Rabu, 08 Februari 2017

Jejak Perutusan di Tanah Cianjur; Sebuah Perjalanan Iman dan Perpisahan

CIANJUR
- Tepat pukul 13.00, di bawah langit Cianjur yang bersahabat, Pater Yosef Tote, OFM melangkahkan kaki memasuki gerbang utama Paroki St. Petrus. Langkahnya tenang, namun sarat makna. Di wajahnya tergambar keheningan batin yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang pernah mengalami perpisahan dalam perutusan. Ia datang bukan sebagai tamu, tetapi sebagai saudara yang berpindah ladang pelayanan.

Sebelum acara serah terima dimulai, rombongan dari Paroki St. Paulus Depok menyempatkan diri berkunjung ke kompleks doa di belakang gereja. Di sana berdiri Jalan Salib dan patung Bunda Maria Ibu Segala Bangsa—sebuah tempat ziarah yang dibangun di bawah kepemimpinan Pater Anton Sahat Manurung, OFM, yang kini bertugas di Sindanglaya.

Tempat ini bukan sekadar taman doa. Ia adalah ruang kontemplatif yang mengajak setiap peziarah untuk menyelami misteri penderitaan Kristus dan kasih Bunda Maria yang universal. Di sinilah, dalam keheningan dan keindahan, umat menyatukan doa-doa mereka sebelum melanjutkan perjalanan ke aula paroki.

Aula Paroki St. Petrus Cianjur yang luas dan tinggi—biasa digunakan untuk olahraga dan kegiatan komunitas—menjadi saksi momen penting: penyerahan Pater Yosef Tote, OFM dari Paroki St. Paulus Depok kepada Paroki St. Petrus Cianjur. Karena pastor paroki lama sedang di Yogyakarta dan pastor baru belum tiba dari Flores, acara ini diterima secara simbolis oleh Pater Haryo, OFM, Direktur Panti Asuhan St. Yusup, Sindanglaya.

Pater Goris, OFM, pastor paroki Depok, menyerahkan Pater Yosef dengan penuh harapan dan doa. Meski serah terima jabatan belum formal, semangat pelayanan sudah mulai menyala. Bersama Bruder Albert, OFM, Pater Yosef langsung bersiap melanjutkan karya pastoral di ladang baru.

Tak ada perpisahan yang mudah, apalagi dalam komunitas yang telah berbagi suka dan duka pelayanan. Saat Pater Yosef memberikan berkat perpisahan, suaranya tersendat oleh emosi. Air mata mengalir, bukan karena sedih semata, tetapi karena syukur dan cinta yang mendalam.

Lagu “Kemesraan Ini” dilantunkan oleh Bu Ningsih dan diikuti oleh seluruh rombongan. Tisue menjadi barang paling dicari sore itu. Tangisan bukan kelemahan, melainkan tanda bahwa kasih telah tumbuh dan berakar.

Pukul 14.30, rombongan mulai meninggalkan Cianjur. Namun sebelum benar-benar pulang, bis harus menjemput Bu Ningsih yang sudah lebih dulu melesat ke Hipermart untuk membeli CD karaoke. Sepuluh keping penuh lagu-lagu nostalgia pun mengiringi perjalanan pulang.

Di tengah gerimis dan kabut Puncak yang khas, suasana bis berubah menjadi ruang sukacita. Bu Lastri dan Bu Ningsih memimpin karaoke, sementara sebagian peserta tertidur karena kelelahan. Begitu keluar dari kebun teh, cuaca membaik, dan lalu lintas pun lancar.

Pukul 18.50, rombongan tiba di halaman parkir St. Paulus Depok. Pater Alfons memimpin doa syukur, menutup perjalanan ini dengan pujian kepada Tuhan atas penyertaan-Nya.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat bahwa peristiwa ini bukan sekadar mutasi pastoral. Ia adalah bagian dari dinamika Gereja yang hidup. Bahwa setiap perpindahan imam bukan hanya soal administrasi, tetapi soal perutusan. Bahwa setiap air mata perpisahan adalah tanda bahwa pelayanan telah menyentuh hati.

Gereja bukan hanya bangunan. Ia adalah komunitas yang bergerak, yang saling mengutus, dan yang terus mewartakan kasih Allah di mana pun berada. Dan dalam setiap langkah kaki seorang imam, kita melihat jejak Kristus yang terus berjalan bersama umat-Nya.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#perutusanimam #kerasulanawam #gerejakatolik #wartakasih #imanyanghidup #stpetruscianjur #stpaulusdepok #cintadalamtindakan #ziarahiman #persaudaraanfransiskan #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin