Jumat, 29 April 2011

TANDA SALIB

Oleh:
Rm. Stanilaus Agus Haryanto, OFM

Romo yang terhormat, perkenankanlah saya konsultasikan hal-hal berikut:
  1. Sebenarnya membuat tanda salib dalam Ekaristi itu berapa kali. Karena praktek umat selama ini bermacam-macam, ada yang 2 kali diawal dan akhir Ekaristi tetapi ada yang berkali-kali.
  2. Setelah berkat penutup, orang katolik biasanya berdoa secara pribadi lagi, apakah itu perlu atau tidak, seharusnya bagaimana.
  3. Pada saat pemecahan Tubuh Kristus, umumnya umat membuat tanda salib atau mengangkat tangan tanda menyembah; sedangkan yang saya baca kita perlu menatap dan membungkuk hormat saja. Yang benar dan yang seharusnya bagaimana? Terimakasih-Johanes Lewa…

Saudara Johanes yang terkasih, terimakasih atas pertanyaanmu yang sungguh menunjukkan usahamu untuk mempertebal keimananmu dengan atau melalui perayaan Ekaristi Kudus. Semoga semakin kamu mendalami Makna dan pesan Ekaristi, dirimu akan menghasilkan buah-buah dari Ekaristi tersebut. Pertanyaan pertama; berkaitan dengan Tanda Salib dalam Ekaristi. Baiklah begini saudara Johanes.. Menurut kaedah Liturgi, terlebih kaedah Liturgi Ekaristi yang menjadi puncak dan pusat semua liturgi Gereja Yesus Kristus menerapkan prinsip yang sama, yaitu bahwa tanda salib yang dianjurkan sesuai dengan anjuran Liturgi adalah dua kali, yaitu saat awal atau dalam pembukaan dalam ritus pembuka dan saat akhir yaitu dalam ritus penutup.

Selain itu, masih ada kesempatan ditengah dengan menandakan salib dengan ibu jari jempol pada dahi, mulut, dan dada saat pembacaan Injil Tuhan. Jadi dalam Ekaristi, terdapat tiga kali kesempatan membuat tanda salib, yaitu disaat awal (Ritus Pembuka), disaat injil Suci dibacakan (untuk menghormati pewartaan sabda) dan saat berkat penutup (Ritus Penutup).Dalam praktek kehidupan beriman umat dalam Ekaristi, kita sering melihat umat sering sekali membuat tanda salib, bagi saya ini adalah bentuk Devosi dari umat yang bersangkutan sejauh itu dilakukan sesuai dengan penghayatan imannya. Karena dalam Tanda Salib kita meng-imani kebersatuan dari TRINITARIS, Bapa, Putera dan Roh Kudus. Oleh karena itu menurut saya boleh saja orang membuat tanda salib lebih dari yang dianjurkan Liturgi Gereja saat Ekaristi.Dibutuhkan atau tidak sesudah doa penutup untuk doa lagi, itu sangat tergantung dari pribadi umat. Apakah segala bentuk kerinduan dan doa-doanya telah terucap sepanjang Ekaristi atau belum, hanya pribadi yang bersangkutan yang tahu.

Oleh karena itu, bukan suatu hal yang dilarang untuk berdoa secara pribadi sesudah Ekaristi. Kalau doanya berteriak-teriak dan mengganggu umat yang lain, itulah yang perlu dinasehati dengan penuh kasih.Kemudian berkaitan dengan pertanyaan ke-3 dari anda, dalam TPE (tata perayaan Ekaristi) memang ditulis bahwa saat Tubuh dan darah Kristus diangkat, umat dapat memberikan penghormatan dengan cara memandang sakramen Ekaristi, itu memang benar. Memandang dengan penuh hikmat itu adalah salah satu wujud penghormatan terhadap sakramen Ekaristi. Namun dalam tradisi budaya tertentu sikap hormat dapat ditunjukkan dengan sikap atau gerak anggota badan yang lain bentuknya. Orang Jepang misalnya; cara menghormati yang paling tinggi diungkapkan dengan membungkuk setengah badan. Sedangkan orang-orang Kraton Jogjakarta dan Solo lain lagi.

Bagi mereka menghormati atau menyembah adalah menggunakan kedua tangan terlipat diangkat diatas dahi. Dengan sikap itu mereka mau menunjukkan sembah baktinya kepada yang paling Luhur (misalnya Ekaristi).Jadi sikap untuk memberi hormat itu bermacam-macam, salah satu macamnya yang disebut dalam TPE yaitu memandang penuh hikmat. Namun kesemuanya itu perlu tatacara yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta budaya setempat. Dengan memegang prinsip tidak berlebihan, apalagi dimotivasi agar dilihat orang, justru itu bukan penghormatan tetapi bisa juga menghina yang dihormati atau disembah karena ada unsur kesombongan pribadi.

Cacatan: Untuk Rubrik Klinik ROHANI:Pengasuh Rubrik Rohani menerima pertanyaan dari umat secara langsung. Caranya dapat disampaikan melalui:
  1. Bertemu langsung dengan Romo Haryo atau
  2. SMS ke Hp.  085 285 029 773
Terimakasih
Rm. Stanislaus A. Haryanto, OFM 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin