Senin, 18 Juni 2012

Kerajaan Allah; Dari Benih Kecil Menuju Peradaban Kasih


KOTA DEPOK - “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” (Markus 1:15). Dengan kalimat ini, Yesus membuka misi publik-Nya. Ia tidak datang membawa sistem politik baru, melainkan menghadirkan pemerintahan Allah yang kekal—Kerajaan yang tidak dibatasi ruang dan waktu, tetapi hidup dan bertumbuh dalam hati manusia.

Kerajaan Allah bukanlah kerajaan seperti yang dikenal dunia: penuh kekuasaan, dominasi, dan ketakutan. Sebaliknya, Kerajaan ini dibangun di atas dasar kasih, ketaatan, dan kesadaran akan karya Allah dalam hidup. Di dalamnya, hukum yang berlaku bukanlah hukum kekuasaan, tetapi hukum kasih yang membebaskan.

Yesus mengajarkan Kerajaan ini melalui perumpamaan—bahasa simbolik yang menyentuh hati dan menggugah kesadaran. Dalam Markus 4:26–34, dua perumpamaan disampaikan: tentang benih yang tumbuh dan biji sesawi. Keduanya mengandung pesan mendalam tentang proses, pertumbuhan, dan harapan.

Perumpamaan benih yang tumbuh menunjukkan bahwa Kerajaan Allah bekerja dalam keheningan dan misteri. Si penabur tidak tahu bagaimana benih itu bertumbuh, namun ia percaya bahwa benih itu akan menghasilkan buah. Ini adalah gambaran iman: kita menabur, Allah yang menumbuhkan.

Biji sesawi, yang kecil dan tampaknya tak berarti, tumbuh menjadi pohon tempat burung-burung bersarang. Ini adalah simbol kontras yang kuat: dari yang kecil dan tersembunyi, Allah membangun sesuatu yang besar dan melindungi. Seperti dalam nubuat Yehezkiel 17:23, Allah menanam pohon di atas gunung Israel agar menjadi tempat naungan bagi segala makhluk.

Kerajaan Allah dimulai dari hati manusia—dari pertobatan pribadi dan keterbukaan pada karya Roh Kudus. Namun, ia tidak berhenti di sana. Ia berkembang dalam komunitas umat beriman, menjalar ke seluruh aspek kehidupan: sosial, ekonomi, hukum, dan budaya. Kerajaan ini adalah benih yang tumbuh menjadi peradaban kasih.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat bahwa tugas kita adalah menjadi penabur dan pemelihara benih Kerajaan ini. Dalam pelayanan sosial, pendampingan hukum, pemberdayaan ekonomi, dan advokasi keadilan, kita menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia yang terluka.

Santo Paulus adalah teladan pewarta Kerajaan yang tak kenal lelah. Ia menghadapi penganiayaan, penolakan, dan penderitaan, namun tetap setia. Ia menulis, “Kami berusaha, entah hadir atau tidak, untuk menyenangkan Tuhan” (bdk. 2 Kor 5:9). Ketekunan dan kesetiaannya menjadi inspirasi bagi kita semua.

Kita pun dipanggil untuk terbuka pada Kristus, agar benih ilahi yang ditanamkan dalam diri kita bertumbuh dan menghasilkan buah. Buah yang nyata dalam kasih, keadilan, dan pelayanan kepada sesama.

Kerajaan Allah bukan utopia. Ia adalah realitas yang sedang dan terus bertumbuh. Ia hadir dalam setiap tindakan kasih, dalam setiap upaya perdamaian, dalam setiap langkah keadilan. Maka, Injil Kerajaan ini harus dikabarkan—dengan kata dan perbuatan.

Mari kita menjadi penabur yang setia, pemelihara yang tekun, dan pewarta yang berani. Karena dari benih kecil yang kita tanam hari ini, Allah sedang membangun langit dan bumi yang baru.

 

Oleh: RP. Bonefasius Budiman, OFM, Komunitas Novisiat Transitus Depok

#kerajaanallah #pewartaanyesus #perumpamaanyesus #bijisesawi #benihiman #kerasulanawam #gerejahidup #imandalamtindakan #cintaallahuntukdunia #misikristiani #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin