
Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat, Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik sekaligus Koordinator KOMSOS Paroki Santo Paulus Depok periode 2010-2013
KOTA DEPOK, 15 Mei
2011 — Di tengah semarak Aksi Panggilan Biarawan dan Biarawati yang digelar di
Paroki St. Paulus Depok, sebuah renungan sederhana namun mendalam disampaikan
oleh seorang pembicara dalam sesi rekoleksi: “Panggilan bukanlah wangsit atau
wahyu spektakuler. Ia adalah dorongan halus, keyakinan yang tumbuh perlahan,
dan kesadaran bahwa kita diperlengkapi untuk suatu bentuk kehidupan Kristen.”
Pernyataan itu menggugah. Sebab dalam dunia yang sering kali
menuntut kepastian instan, panggilan justru hadir dalam keheningan, dalam
proses, dalam relasi yang terus bertumbuh dengan Allah.
Dalam refleksi tersebut, dibedakan dua bentuk panggilan:
umum dan khusus. Panggilan umum adalah panggilan semua orang Kristen untuk
hidup kudus, sebagaimana sabda Yesus dalam Matius 5:48: “Haruslah kamu
sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.” Kesempurnaan itu
bukan soal tanpa cela, melainkan hidup dalam kasih yang total: kepada Allah dan
sesama (Luk 10:27).
Sementara itu, panggilan khusus adalah bentuk konkret dari
panggilan umum, yang dijalani dalam hidup membiara, imamat, atau bentuk
pelayanan khusus lainnya. Jalan ini disebut sebagai “nasihat Injil”—jalan yang
tidak diwajibkan bagi semua, tetapi dianjurkan bagi mereka yang merasa
terpanggil dan memiliki kesiapan rohani serta batiniah untuk menjalaninya.
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya
percaya bahwa kedua jalan ini sama mulianya. Baik yang hidup dalam dunia maupun
yang mengabdikan diri secara total dalam hidup religius, semua dipanggil untuk
mengejar kesempurnaan Injil yang sama: kasih yang tak terbagi kepada Allah dan
sesama.
Bacaan Injil Yohanes 10:1–10 yang dibacakan hari itu menjadi
sangat relevan. Yesus memperkenalkan diri sebagai Gembala yang baik. Ia
mengenal domba-domba-Nya, dan domba-domba-Nya mengenal suara-Nya. Hubungan ini
bukan relasi fungsional, tetapi relasi kasih. Relasi yang dibangun dalam
kepercayaan, perlindungan, dan pengenalan yang mendalam.
Dalam dunia yang penuh suara—iklan, opini, tuntutan
sosial—mengenali suara Gembala menjadi tantangan tersendiri. Namun, ketika kita
meluangkan waktu untuk mendengarkan, untuk berdiam, untuk merenung, suara itu
akan terdengar. Ia tidak memaksa, tetapi mengundang. Ia tidak menekan, tetapi
membimbing.
“Tak ada kejutan yang
lebih mempesona daripada kejutan karena dicintai,” kata sang pembicara menutup
renungannya. Dan memang, kesadaran bahwa kita dicintai oleh Yesus adalah
fondasi dari segala panggilan. Kita tidak dipanggil karena kita sempurna,
tetapi karena kita dikasihi. Dan kasih itulah yang memampukan kita untuk
menjawab panggilan dengan setia.
Seseorang akan menjalani hidup yang baik apabila ia sadar
bahwa ia adalah pribadi yang istimewa di mata Tuhan. Kesadaran ini bukan
kesombongan, tetapi kerendahan hati yang tahu bahwa hidup adalah anugerah, dan
panggilan adalah rahmat.
Aksi Panggilan bukan hanya ajakan untuk menjadi imam atau
biarawan-biarawati. Ia adalah ajakan untuk semua umat—termasuk para
profesional, orangtua, pelajar, dan pekerja—untuk menemukan dan menjalani
panggilan mereka masing-masing dengan setia. Dalam dunia hukum, ekonomi,
pendidikan, dan sosial, kita semua dipanggil untuk menjadi terang dan garam.
Maka, mari kita dengarkan suara Gembala. Mari kita sadari
bahwa kita dicintai. Dan mari kita jalani hidup ini sebagai jawaban atas
panggilan kasih itu—dalam bentuk apa pun yang Tuhan percayakan kepada kita.
#panggilankristiani
#aksipanggilan2011 #gembalayangbaik #kerasulanawam #imanyanghidup
#stpaulusdepok #mewartakankasihallah #katolikaktif #hidupsebagaipanggilan
#dicintaiyesus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin