Selasa, 04 Agustus 2015

Roti Santo Antonius

Sungguh menggembirakan kita semua, bahwa Novena Besar St. Antonius tahun 2015 ini diikuti oleh cukup banyak umat, sehingga gereja nyaris penuh; tidak seperti tahun yang lalu: setengahnya saja tidak ada. Puji Tuhan. Semoga para pencinta St. Antonius di paroki kita semakin bertambah banyak lagi.

Apa itu “Roti St. Antonius”?
Anda pernah mendengar istilah “Roti St. Antonius”? Kalau belum berikut ini ceriteranya.
Gejala “Roti St. Antonius” ini muncul di banyak negara yang sudah lama “bernafaskan” agama Katolik dan terdapat biara-biara dan gereja para Fransiskan. Yang saya alami sendiri misalnya: Italia, Spanyol, Belanda dan Amerika Serikat. Tempat-tempat lain pun pasti ada.

“Roti St. Antonius” adalah “roti” yang diberikan kepada mereka yang berkekurangan, khususnya pada hari Selasa atau – bila dana mencukupi – juga pada hari-hari yang lain. Mengapa pada hari Selasa? Karena hari Selasa itu dikhususkan untuk menghormti St. Antonius. Karena itu, novena St. Antonius pun selalu diadakan pada hari Selasa.



Memang yang dibagi-bagikan itu bukanlah sekedar roti, tapi roti dengan segala lauk-pauknya. Disebutkan ‘roti’ karena makanan pokok orang-orang di sana adalah roti. Kalau di Indonesia mungkin dapat disebutkan sebagai “nasi bungkus”. “Nasi bungkus” kan juga tidak sekedar nasi doang, tapi lengkap dengan lauk-pauknya, kendati sederhana.

Di sudut belakang Antonianum di Roma (Perguruan Tinggi Kepausan dari para Fransiskan) terdapat dapur besar yang bekerja sehari penuh. Di situ ada ruang makan yang cukup besar dengan tatanan meja kursi yang bersih dan rapi. Pada suatu pagi saya masuk, dan terlihat kursi-kursi itu dipenuhi dengan banyak orang yang sedang menikmati sarapannya. Sungguh suatu hidangan lengkap. Seorang Bruder Fransiskan bersama stafnya mengelola kegiatan amal kasih ini secara full time, setiap hari. Saya  tanyakan dari mana dana untuk mengongkosi semua itu? Dijawabnya: “Dari kemurahan Tuhan melalui hati umat-Nya”. Bahkan dikatakan bahwa roti yang dihidangkan di sini harus selalu fresh, segar. Yang tidak segar, sudah lembek, dihidangkan di kamar makan para pater di biara. Hati saya langsung nyeletuk: “Pantas roti yang saya makan tadi sudah liat, tidak renyah lagi”. “Mereka akan marah kalau mendapat roti yang sudah lama” kata Bruder itu lagi. Mata saya lalu saya arahkan pada mereka yang sedang menikmati sarapannya itu. Pakaian mereka memang lusuh, bahkan ada yang sangat kumal.

Di depan biara juga dibagi-bagikan roti yang segar itu. Orang-orang yang berkebutuhan itu memang sudah tahu, bahwa setiap hari Selasa pagi selalu dibagi-bagikan ‘roti St. Antonius’ kepada siapa pun yang membutuhkannya. Bahkan pernah datang seorang pemuda gagah ikut datang memintanya. Tanpa ragu-ragu Bruder itu memberikan roti kepadanya. Bahkan diajak bicara dengan ramah, dan ternyata dia itu seorang mahasiswa luar negeri yang sedang berkunjung ke Roma. Kami tanyakan, mengapa diberi roti antonius, kan dia tidak berkekurangan. Dengan mantap dijawabnya: “Saya kagum. Contoh kerendahan hati yang unggul. Dia seorang mahasiswa dari luar negeri, tetapi dengan rendah hati mau ikut bersama orang miskin minta roti antonius. Tidak ada alasan menolaknya”

Di depan Provinsial Fransiskan di New York juga terjadi hal yang sama. Di sana juga terdapat banyak orang miskin, bahkan tanpa rumah. Pernah saya pada suatu malam sekitar jam 9 mau masuk gedung Provinsialat yang bertingkat sepuluh itu (tetapi di tengah pencakar-pencakar langit megah, nampak seperti gubug!), saya hampir menginjak orang yang pada berbaring di beranda. Di sana tidak ada kebiasaan memasang lampu di luar rumah (termasuk beranda depan), sehingga orang-orang itu tidak begitu kelihatan. Ternyata cukup banyak yang berbaring di situ, sampai saya harus berseru “Excuse me, I want to enter”. Terdengar suara menggumam: “Yes Father, please...”

Khususnya pada hari Selasa pagi, mereka itu pun menerima ‘roti Antonius’ secukupnya. Yang mengherankan saya ialah bahwa mereka tidak berebut, tapi dengan rapi dan tenang berbaris antri, padahal tanpa pagar besi seperti di Indonesia.

Sumber dana
Pasti ditanyakan, dari mana diperoleh dana untuk kegiatan semacam itu? Bruder tadi menjawab: “Dari kemurahan Tuhan melalui hati umat”. Kok bisa? Caranya?

Sangat sederhana. Di depan biara dan/atau gereja Fransiskan di sana selalu ada sebuah kotak besi kuat yang ditempatkan di atas tiang besi (kokoh kuat juga!) dan tertulis tidak begitu mencolok: “St. Anthony bread”, “Pane di St. Antonio”, “St. Antonius Brood” dan sebagainya menurut tempat dan bahasanya masing-masing. Setiap pencinta Antonius tahu maksudnya. Mereka sambil lewat memasukkan sejumlah uang ke dalam kotak itu. Untuk orang miskin. Sebagaimana Tuhan bermurah hati melalui Antonius kepada mereka yang mencintainya, demikian juga para pencinta Antonius ini pun bermurah hati kepada mereka yang miskin.

Mencukupi? Semua Bruder yang kutanya, selalu menjawab “Dari kotak dana Roti St. Antonius”. “Mencukupi?” kutanyakan lagi. “Sangat mencukupi” jawabnya mantap. Saya hanya kagum dan geleng kepala. “Terpujilah Tuhan yang Mahamurah!”

Di biara St. Klara Yogyakarta
Di biara St. Klara Yogyakarta juga diadakan novena St. Antonius setiap hari Selasa pagi. Semula hanya ada sebuah patung St. Antonius seadanya, kecil dan sudah kusam. Lalu saya serukan dalam khotbah pendek, “mari kita bersama-sama mengumpulkan dana untuk membeli patung St. Antonius yang lebih layak. Santo ini telah bermurah hati kepada kita, mengapa kita tidak bermurah hati juga kepadanya? Kalau biasanya makan bakso lima biji, coba kurangi satu biji, ‘ini untuk St. Antonius’. Sukur-sukur bisa mengurangi lebih dari satu biji. Kelebihan uangnya itu kita sumbangkan untuk membeli patung St. Antonius.” Menggembirakan hati juga, ketika menghitung uang sumbangan dari kotak, terdapat banyak uang logam 500an yang cukup dekil. Harap pembaca maklumi, yang datang misa itu kebanyakan mahasiswa/i dari luar pulau Jawa! Yang lebih penting ialah rasa partisipasi dari mereka.

Puji dan Syukur kepada Tuhan, ada seorang donatur yang menutup lobang dana yang masih lumayan besar itu, sehingga patung St. Antonius sudah dapat dibeli dan bersama-sama diberkati.

Bersama dengan pater Martin Sardi OFM (waktu itu), kami adakan juga acara “Roti St. Antonius” pada tanggal 13 Juni. Tapi tidak seperti di Roma dan New York! Malah sebaliknya.

Umat peserta Novena Antonius diajak membawa macam-macam roti seadanya pada misa novena tgl 13 Juni, pesta St. Antonius. Dan memang banyak yang membawa berbagai macam roti dan kuwe baik kering maupun basah. Pada penutupan misa, semua diberkati, termasuk roti dan kuwe tadi. Sesudah misa semua yang hadir diundang untuk menikmati dn menghabiskan semua roti dan kuwe tadi. Tak seorang pun menolak undangan itu. Apalagi para mahasiswa/i itu. Pokoknya semuanya ludes.

Di perjalanan pulang, saya bilang sama p. Martin: “Martin, itu mah tidak sesuai dengan jiwa roti St. Antonius! Masa semua malah dihabisi sendiri!? Kan harus untuk orang miskin!?” Dengan tenang dijawabnya: “Ah pokoknya pada pesta St. Antonius semua yang hadir berpesta bersama. Kalau tidak begini, kapan lagi!?”

Kita?
Sebagai penutup kita perlu bertanya kepada diri sendiri: “Bagaimana dengan kita, dengan saya?” Bagaimanapun juga, semangat “Roti St. Antonius” itu perlu ditumbuh-kembangkan juga  dalam hati kita. Melalui St. Antonius Tuhan telah bermurah hati kepada kita. Tegakah bila kita (tetap) bersikap pelit, hitung-hitungan dalam kasih terhadap sesama?

Di semua biara dan gereja para Fransiskan di Indonesia, memang belum ada kotak “Roti St. Antonius”. Apakah belum berani mengadakannya? Seandainya diadakan, akankah terisi kotak itu? Suatiu pertanyaan besar. “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” kata Yesus (Luk 6:36). (Pater Alfons S. Suhardi, OFM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin