Rabu, 18 Mei 2011

KRISIS PANGGILAN

Sr. Yoana, bersaksi dalam Minggu Panggilan, Minggu (15/5/2011)
Minggu 4 Nopember empat tahun yang lalu Romo Willem, CP Pastor Kepala salah satu Paroki di Kalimantan Barat, dalam rangka perjalanan cuti liburan ke Flores setelah 9 tahun bertugas di Kalimantan tanpa istirahat, sengaja mampir ke Gereja Tuka, yaitu sebuah Gereja Katolik tertua di Bali, yang terletak hanya beberapa ratus meter dari Seminari Roh Kudus Tuka. Romo Krist Ratu, SVD Pastor Kepala Paroki Tuka, yang sudah 10 tahun tidak bertemu dengan rekannya Romo Willem, mengajaknya untuk turut membantu mempersembahkan Misa Kudus bersama-sama jam 08:00 pagi.

Pada Misa itu Romo Willem mendapat kesempatan memberikan khotbah. Kepada umat Paroki Tuka ia bercerita sepintas tentang pengalaman beliau selama bertugas di Kalimantan Barat. Karena kekurangan tenaga Pastor, Romo Willem disana terpaksa menggembalakan umat paroki yang jumlahnya 26 ribu orang serta mencakup daerah yang luas, hanya sendirian. Sampai-sampai ada umatnya yang mengatakan kalau di supermarket ada yang menjual Pastor, berapapun harganya akan dibeli. Dan repotnya, karena kesadaran umat masih kurang, kolektenya sangat minim, untuk mengumpulkan 1 juta rupiah saja per minggu susah, dibandingkan dengan Paroki Tuka yang mencapai 2 juta per minggu padahal jumlah umatnya hanya 1600 orang. Beruntung, Pemda Kabupaten disana baik hati, bantuan mengucur sesuai dengan prosentase jumlah umat katolik yang ada di Kabupaten, dan ini tentunya merupakan bentuk bantuan yang bijaksana dari pemerintah daerah yang sesuai dengan falsafah negeri kita Pancasila. Ya, kita umat katolik memang kekurangan Imam atau Pastor. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga diluar negeri. Dahulu para misionarislah yang datang ke negeri kita, kini kitalah yang mesti datang ke negeri mereka di saat mereka tengah dilanda krisis imam dan kaum religius.

Untuk menjadikan seorang Pastor, perlu waktu yang sangat lama, dan tingkat keberhasilan seorang calon Pastor (Seminarian) untuk benar-benar menjadi Pastor (ditahbiskan) prosentasenya sangat kecil. Kita memang sedang mengalami “Krisis Panggilan”. Lalu, siapa yang bertanggung jawab untuk mengatasi krisis panggilan tersebut? Sebagai umat katolik yang tentu saja memerlukan Pastor, maka kita semua harus bertanggung jawab...! Dan karena umat di setiap Paroki diwakili didalam Dewan Paroki, maka semestinyalah Dewan Paroki mendorong agar anak-anak di Parokinya ada yang terpanggil untuk masuk ke Seminari, bagaimana caranya terserah, pasti ada spesialisnya di setiap Dewan Paroki. Bukan hanya itu, untuk Paroki yang berada (mampu) seharusnya mereka memberikan beasiswa kepada anak-anak dari keluarga yang kurang mampu yang berminat masuk ke Seminari.

Kalau suatu Paroki bisa membangun gedung Gereja dengan biaya milyaran rupiah, apakah tidak mampu memberikan beasiswa 500 ribu rupiah per bulan kepada Seminarian yang diharapkan akan dapat menjadi Pastor? Ini untuk membantu mengatasi Krisis Panggilan lho... ! Yah, semoga hal ini dapat menjadi salah satu alternatif cara untuk “Mencari Kunci Dalam Gelap”. (DAR) Sumber: www.bali-seminary.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin