bapa ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”.
- Lk 23:43 “Aku berkata kepadamu, hari ini juga engkau akan ada bersama dengan Aku di dalam Firdaus”.
- Yoh 23:26 “ Ibu, inilah Anakmu. Inilah Ibumu”.
- Mat 27:46 “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Daku”.
- Yoh 19:28 “ Aku Haus”
- Yoh 19:30 “ sudah selesai”.
- Lk 23:46 “ Ya Bapa, kedalam tanganMu kuserahkan nyawaKu”.
Pada
kesempatan ini saya mengajak anda sekalian untuk merenungkan sabda Yesus yang
kelima, “Aku Haus”. Yang mengatakan “Aku
haus” adalah Yesus, dan juga pernah mengatakan hal serupa pada wanita Samaria
ditepi Sumur Yakub, bahwa diriNya adalah air kehidupan; juga Kitab Wahyu
mengatakan bahwa dari Tahta Yesus
sebagai Anak Domba tersembelih yang mengalirkan air hidup yang jernih bagaikan
kristal (lih. Why 22:1). Lalu apa arti “haus” dari Yesus itu? Perkataan Yesus,
“aku haus”, bukanlah satu permintaan, atau doa, atau kebutuhan yang dinyatakan
baik kepada Allah ataupun kepada manusia. Tetapi satu ekspresi kesengsaraan,
penderitaan yang ditanggung oleh Dia yang mempunyai tubuh jasmaniah, yang
mempunyai hati yang lemah lembut, dan mudah tergerak oleh rasa belaskasihan
kepada siapa saja yang menderita. Tubuh jasmaniahNya mengalami penderitaan
begitu mengerikan, hatiNya begitu sepi merasa ditinggalkan bukan hanya oleh orang-orang terdekatNya
seperti para rasul, tetapi merasa ditinggalkan oleh BapaNya. Dia adalah Allah
yang solider dengan manusia. “ Ia sama dengan manusia dalam segala hal, kecuali
dalam hal dosa”, demikian kata St. Paulus.
Nyata bahwa haus tidak selalu
haus akan air. Bangsa Indonesia kini
rasanya sangat haus akan pemimpin-pemimpin yang
jujur, pemimpin-pemimpin yang kata dan tindakannya sejalan. Dalam kehidupan keluarga, mungkin saat ini
ada suami yang sedang haus akan maaf dari seorang istri, ada istri yang sedang
haus akan kejujuran suami. Ada anak yang sedang haus akan maaf/ampun dari orang
tua. Ada anak-anak yang sedang haus akan kehadiran orang tua dalam keluarga /
rumah karena sering ditinggal.
Perampok yang
disalibkan bersama dengan Yesus ternyata haus akan kasih dan perhatian Yesus.
Maka ia berkata, “ Ya Yesus ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai
Raja” (Lk 23:43). Jawaban Yesus ternyata lebih baik dengan apa yang diharapkan
oleh si perampok. Kata Yesus, “ Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini
juga engkau akan bersama dengan Aku di dalam Firdaus( Lk 23:43).
Saya yakin bahwa kita semua akan
mendengar sabda Yesus yang sama pada hari Paska kebangkitan Yesus. Tentu saja
dengan syarat; pada hari-hari sisa dari masa tobat ini, kita berani mengambil
langkah tobat, merasakan rasa haus dari sesama dalam bentuk apapun. Dengan
demikian Pada hari Paska, dengan hati yang suci dan tulus kita saling
mengucapkan salam Paska; “ Yesus telah bangkit Alleluya, sungguh Yesus telah
bangkit Alleluya, Alleluya. Tuhan
memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin