
Oleh: RP. Stanilaus Agus Haryanto, OFM. – Pastor Vikaris Paroki Santo Paulus Depok periode 2010-2013
KOTA DEPOK - Citayam, April 2025 — Sebuah pertanyaan
sederhana dari Ibu Anna melalui pesan singkat membuka ruang refleksi yang
dalam: Apa itu indulgensi? Apakah benar ada indulgensi seratus atau seribu
hari? Dan bagaimana dengan dosa sakrelegi—dosa yang terdengar asing namun
sangat serius dalam kehidupan iman Katolik?
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya
percaya bahwa pertanyaan-pertanyaan seperti ini bukan sekadar keingintahuan,
tetapi tanda bahwa umat ingin memahami imannya secara lebih utuh. Maka, mari
kita telusuri bersama, dengan terang ajaran Gereja dan semangat pewartaan kasih
Allah.
Indulgensi, atau indulgensia, berasal dari bahasa Latin indulgentia
yang berarti “pengampunan” atau “kelonggaran.” Dalam ajaran Gereja Katolik,
indulgensi adalah penghapusan hukuman temporal atas dosa-dosa yang telah
diampuni melalui sakramen tobat. Artinya, indulgensi bukan pengganti pengakuan
dosa, melainkan kelanjutan dari proses pemurnian jiwa.
Gereja membedakan dua jenis indulgensi:
- Indulgensi
penuh, yang menghapus seluruh
hukuman temporal.
- Indulgensi
sebagian, yang menghapus sebagian dari
hukuman tersebut.
Istilah “seratus hari” atau “seribu hari” yang dulu
digunakan bukanlah ukuran waktu di alam kekal—karena memang di sana tidak ada
waktu—melainkan simbol dari nilai rohani yang setara dengan masa tobat tertentu
dalam praktik Gereja awal. Kini, istilah itu tidak lagi digunakan secara resmi,
dan digantikan dengan istilah “penuh” atau “sebagian.”
Untuk memperoleh indulgensi penuh, umat Katolik harus:
- Mengakukan
dosa secara pribadi (sakramen tobat).
- Menerima
Komuni Kudus dalam Misa.
- Mendoakan
intensi Bapa Suci.
- Melakukan
tindakan tertentu yang ditentukan Gereja (misalnya, merayakan Hari Raya
Kerahiman Ilahi).
Indulgensi ini dapat dipersembahkan untuk diri sendiri atau
untuk jiwa-jiwa di api penyucian. Sebab, mereka yang telah meninggal tidak lagi
dapat mengubah nasib jiwanya. Di sinilah peran kita yang masih hidup: menjadi
perpanjangan belas kasih Allah bagi mereka yang menantikan kepenuhan
keselamatan.
Berbeda dengan indulgensi yang menyentuh kekekalan, dosa
sakrelegi menyentuh kekudusan. Sakrelegi adalah tindakan yang secara sadar dan
sengaja melanggar atau menodai hal-hal yang telah dikuduskan untuk ibadat dan
pengungkapan iman.
Dalam tradisi Katolik, banyak benda dan tempat yang telah
dikuduskan melalui doa dan penumpangan tangan imam: altar, patung kudus, salib,
bejana Ekaristi, pakaian liturgi, bahkan gereja itu sendiri. Ketika benda-benda
ini diperlakukan secara tidak hormat—dijadikan mainan, dihina, atau
disalahgunakan—maka pelakunya jatuh dalam dosa sakrelegi.
Contoh konkret:
- Mengambil
hosti kudus dan memperlakukannya secara tidak pantas.
- Menghancurkan
patung kudus dengan niat menghina iman.
- Menggunakan
pakaian liturgi untuk tujuan profan atau hiburan.
Sakrelegi bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi
pelanggaran terhadap kehadiran Allah yang dihadirkan melalui simbol-simbol
kudus. Maka, sikap hormat, takzim, dan kesadaran rohani sangat penting dalam
setiap tindakan kita di ruang liturgi dan dalam penggunaan benda-benda rohani.
Indulgensi dan sakrelegi mungkin terdengar seperti dua kutub
yang berbeda—yang satu menyentuh rahmat, yang lain menyentuh pelanggaran. Namun
keduanya mengajarkan kita satu hal yang sama: bahwa iman Katolik bukan sekadar
soal batin, tetapi juga soal tindakan nyata. Bahwa keselamatan dan kekudusan
bukan hanya urusan Tuhan, tetapi juga tanggung jawab kita.
Sebagai umat Katolik, kita dipanggil untuk hidup dalam
kesadaran akan kekekalan dan kekudusan. Kita dipanggil untuk memohon rahmat
bagi jiwa-jiwa yang telah mendahului kita, dan sekaligus menjaga kekudusan
ruang dan simbol iman kita. Sebab di sanalah, kasih Allah dinyatakan dan
diwartakan. Tuhan Yesus memberkati.
#indulgensikatolik #sakrelegi #kekudusanliturgi #kerasulanawam #imanyanghidup #kerinduanakansurga #gerejayangmendidik #mewartakankasihallah #katolikaktif #stpaulusdepok
Pasutri yang sudah lama tidak mengimani katolik al. tidak lagi mengikuti perayaan ekaristi apalagi menerima komuni dan pasutri tsb supaya beralih agama lain, namun suatu saat menjadi saksi perkawaninan, apakah pasutri tsb termasuk dosa sakrilegi
BalasHapusBagaimana dengan perkawinan dimana pasutri tsb menjadi saksi, apakah tetap sah karena sudah diberkati oleh pastor ataukah ada cacat lainnya.
BalasHapus