Jumat, 09 September 2011

Merdeka dalam Iman; Ketika Anak-Anak Bonaventura Menyanyikan Kasih Allah

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

KOTA DEPOK
- Gaung kemerdekaan Republik Indonesia ke-66 pada 17 Agustus 2011 terasa berbeda. Di tengah semangat nasionalisme yang mulai meredup di ruang-ruang publik, sebuah cahaya kecil justru menyala dari komunitas sederhana: Lingkungan Bonaventura. Di sinilah, di tengah misa yang sepi umat pada pagi hari, anak-anak BIA Bonaventura justru tampil penuh semangat, menyanyikan lagu-lagu pujian dalam koor Misa kedua. Suara mereka bukan hanya mengisi ruang liturgi, tetapi juga menyentuh hati—sebuah pengingat bahwa kemerdekaan sejati dimulai dari hati yang bersyukur dan penuh kasih.

Usai misa, anak-anak berkumpul di kediaman keluarga Bapak Purnomo. Tanpa rencana formal, pesta kemerdekaan pun digelar. Namun justru dalam kesederhanaan itulah, makna kemerdekaan menjadi nyata. Lomba makan kerupuk, meniup balon, membawa kelereng dengan sendok, hingga mengambil koin dalam buah pepaya—semuanya menjadi ruang ekspresi sukacita dan kebersamaan.

Kehadiran Romo Stanislaus Agus Haryanto, OFM, menambah semarak suasana. Ia tidak hanya hadir sebagai imam, tetapi juga sebagai sahabat dan ayah rohani yang menyatu dengan umatnya. Dalam kehadirannya, anak-anak merasakan bahwa Gereja bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga rumah yang penuh cinta.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat bahwa kegiatan seperti ini bukan sekadar hiburan. Ia adalah bentuk nyata dari pewartaan iman yang membumi. Anak-anak diajak untuk mencintai tanah air, menghargai sesama, dan bersyukur atas anugerah kehidupan. Dalam setiap tawa dan peluh mereka, tersimpan benih-benih nilai Katolik: solidaritas, sukacita, dan pelayanan.

Kegiatan ini juga menjadi ruang pembelajaran sosial. Anak-anak belajar tentang sportivitas, kerja sama, dan saling menghargai. Mereka tidak hanya menjadi peserta lomba, tetapi juga pewarta kecil yang membawa terang Kristus melalui keceriaan mereka.

Kemerdekaan bukan hanya soal bebas dari penjajahan fisik. Dalam terang iman Katolik, kemerdekaan adalah kebebasan dari dosa, dari egoisme, dari ketidakpedulian. Maka, ketika anak-anak Bonaventura menyanyi dan berlomba dengan gembira, mereka sedang merayakan kemerdekaan yang lebih dalam: kebebasan untuk mencintai, untuk berbagi, dan untuk menjadi berkat bagi sesama.

Kegiatan ini juga menjadi cermin bagi kita, umat dewasa. Di tengah kesibukan dan kelelahan hidup, masihkah kita memiliki semangat seperti anak-anak itu? Masihkah kita merayakan kemerdekaan dengan hati yang bersyukur dan terbuka?

Perayaan sederhana ini ditutup dengan makan bersama dan pembagian hadiah. Namun sesungguhnya, hadiah terbesar hari itu bukanlah piala atau bingkisan. Hadiah terbesar adalah pengalaman iman yang hidup—bahwa dalam kebersamaan, dalam pelayanan, dan dalam sukacita anak-anak, kita menemukan wajah Allah yang penuh kasih.

Dari Bonaventura, kita belajar bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya milik para pejuang di medan perang, tetapi juga milik setiap orang yang berani mencintai dan melayani. Dan itulah misi kerasulan awam: mewartakan kasih Allah dalam setiap aspek kehidupan, sekecil apa pun itu.

 

#merdekadalamiman #kerasulanawam #biabonaventura #gerejahadiruntukdunia #anakanakpewartakasih #rasulawamberkarya #kasihyangmembebaskan #imanyanghidup #bersamadalamsukacita #kemerdekaanadalahanugerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin