Selasa, 04 Agustus 2015

“Siapa Aku, Siapa Yesus”; Membangun Iman Anak Sejak Dini dalam Komuni Pertama


KOTA DEPOK
- Di tengah derasnya arus zaman yang kian mengikis nilai-nilai spiritual, Gereja Katolik Paroki Santo Paulus Depok meneguhkan kembali komitmennya untuk membangun fondasi iman anak-anak sejak dini. Penerimaan Sakramen Mahakudus bukan sekadar seremoni liturgis, melainkan tonggak awal perjalanan iman yang mendalam dan personal. Tahun 2015, sebanyak 86 anak dipersiapkan secara serius dan menyeluruh untuk menyambut Komuni Pertama mereka—sebuah momen sakral yang menjadi titik temu antara misteri Ekaristi dan kesadaran diri akan kehadiran Kristus dalam hidup mereka.

Kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa banyak umat Katolik dewasa kini tidak sungguh mengenal imannya sendiri. Kerapuhan iman ini, jika ditelusuri, sering kali berakar dari minimnya pendidikan iman sejak masa kanak-kanak. Gereja, dalam hal ini, tidak bisa berjalan sendiri. Pendidikan iman adalah tanggung jawab bersama: orang tua sebagai pendidik utama, para pembina sebagai pendamping, dan komunitas sebagai ekosistem yang menumbuhkan.

Panitia Komuni Pertama 2015 bersama para Pembina BIA (Bina Iman Anak) menyadari hal ini. Maka, mereka tidak hanya menyiapkan anak-anak secara teknis untuk menerima Sakramen, tetapi juga membekali mereka dengan pemahaman mendalam tentang identitas diri dan relasi personal dengan Yesus. Pertanyaan mendasar seperti “Siapa Aku?” dan “Siapa Yesus bagi hidupku?” menjadi titik tolak pembinaan.

Pada 23–24 Mei 2015, sebanyak 81 anak dan orang tua mengikuti rekoleksi bersama di Griya Alam, Ciganjur. Tempat yang tenang dan alami ini menjadi ruang kontemplatif untuk menyelami kehadiran Yesus secara lebih intim. Materi rekoleksi disusun dengan pendekatan holistik: “Siapa Saya”, “Saya dan Gereja”, “Saya dan Ekaristi”, serta “Saya dan Keluarga”. Sementara para orang tua diajak untuk merenungkan kembali janji pernikahan mereka bersama Romo Yosef Tote, OFM, dan memperdalam peran mereka sebagai pendidik iman melalui sesi “Katolik Parenting” oleh RD Alfonsus Sutarno.

Rekoleksi ini bukan hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi tentang transformasi hati. Anak-anak diajak mengenal Gereja bukan sebagai institusi semata, tetapi sebagai rumah iman. Orang tua diajak menyadari bahwa pendidikan iman bukan tugas eksklusif para katekis, melainkan panggilan hidup mereka sendiri.

Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya melihat bahwa pendidikan iman anak adalah investasi jangka panjang Gereja. Di tengah tantangan sosial, ekonomi, dan budaya yang kompleks, anak-anak Katolik harus dibekali dengan akar iman yang kuat agar kelak mereka tidak mudah goyah. Gereja tidak boleh hanya menjadi tempat sakramen, tetapi harus menjadi komunitas pembentuk karakter Kristiani.

Rekoleksi ini menjadi contoh konkret bagaimana kerasulan awam bekerja: menyatukan keluarga, komunitas, dan Gereja dalam satu visi—mewartakan kasih Allah kepada dunia melalui generasi muda yang beriman, berintegritas, dan berbelarasa.

Dalam salah satu sesi, disampaikan pesan yang menggugah: “Jangan biarkan dunia ini yang mendidik dan membesarkan anak-anak kita.” Dunia hari ini menawarkan banyak hal, tetapi tidak semuanya membangun. Maka, sebagai anggota Tubuh Kristus, kita dipanggil untuk bahu-membahu mendidik anak-anak dalam terang iman. Sebab Allah “menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1 Tim 2:4).

Kegiatan yang telah berlangsung sejak 2011 ini membuktikan bahwa dengan sinergi antara orang tua, pembina, dan Gereja, kita bisa membentuk generasi Katolik yang tangguh dan penuh kasih. Semoga semangat ini terus menyala, dan Komuni Pertama bukan menjadi akhir, melainkan awal dari perjalanan iman yang hidup.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#komunipertama #pendidikanimananak #kerasulanawam #gerejakatolik #imanyangmengakar #katolikdepok #ekaristi #keluargakatolik #gerejahidup #misikasihallah #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin