Kamis, 09 Februari 2017

Dari Lingkungan Menuju Komunitas Umat Basis; Mewujudkan Gereja yang Partisipatif dan Misioner

KOTA DEPOK
- Di tengah dinamika kehidupan umat Katolik perkotaan yang kompleks, Paroki Santo Paulus Depok pernah menginisiasi sebuah eksperimen pastoral yang berani dan progresif: mengganti istilah “lingkungan” dengan “Komunitas Umat Basis” (KUB). Gagasan ini muncul di era penggembalaan Pater Tauchen Hotlan Girsang, OFM (2011–2013), sebagai upaya untuk membumikan semangat communio dan misio dalam kehidupan menggereja.

Namun seperti semua perubahan struktural dalam Gereja, gagasan ini tidak berjalan mulus. Ia menimbulkan diskusi, resistensi, bahkan kegamangan. Tapi justru di situlah letak kekayaan reflektifnya: bahwa Gereja adalah tubuh yang hidup, yang terus bertumbuh melalui dialog, discernment, dan dinamika umat.

Secara teologis dan pastoral, pembentukan KUB tidak bertentangan dengan statuta Gereja Katolik. Hirarki Gereja memang dimulai dari Tahta Suci hingga paroki, namun struktur di bawah paroki—lingkungan, wilayah, kring, stasi—sepenuhnya merupakan kebijakan pastoral lokal.

KUB dirancang bukan sekadar sebagai nomenklatur baru, tetapi sebagai paradigma baru. Ia menekankan partisipasi aktif umat dalam pewartaan Injil, pembinaan iman, dan pelayanan sosial. Dalam semangat ini, awam tidak lagi menjadi penonton, tetapi pelaku utama dalam reksa pastoral.

“Untuk mewujudkan Gereja yang communio dan misio perlu dibentuk komunitas umat basis,” tulis Romo Franz Magnis-Suseno, S.J., dalam refleksi pastoralnya.

Namun, seperti yang sering terjadi dalam transformasi struktural, implementasi KUB menghadapi tantangan di lapangan. Sosialisasi yang memakan waktu hampir satu tahun belum sepenuhnya mengubah pola pikir umat. Banyak yang masih berpegang pada prinsip “kalau yang lama masih baik, mengapa harus diganti?”

Kendala teknis juga muncul, terutama dalam koordinasi lintas paroki yang belum menggunakan istilah KUB. Hal ini menimbulkan kebingungan administratif dan komunikasi. Akhirnya, Keuskupan Bogor merespons dengan menerbitkan surat penyeragaman istilah lingkungan dan wilayah di seluruh keuskupan.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya tidak melihat tereliminasinya istilah KUB sebagai kegagalan. Justru ini adalah bukti bahwa proses demokratisasi dalam Gereja berjalan sehat. Bahwa setiap kebijakan pastoral harus diuji dalam realitas umat, dan bahwa perubahan sejati tidak selalu harus dimulai dari struktur, tetapi dari semangat.

Paroki Santo Paulus Depok pun menunjukkan kebijaksanaan pastoral yang luar biasa. Alih-alih memaksakan istilah, mereka mengadopsi semangat KUB dengan membagi lingkungan menjadi unit-unit kecil berisi 20–30 kepala keluarga. Ini memungkinkan pembinaan iman dan partisipasi umat menjadi lebih intens dan personal.

Semangat KUB kini hidup dalam berbagai kegiatan kategorial yang berkembang pesat di paroki:

  • Kursus evangelisasi pribadi yang terus meningkat pesertanya
  • Kelompok koor lintas lingkungan dan wilayah
  • Komunitas kharismatik yang aktif dalam doa dan pelayanan

Semua kegiatan ini tetap berada dalam pengawasan pastoral paroki, memastikan bahwa semangat communio dan misio tetap menjadi roh dari setiap aktivitas.

Kisah KUB di Paroki Santo Paulus Depok adalah cermin dari Gereja yang hidup. Gereja yang tidak takut bereksperimen, yang berani mendengar suara umat, dan yang terus mencari bentuk terbaik untuk mewujudkan perutusan Kristus di tengah dunia modern.

Karena pada akhirnya, Gereja bukan soal struktur, tetapi soal relasi. Bukan soal istilah, tetapi soal semangat. Dan semangat itu adalah kasih yang diwujudkan dalam partisipasi, pelayanan, dan pewartaan.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#komunitasumatbasis #kerasulanawam #gerejakatolik #wartakasih #imanyanghidup #parokisantopaulusdepok #evangelisasipribadi #gerejayangpartisipatif #cintadalamtindakan #transformasipastoral

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin