Sabtu, 18 Februari 2017

Melayani dengan Rendah Hati; Transisi, Pembekalan, dan Perutusan di Paroki Santo Paulus Depok

KOTA DEPOK
- Ada datang, ada pula yang pergi. Demikianlah dinamika kehidupan Gereja yang terus bergerak dalam irama waktu dan perutusan. Paroki Santo Paulus Depok baru saja menutup satu babak dan membuka lembaran baru. Masa tugas Dewan Pastoral Paroki (DPP) periode 2013–2016 telah usai. Pastor paroki, RP. Yosef Tote, OFM, kini melanjutkan karya pelayanannya di Cianjur, sementara RP. Anton Saat Manurung, OFM, melayani di Yayasan Santo Yusuf, Sindanglaya, Cipanas.

Tongkat estafet kini dipegang oleh RP. Alferinus Gregorius Pontus, OFM—akrab disapa Pater Goris—yang didampingi oleh dua pastor rekan: RP. Bartolomeus Jandu, OFM dan RP. Alfons Suhardi, OFM. Di bawah kepemimpinan pastoral yang baru ini, Paroki Santo Paulus Depok menegaskan kembali komitmennya untuk melayani umat dengan semangat rendah hati dan penuh kasih.

Untuk memperkuat fondasi pelayanan, para pengurus DPP dan Dewan Keuangan Paroki (DKP) periode 2017–2019 mengadakan pembekalan selama dua hari, 18–19 Februari 2017, di Sasono Mulyo, Cilodong, Depok. Dengan tema “Melayani dengan Rendah Hati,” kegiatan ini diikuti oleh sekitar 150 peserta yang terdiri dari pengurus seksi, wilayah, lingkungan, dan kelompok kategorial.

Kegiatan ini bukan sekadar formalitas. Ia adalah ruang formasi, tempat para pelayan Gereja digembleng secara spiritual dan emosional. Melalui permainan tim yang dirancang untuk membangun kerja sama dan komunikasi, para peserta diajak untuk menyadari bahwa pelayanan bukanlah kerja individu, melainkan karya bersama dalam tubuh Kristus.

Dalam sambutan pembukaannya, Pater Goris menyampaikan pesan yang menggugah: “Pengalaman Musa hendaknya dibagikan kepada orang lain. Dengan kata lain: siap untuk diutus.”

Ia menekankan bahwa setiap orang yang hadir dalam pembekalan ini adalah pribadi terpilih. Bukan karena sempurna, tetapi karena bersedia. “Jangan pernah merasa tidak mampu, rendah diri, atau kecil hati. Kita memiliki kemampuan,” tegas imam asal Kefamenanu, NTT, yang pernah berkarya di Thailand ini.

Lebih jauh, Pater Goris mengajak seluruh peserta untuk melihat pelayanan sebagai bagian dari pewartaan Kerajaan Allah. “Dalam setiap perjalanan hidup—baik atau buruk—kita dipanggil untuk bersaksi. Walau banyak ilalang di antara gandum, kita tetap harus menabur benih kasih,” ujarnya.

Sebagai seorang aktivis kerasulan awam, saya melihat pembekalan ini sebagai cermin dari Gereja yang hidup. Gereja yang tidak hanya mengandalkan hirarki, tetapi juga memberdayakan umat awam untuk ambil bagian dalam misi Kristus. Dalam Christifideles Laici, Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa umat awam memiliki peran khas dalam menguduskan dunia dari dalam.

Pembekalan ini adalah bentuk nyata dari formasi berkelanjutan. Ia menanamkan kesadaran bahwa pelayanan bukan soal jabatan, tetapi soal kesediaan untuk mencintai, untuk hadir, dan untuk menjadi saksi di tengah dunia yang haus akan kasih dan keadilan.

Dua hari di Cilodong bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan pelayanan yang lebih luas. Para peserta kembali ke wilayah dan lingkungan masing-masing dengan semangat baru: melayani dengan rendah hati, bersaksi dengan keberanian, dan mewartakan kasih Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Karena pada akhirnya, kerasulan awam bukan hanya tentang apa yang kita lakukan di dalam gereja, tetapi tentang bagaimana kita membawa terang Kristus ke tengah masyarakat—di rumah, di kantor, di pasar, di jalanan.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#kerasulanawam #gerejakatolik #melayanidenganrendahhati #pembekalandppdepok #wartakasih #imandankeadilan #siapdiutus #komunitasbasis #cintadalamtindakan #parokisantopaulusdepok #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin