Menurut Kepala Biro Pers Media dan Informasi, Bey Machmudin,
pertemuan tersebut dihadiri oleh sembilan tokoh Islam, empat tokoh Kristen
Protestan, empat tokoh Katolik, empat tokoh Buddha, empat tokoh Hindu, dan tiga
tokoh Konghucu. Dari Gereja Katolik, hadir Mgr. Ignatius Suharyo, Mgr. Antonius
Subianto OSC, Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM, dan Prof. Franz Magnis
Suseno—empat figur yang telah lama menjadi suara moral dan spiritual dalam
kehidupan berbangsa.
Kehadiran tokoh-tokoh lintas agama ini menunjukkan bahwa
Indonesia bukan hanya negara demokratis, tetapi juga negara yang menjunjung
tinggi pluralisme. Dalam konteks kerasulan awam, pertemuan ini menjadi
panggilan bagi umat Katolik untuk terus terlibat aktif dalam membangun dialog,
kerja sama, dan solidaritas lintas iman.
Raja Salman, sebagai pemimpin dari pusat spiritual dunia
Islam, tidak hanya datang membawa agenda politik dan ekonomi, tetapi juga pesan
damai. Dalam pertemuan tertutup itu, ia menyampaikan apresiasi terhadap
kerukunan umat beragama di Indonesia. Sebuah pengakuan yang penting, mengingat
Arab Saudi selama ini kerap dikaitkan dengan konservatisme keagamaan.
Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat bahwa diplomasi
spiritual seperti ini adalah bentuk baru dari evangelisasi sosial. Gereja
Katolik, melalui para pemimpinnya, hadir bukan untuk menguasai, tetapi untuk
bersaksi. Dalam terang ajaran Konsili Vatikan II, khususnya dokumen Nostra
Aetate, dialog antaragama adalah bagian dari misi Gereja untuk membangun
dunia yang adil dan damai.
Pertemuan ini juga menjadi pengingat bahwa persaudaraan
lintas iman bukanlah utopia. Ia nyata, hidup, dan bisa dibangun. Tokoh-tokoh
seperti Din Syamsuddin, Yenny Wahid, Bhikku Sri Pannyavaro, Wisnu Bawa Tenaya,
dan Uung Sendana telah lama menjadi jembatan antar komunitas. Gereja Katolik,
melalui ormas seperti FMKI, WKRI, ISKA, dan Pemuda Katolik, juga terus berperan
aktif dalam membangun ruang dialog dan kerja sama.
Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, pertemuan ini adalah
oase. Ia menunjukkan bahwa perbedaan tidak harus menjadi sumber konflik, tetapi
bisa menjadi kekuatan untuk membangun peradaban kasih.
Pertemuan Raja Salman dengan para tokoh lintas agama di
Jakarta adalah pesan kuat dari Indonesia untuk dunia: bahwa keberagaman adalah
kekayaan, bukan ancaman. Bahwa agama, jika dijalankan dengan hati yang terbuka,
akan menjadi kekuatan pemersatu, bukan pemecah.
Mari kita terus mewartakan kasih dan cinta Allah kepada
dunia, melalui dialog, kerja sama, dan kesaksian hidup. Sebab, seperti yang
diajarkan Kristus, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan
disebut anak-anak Allah” (Mat. 5:9).
✍️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis
Kerasulan Awam Gereja Katolik
#kerasulanawam #gerejakatolik #rajasalmandiindonesia
#dialoglintasagama #peradabankasih #nkrihargamati #wartakasih #imanyanghadir
#diplomasispiritual #gerejayangterlibat #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin