
Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik
BOGOR - Mega Development Center (MDC), Megamendung – Di tengah
sejuknya udara pegunungan Bogor, sebuah pertemuan penting berlangsung pada
12–14 Agustus 2011. Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Bogor menjadi tuan
rumah Rapat Kerja (Raker) Komisi Kerasulan Keluarga Regio Jawa Plus, yang
dihadiri oleh sekitar 100 peserta dari sembilan keuskupan di Indonesia. Tema
yang diangkat tahun ini bukan sekadar administratif, melainkan pastoral dan
sangat relevan: “Pastoral Pendampingan Keluarga Kawin Campur.”
RD. Alfons Sebatu, Ketua Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan
Bogor sekaligus Ketua Panitia Raker, menegaskan bahwa tema ini dipilih bukan
tanpa alasan. “Keuskupan Bogor mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah
perkawinan campur,” ujarnya. “Namun, banyak umat belum memahami secara tepat
apa itu kawin campur dan konsekuensi pastoral serta kanonik yang menyertainya.”
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya
menyaksikan langsung bagaimana kompleksitas perkawinan campur—antara Katolik
dan non-Katolik, baik Kristen non-Katolik maupun lintas agama—seringkali
menimbulkan kebingungan, konflik keluarga, bahkan krisis iman. Gereja tidak
menutup mata. Melalui forum seperti ini, Gereja hadir untuk mendampingi, bukan
menghakimi.
Raker ini bukan sekadar forum diskusi, tetapi ruang sinergi
lintas keuskupan. Delegasi dari Keuskupan Agung Jakarta, Bandung, Purwokerto,
Semarang, Surabaya, Malang, Denpasar, dan Lampung hadir untuk berbagi
pengalaman, tantangan, dan strategi pastoral. Khusus Keuskupan Bogor, sebanyak
60 peserta dari Seksi Kerasulan Keluarga paroki-paroki turut ambil bagian.
Diskusi difokuskan pada tiga hal utama:
- Pemahaman
teologis dan kanonik tentang kawin campur: termasuk syarat dispensasi, janji pendidikan anak
dalam iman Katolik, dan validitas sakramen.
- Pendampingan
pastoral sebelum dan sesudah pernikahan:
termasuk Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) yang kontekstual dan
berkelanjutan.
- Peran
keluarga besar dan komunitas:
dalam mendukung pasangan kawin campur agar tetap setia pada iman dan
membangun keluarga yang harmonis.
Komisi Kerasulan Keluarga memiliki mandat penting: menjadi
wajah Gereja yang hadir dalam dinamika keluarga Katolik. Dalam konteks kawin
campur, pendekatan yang digunakan bukanlah legalistik semata, tetapi pastoral dan
penuh belas kasih. Gereja memahami bahwa cinta tidak selalu lahir dalam
batas-batas agama. Namun, cinta juga harus dibimbing agar tidak kehilangan arah
keselamatan.
Sebagai Sekretaris Komisi Keluarga Dekenat Bogor Utara, saya
melihat bahwa tantangan kawin campur bukan hanya soal dokumen atau dispensasi,
tetapi soal iman yang harus terus dibina, dialog yang harus terus dijaga, dan
komunitas yang harus terus mendukung.
Raker ini menjadi momentum penting untuk menyusun pedoman
pastoral yang lebih kontekstual dan inklusif. Gereja tidak bisa lagi
menggunakan pendekatan satu arah. Dibutuhkan dialog, empati, dan keberanian
untuk menjawab realitas zaman tanpa kehilangan jati diri iman.
Keluarga adalah Gereja mini. Maka, setiap keluarga—termasuk
yang kawin campur—harus dirangkul, dibina, dan diberdayakan agar menjadi saksi
kasih Allah di tengah masyarakat.
#kawincampurkatolik
#kerasulankeluarga #rakerregiojawaplus #gerejayangmendampingi #imandancinta
#keluargakatolik #kerasulanawam #mewartakankasihallah #katolikaktif
#stpaulusdepok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin