Kamis, 28 Juli 2011

“Berbicaralah, Sebab Hambamu Mendengarkan”; Kaul Pertama dan Jejak Kerasulan Awam di Novisiat Transitus Depok

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik, sekaligus Koordinator KOMSOS Paroki Santo Paulus Depok, periode 2010-2013

KOTA DEPOK
- Jumat, 15 Juli 2011. Langit Depok menggantung mendung, namun suasana di Jl. Kamboja 22 justru penuh harap dan sukacita. Di Novisiat Transitus Depok, sembilan anak muda berdiri tegak di hadapan altar, mengikrarkan kaul pertama mereka sebagai Saudara Dina Ordo Fratrum Minorum (OFM). Di tengah derasnya arus budaya konsumerisme dan krisis nilai spiritual, mereka memilih jalan sunyi: hidup dalam ketaatan, tanpa milik, dan dalam kemurnian.

Upacara Profes Sementara ini bukan sekadar seremoni. Ia adalah deklarasi iman yang radikal. Di hadapan ratusan umat, para novis menyatakan kesediaan mereka untuk hidup menurut Anggaran Dasar OFM. Mereka telah menjalani satu tahun formasi intensif, dan kini melangkah ke tahap baru dalam panggilan hidup membiara.

Pater Petrus K. Aman, OFM, yang memimpin Misa Kudus, dalam homilinya mengutip Paus Benediktus XVI: “Di rumah ini, di mana kita hidup, telah hidup biarawan-biarawan muda yang sama halnya dengan kesibukan lainnya adalah mencari untuk memahami makna panggilan hidup.” Sebuah refleksi mendalam tentang pencarian spiritual di tengah dunia yang semakin bising dan dangkal.

Dalam dunia yang menyanjung kenikmatan instan, para novis ini memilih jalan sebaliknya. Mereka menolak logika pasar yang menjadikan manusia sebagai komoditas. Mereka menolak menjadi bagian dari generasi yang melayangkan pandangan ke internet untuk mencari kenikmatan, bukan ke gunung tempat pertolongan sejati berasal (bdk. Mzm 121).

Pater Aman menegaskan bahwa budaya konsumerisme telah menggerus nilai-nilai kekal. “Tabernakel tergusur menjadi sinetron, Kitab Suci tergantikan oleh Facebook,” ujarnya tajam. Namun di tengah kegelapan zaman, sembilan anak muda ini menjadi lentera kecil yang menyala.

Sebagai seorang aktivis kerasulan awam, saya melihat peristiwa ini bukan hanya sebagai momen religius, tetapi juga sebagai panggilan sosial. Kerasulan awam bukan sekadar aktivitas rohani, melainkan keterlibatan konkret dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, dan kemasyarakatan. Para novis ini, dalam semangat St. Fransiskus Asisi, dipanggil untuk menjadi saksi kasih Allah di tengah dunia yang terluka.

Kehadiran mereka adalah kritik hidup terhadap ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum, dan kemiskinan struktural. Mereka adalah suara kenabian yang menyerukan pertobatan, bukan hanya secara pribadi, tetapi juga struktural.

Namun jalan ini tidak mudah. Dalam wawancara dengan Pater Aman, terungkap bahwa tidak semua novis melanjutkan hingga tahapan imamat. “Ini adalah formasi panggilan. Ada yang berhenti karena refleksi hidup membuat mereka sadar akan panggilan lain,” ujarnya.

Di sinilah pentingnya pendampingan. Gereja dan umat harus hadir, bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai komunitas yang mendukung dan mendoakan. Seperti kata Bapak Herman Yoseph Sudarno, orangtua salah satu novis: “Semoga hanya maut yang memisahkan atas pilihan hidup mereka.”

Sembilan nama yang disebut dalam daftar profes sementara bukan sekadar daftar administratif. Mereka adalah simbol harapan. Mereka adalah manusia-manusia baru yang, dalam bahasa Paulus, telah menyalibkan manusia lamanya dan hidup dalam Kristus.

Dalam dunia yang haus akan keadilan, damai, dan kasih, mereka adalah pewarta Injil yang hidup. Semoga semangat mereka menular kepada kita semua—umat awam, biarawan, biarawati, imam, dan seluruh Gereja—untuk terus bertanya seperti Fransiskus: “Tuhan, apa yang Engkau kehendaki, aku perbuat?”

Berikut ini nama-nama saudara yang menerima profes sementara:

  1. Sdr. Yulius Fery Kurniawan, OFM
  2. Sdr. Yohanes Mantul, OFM
  3. Sdr. Apolonaris Agusti Teok, OFM
  4. Sdr. Yohanes Trisno Pala, OFM
  5. Sdr. Anicetus Evaristus Jebada, OFM
  6. Sdr. Marselinus Kabut, OFM
  7. Sdr. Gregorio Febrianto Wendardins Ranus, OFM
  8. Sdr. Rupertus Herpin Hormat, OFM
  9. Sdr. Yulius Soniardus Jehalu, OFM

 

#kerasulanawam #kaulpertamaofm #gerejakatolikindonesia #panggilanhidupreligius #mewartakasihallah #jpicofm #fransiskanmuda #transitusdepok #berbicaralahsebabhambamumendengarkan #hidupdalamketaatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin