
Oleh: RP. Stanilaus Agus Haryanto, OFM. – Pastor Vikaris Paroki Santo Paulus Depok periode 2010-2013
KOTA DEPPK - Dalam
dinamika pastoral Gereja Katolik, pertanyaan seputar perkawinan campur terus
menjadi topik yang relevan dan sensitif. Di tengah masyarakat yang semakin
plural dan terbuka, banyak umat Katolik yang menjalin relasi dengan pasangan
dari latar belakang agama atau denominasi yang berbeda. Namun, bagaimana Gereja
memandang dan mengatur hal ini? Apakah semua perkawinan yang dilangsungkan di
gereja otomatis menjadi sakramen? Dan apa konsekuensinya bagi kehidupan iman?
Gereja Katolik membedakan dua jenis perkawinan campur:
- Perkawinan
beda Gereja: antara seorang Katolik dan
seorang Kristen non-Katolik (misalnya Protestan, Ortodoks). Keduanya telah
dibaptis secara sah, sehingga perkawinan ini memiliki sifat sakramental,
meskipun tetap memerlukan dispensasi karena adanya perbedaan dalam
penghayatan iman dan ajaran.
- Perkawinan
beda Agama: antara seorang Katolik dan
seorang yang belum dibaptis (misalnya Muslim, Hindu, Buddha). Perkawinan
ini tidak bersifat sakramental, melainkan hanya bersifat kodrati, karena
sakramen perkawinan hanya terjadi antara dua pribadi yang sama-sama telah
dibaptis secara sah (bdk. Kan. 1055–1056, KHK).
Sejak Konsili Trento hingga Konsili Vatikan II, Gereja telah
mengembangkan pendekatan pastoral terhadap perkawinan campur. Namun, prinsip
dasarnya tetap: perkawinan beda Gereja adalah larangan, sedangkan perkawinan
beda Agama adalah halangan. Keduanya tidak dianjurkan, tetapi dapat
diizinkan melalui dispensasi dari Uskup setempat (Ordinaris Wilayah).
Alasan utama dari larangan dan halangan ini bukan
diskriminatif, melainkan pastoral dan teologis. Gereja khawatir bahwa perbedaan
iman dapat mengganggu kesatuan hidup suami-istri, terutama dalam hal:
- Penghayatan
iman Katolik secara utuh.
- Pembaptisan
dan pendidikan anak secara Katolik.
- Kesatuan
spiritual dalam keluarga sebagai “consorsium totius vitae” (kebersamaan
seluruh hidup).
Gereja tidak menutup pintu bagi pasangan yang ingin menikah
lintas iman. Namun, untuk menjaga keabsahan dan kelayakan perkawinan,
dispensasi dari Uskup diperlukan:
- Untuk
perkawinan beda Gereja, dispensasi dibutuhkan agar perkawinan itu layak
(licit) menurut hukum Gereja.
- Untuk
perkawinan beda Agama, dispensasi dibutuhkan agar perkawinan itu sah
(valid) menurut hukum Gereja.
Tanpa dispensasi, perkawinan tersebut dianggap tidak sah
atau tidak licit, tergantung pada jenisnya. Maka, penting bagi umat untuk
berkonsultasi dengan pastor paroki sebelum melangsungkan perkawinan campur.
Pertanyaan yang sering muncul: apakah perkawinan campur
adalah sakramen? Jawabannya tergantung:
- Jika
kedua mempelai telah dibaptis secara sah, maka perkawinan mereka adalah
sakramen.
- Jika
salah satu belum dibaptis, maka perkawinan tersebut bukan sakramen, tetapi
tetap sah secara kodrati jika mendapat dispensasi.
Sakramen perkawinan bukan sekadar seremoni, tetapi
perjumpaan nyata dengan rahmat Allah yang menyatukan dua pribadi dalam kasih
yang tak terceraikan. Maka, pemahaman yang benar tentang sakramen ini sangat
penting bagi umat Katolik.
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya
sering mendampingi pasangan yang bergumul dengan realitas perkawinan campur.
Cinta memang tidak mengenal batas, tetapi iman menuntut tanggung jawab. Maka,
keputusan untuk menikah lintas iman harus diambil dengan doa, diskresi, dan
pendampingan pastoral yang memadai.
Gereja bukan institusi yang menghakimi, tetapi komunitas
yang mendampingi. Dispensasi bukan sekadar formalitas hukum, tetapi bentuk
kasih dan keadilan pastoral. Dan setiap pasangan dipanggil untuk membangun
keluarga yang menjadi “Gereja mini”—tempat kasih Allah diwartakan dan dihidupi.
#perkawinancampur #sakramenperkawinan #kerasulanawam #hukumgerejakatolik #stpaulusdepok #imandancinta #dispensasiuskup #gerejayangmendampingi #mewartakankasihallah #katolikaktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin