Rabu, 18 Mei 2011

Panggilan; Ketika Suara Gembala Menyentuh Hati yang Siap Mendengar

Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat, Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik sekaligus Koordinator KOMSOS Paroki Santo Paulus Depok periode 2010-2013

KOTA
DEPOK, 15 Mei 2011 — Di tengah semarak Aksi Panggilan Biarawan dan Biarawati yang digelar di Paroki St. Paulus Depok, sebuah renungan sederhana namun mendalam disampaikan oleh seorang pembicara dalam sesi rekoleksi: “Panggilan bukanlah wangsit atau wahyu spektakuler. Ia adalah dorongan halus, keyakinan yang tumbuh perlahan, dan kesadaran bahwa kita diperlengkapi untuk suatu bentuk kehidupan Kristen.”

Pernyataan itu menggugah. Sebab dalam dunia yang sering kali menuntut kepastian instan, panggilan justru hadir dalam keheningan, dalam proses, dalam relasi yang terus bertumbuh dengan Allah.

Dalam refleksi tersebut, dibedakan dua bentuk panggilan: umum dan khusus. Panggilan umum adalah panggilan semua orang Kristen untuk hidup kudus, sebagaimana sabda Yesus dalam Matius 5:48: “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.” Kesempurnaan itu bukan soal tanpa cela, melainkan hidup dalam kasih yang total: kepada Allah dan sesama (Luk 10:27).

Sementara itu, panggilan khusus adalah bentuk konkret dari panggilan umum, yang dijalani dalam hidup membiara, imamat, atau bentuk pelayanan khusus lainnya. Jalan ini disebut sebagai “nasihat Injil”—jalan yang tidak diwajibkan bagi semua, tetapi dianjurkan bagi mereka yang merasa terpanggil dan memiliki kesiapan rohani serta batiniah untuk menjalaninya.

Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya percaya bahwa kedua jalan ini sama mulianya. Baik yang hidup dalam dunia maupun yang mengabdikan diri secara total dalam hidup religius, semua dipanggil untuk mengejar kesempurnaan Injil yang sama: kasih yang tak terbagi kepada Allah dan sesama.

Bacaan Injil Yohanes 10:1–10 yang dibacakan hari itu menjadi sangat relevan. Yesus memperkenalkan diri sebagai Gembala yang baik. Ia mengenal domba-domba-Nya, dan domba-domba-Nya mengenal suara-Nya. Hubungan ini bukan relasi fungsional, tetapi relasi kasih. Relasi yang dibangun dalam kepercayaan, perlindungan, dan pengenalan yang mendalam.

Dalam dunia yang penuh suara—iklan, opini, tuntutan sosial—mengenali suara Gembala menjadi tantangan tersendiri. Namun, ketika kita meluangkan waktu untuk mendengarkan, untuk berdiam, untuk merenung, suara itu akan terdengar. Ia tidak memaksa, tetapi mengundang. Ia tidak menekan, tetapi membimbing.

 “Tak ada kejutan yang lebih mempesona daripada kejutan karena dicintai,” kata sang pembicara menutup renungannya. Dan memang, kesadaran bahwa kita dicintai oleh Yesus adalah fondasi dari segala panggilan. Kita tidak dipanggil karena kita sempurna, tetapi karena kita dikasihi. Dan kasih itulah yang memampukan kita untuk menjawab panggilan dengan setia.

Seseorang akan menjalani hidup yang baik apabila ia sadar bahwa ia adalah pribadi yang istimewa di mata Tuhan. Kesadaran ini bukan kesombongan, tetapi kerendahan hati yang tahu bahwa hidup adalah anugerah, dan panggilan adalah rahmat.

Aksi Panggilan bukan hanya ajakan untuk menjadi imam atau biarawan-biarawati. Ia adalah ajakan untuk semua umat—termasuk para profesional, orangtua, pelajar, dan pekerja—untuk menemukan dan menjalani panggilan mereka masing-masing dengan setia. Dalam dunia hukum, ekonomi, pendidikan, dan sosial, kita semua dipanggil untuk menjadi terang dan garam.

Maka, mari kita dengarkan suara Gembala. Mari kita sadari bahwa kita dicintai. Dan mari kita jalani hidup ini sebagai jawaban atas panggilan kasih itu—dalam bentuk apa pun yang Tuhan percayakan kepada kita.

 

#panggilankristiani #aksipanggilan2011 #gembalayangbaik #kerasulanawam #imanyanghidup #stpaulusdepok #mewartakankasihallah #katolikaktif #hidupsebagaipanggilan #dicintaiyesus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin