Kamis, 16 Februari 2017

Fenomena Perkembangan Agama Katolik di Manggarai, Flores, NTT

Fransiska Widyawati
Pada tanggal 11 April 2013, salah satu mahasiswa Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS), yang merupakan konsorsium tiga universitas – UGM, UIN Sunan Kalijaga, dan UKDW – Fransiska Widyawati, berhasil mempertahankan disertasinya dengan judul The Development of Catholicism in Flores, Eastern Indonesia: Manggarai Identity, Religion and Politics dihadapan para penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktoral yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana UGM. Disertasi ini merupakan suatu kajian mengenai perkembangan Kekatolikan di Manggarai, Flores Barat, pada tahun 1912-2012. Saat ini, Fransiska merupakan mahasiswa perempuan pertama dan tercepat dalam menyelesaikan studinya di ICRS.

Dalam disertasi ini, Fransiska secara khusus focus pada tiga topic pembahasan, yaitu proses perkembangan agama Katolik di Manggarai, bagaimana dampak eksistensi Kekatolikan bagi masyarakat Manggarai dan tantangan dan peluang teologis yang muncul dalam pertemuan antara Kekatolikan dan nilai-nilai keyakinan dan kebudayaan asli Manggarai. Berdasarkan focus pembahasan, tujuan utama penulisan disertasi ini adalah memberikan gambaran mengenai perkembangan Kekatolikan di Manggarai dan menganalisis dampak, persoalan dan pergulatan masyarakat Manggarai ketika diperhadapkan dengan karya misi gereja Katolik serta memberikan gambaran tantangan teologis bagi gereja Katolik dalam melanjutkan karya misi di Manggarai.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pesat gereja Katolik di Manggarai, yaitu: Pada awal perkembangannya, gereja Katolik di Manggarai didukung secara penuh oleh pemerintah colonial dan selanjutnya dukungan tersebut dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia pada awal kemerdekaan sampai saat ini, Jika dibandingkan dengan keyakinan asli masyarakat Manggarai, agama Katolik dianggap lebih bersifat sistematis, hierarkis dan logis yang kemudian memudahkan Kekatolikan diterima oleh masyarakat Manggarai, Agama Katolik mampu beradaptasi dengan kebudayaan local sehingga masyarakat tidak merasa terasing dari kebudayaannya ketika ia menjadi Katolik, dan Dampak langsung kehadiran gereja Katolik bagi masyarakat Manggarai, khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

Di samping itu, situasi dan kondisi masyarakat Manggarai yang mudah menerima ajaran Katolik dan menjadikan Kekatolikan sebagai bagian dari identitas mereka merupakan hal yang turut mendukung perkembangan pesat gereja Katolik di Manggarai. Namun, perkembangan Kekatolikan di Manggarai juga diwarnai dengan masalah, konflik dan pergulatan. Proses pembentukan identitas “Katolik-Manggarai” dilewati melalui suatu proses yang lama dan berhadapan dengan berbagai tantangan dan konflik. Bagi masyarakat Manggarai itu sendiri, Kekatolikan tidak dapat dialami secara murni, terlepas dari nilai dan norma kebudayaan yang telah ada jauh sebelum Kekatolikan.

Perkembangan iman Katolik di Manggarai selalu berlangsung dalam dialog intensif antara Kekatolikan dan nilai budaya di Manggarai sehingga kedua unsur ini dapat saling memperkaya. Dengan adanya ruang perjumpaan dan dialog antara Kekatolikan dan nilai-nilai budaya Manggarai, iman Katolik dapat berkembang dengan pesat di Manggarai. Bentuk-bentuk perjumpaan dan dialog dapat mewujud dalam keyakinan atau teologi dasar, tata social, simbol religius maupun fungsi agama bagi masyarakat. Situasi ini kemudian menjadi sebuah tantangan bagi teologi untuk dapat mengembangkan suatu bentuk pendekatan inter-kultural, tidak hanya sekedar menerapkan konsep teologi yang berasal dari luar ke dalam konteks lokal, demikian penjelasan Fransiska dalam disertasinya.

Berdasarkan hasil penemuan penelitiannya, Fransiska kemudian merekomendasikan suatu bentuk pemikiran teoritis baru yaitu relasi keberagaman dengan kebudayaan lokal yang bersifat mutual dan dominan. Perjumpaan dan dialog antara agama dan kebudayaan merupakan suatu hal yang bersifat dinamis dan mutualis. Hal ini dapat menjadi sesuatu yang positif karena perjumpaan dan dialog antara dua entitas yang berbeda dapat saling mendukung dan memperkaya kedua entitas itu. Di lain pihak, pola relasi yang dominatif hanya akan menegasikan makna eksistensi kedua entitas tadi dan menciptakan ruang kosong dalam perjumpaan dan dialog. Proses perkembangan iman Katolik di Manggarai merupakan salah satu contoh hubungan yang dinamis dan mutualis dalam perjumpaan dan dialog antara agama dan kebudayaan lokal. (uin-suka.ac.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin