Jumat, 09 September 2011

Sekolah Katolik; Pilar Kerasulan Gereja yang Perlu Dirawat Bersama

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

KOTA DEPOK
- Tanggal 26 Agustus 2011 menjadi penanda penting bagi Sekolah Mardi Yuana, Depok. Enam puluh dua tahun sudah lembaga pendidikan ini hadir, bukan hanya sebagai institusi akademik, tetapi sebagai ujung tombak kerasulan Gereja Katolik di bidang pendidikan. Sejak berdirinya pada 26 Agustus 1949, jauh sebelum Paroki St. Paulus Depok berdiri, Mardi Yuana telah menjadi ladang subur tempat benih iman, ilmu, dan karakter ditanamkan.

Namun, di tengah usia yang matang dan sejarah yang panjang, muncul pertanyaan mendasar: masihkah umat Katolik memandang sekolah Katolik sebagai bagian dari panggilan imannya?

Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, Gravissimum Educationis (GE) artikel 8, secara tegas menyatakan bahwa orang tua Katolik memiliki kewajiban untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Katolik, bila dan di mana mungkin. Ini bukan sekadar anjuran, melainkan panggilan iman yang melekat sejak janji pernikahan dan pembaptisan anak-anak mereka.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal yang memprihatinkan. Berdasarkan data statistik SD Mardi Yuana Depok tahun ajaran 2004/2005 hingga 2011/2012, jumlah murid non-Katolik justru mendominasi, mencapai 60%, sementara murid Katolik hanya 40%. Sebuah ironi di tengah semangat kerasulan yang seharusnya menjadi milik bersama.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan umat Katolik mulai meninggalkan sekolah Katolik:

  • Persaingan dengan Sekolah Nasional Plus dan Internasional
    Meningkatnya jumlah sekolah-sekolah unggulan di Depok, terutama yang berlabel “nasional plus” atau “internasional”, menarik minat orang tua Katolik dari kalangan menengah ke atas. Mereka tergoda oleh fasilitas modern dan kurikulum global, meskipun nilai-nilai iman Katolik tidak menjadi prioritas di sana.
  • Persepsi Biaya yang Tinggi
    Umat dari kalangan ekonomi menengah ke bawah merasa sekolah Katolik terlalu mahal. Akibatnya, mereka memilih sekolah negeri yang lebih terjangkau, meskipun harus mengorbankan pendidikan iman Katolik yang lebih intensif.
  • Hubungan Personal yang Retak
    Ada pula kasus di mana orang tua enggan menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik karena konflik pribadi dengan guru atau pengelola sekolah. Ini menjadi luka yang seharusnya disembuhkan dengan kerendahan hati dan dialog, bukan dijadikan alasan untuk menjauh dari karya kerasulan Gereja.
  • Alasan Sosialisasi dalam Kemajemukan
    Beberapa orang tua beranggapan bahwa menyekolahkan anak di sekolah non-Katolik akan membiasakan mereka hidup dalam masyarakat yang majemuk. Padahal, banyak sekolah Katolik juga memiliki siswa dari berbagai latar belakang agama dan budaya.

Sekolah Katolik bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga tempat membentuk karakter Kristiani. Pendidikan iman, nilai-nilai moral, dan semangat pelayanan menjadi bagian integral dari kurikulum. Maka, menyekolahkan anak di sekolah Katolik adalah bentuk nyata dukungan terhadap misi Gereja.

Namun, sekolah Katolik juga tidak boleh tinggal diam. Mereka harus terus meningkatkan mutu pendidikan, membangun komunikasi yang sehat dengan orang tua, dan memastikan biaya pendidikan tetap terjangkau. Keterbukaan pengelola yayasan menjadi kunci agar sekolah tetap relevan dan dipercaya.

Menghadapi tantangan ini, tidak ada jalan lain selain membangun sinergi antara tiga pilar utama:

  1. Sekolah Katolik harus terus berbenah, meningkatkan kualitas akademik dan spiritual, serta membuka ruang dialog dengan orang tua.
  2. Gereja Paroki perlu hadir aktif dalam mendampingi dan mendukung sekolah Katolik sebagai bagian dari karya kerasulannya.
  3. Orang Tua Katolik harus menyadari kembali tanggung jawab imannya dalam mendidik anak secara Katolik, termasuk mendukung sekolah Katolik secara nyata.

Selamat ulang tahun ke-62 untuk Sekolah Mardi Yuana. Terima kasih atas dedikasi dan pelayanannya dalam membentuk generasi beriman dan berkarakter. Semoga sekolah ini tetap menjadi pilar kerasulan Gereja di bidang pendidikan, tempat di mana iman dan ilmu bertemu, dan di mana kasih Allah terus diwartakan kepada dunia.

 

#mardiyuanake62 #sekolahkatolik #kerasulanpendidikan #gerejahadiruntukdunia #rasulawamberkarya #imandanilmu #pendidikankatolik #gravissimumeducationis #kolaborasiiman #sekolahadalahmisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin