NAGEKEO, FLORES - “Selamat memasuki Minggu Adven Pertama. Mari kita pergi ke rumah Tuhan dengan sukacita.” Kalimat ini bukan sekadar sapaan liturgis, melainkan undangan spiritual yang menggugah hati. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang kian bising oleh hiruk politik, krisis ekonomi, dan luka sosial, Adven datang sebagai jeda yang penuh makna—sebuah waktu penantian yang aktif, bukan pasif.
Dalam tradisi Gereja Katolik, lilin ungu pertama yang dinyalakan pada Minggu
Adven Pertama melambangkan harapan. Harapan bukanlah optimisme kosong,
melainkan keyakinan bahwa Allah hadir dan berkarya dalam sejarah manusia.
Harapan adalah keberanian untuk tetap mencintai, meski dunia menawarkan
kebencian; untuk tetap membela keadilan, meski sistem kerap timpang; untuk
tetap melayani, meski balasan tak kunjung datang.
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya menyaksikan
bagaimana harapan itu menyala dalam tindakan nyata. Di pelosok Nusa Tenggara,
komunitas Katolik membangun koperasi petani yang dikelola secara transparan dan
berbasis nilai Injili. Di kota-kota besar, para profesional Katolik mendampingi
masyarakat miskin dalam menghadapi ketidakadilan hukum. Di desa-desa, para ibu
rumah tangga Katolik mengorganisir dapur umum dan kelas literasi bagi anak-anak
marginal.
Kerasulan awam bukanlah pilihan, melainkan konsekuensi dari baptisan. Dalam Evangelii
Gaudium, Paus Fransiskus menegaskan bahwa setiap orang beriman adalah
misionaris. Artinya, kita semua dipanggil untuk menjadi saksi kasih Allah di
tempat kerja, di pasar, di ruang sidang, di rumah, dan di jalanan.
Gereja bukan hanya tempat ibadah, tetapi komunitas yang hidup dan bergerak.
Ketika umat Katolik terlibat dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, dan
kemasyarakatan, mereka sedang mewartakan Injil dengan cara yang paling konkret.
Mereka menjadi lilin yang menyala di tengah kegelapan dunia.
Dalam kerja advokasi, saya sering menjumpai wajah-wajah Kristus yang
tersembunyi: dalam tangis ibu yang kehilangan tanahnya karena penggusuran,
dalam jerih payah buruh yang tak dibayar upahnya, dalam perjuangan anak muda
yang mencari keadilan di tengah sistem yang korup. Di sanalah Adven menjadi
nyata—bukan dalam liturgi semata, tetapi dalam keberpihakan kepada yang kecil
dan tertindas.
Adven adalah perjalanan. Bukan hanya menuju Natal, tetapi menuju kedalaman
iman dan keterlibatan sosial yang lebih radikal. Ketika kita pergi ke rumah
Tuhan dengan sukacita, kita tidak hanya membawa tubuh kita ke gereja, tetapi
juga membawa dunia ke dalam doa kita—dunia yang terluka, yang menanti
penyembuhan, yang haus akan kasih.
Mari kita nyalakan lilin harapan itu. Mari kita menjadi terang. Karena dalam
setiap tindakan kasih, dalam setiap langkah menuju keadilan, Kristus sedang
datang.
Oleh;
Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Katolik
#shdariusleka
#reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #mingguadvenpertama
#kerasulanawam #gerejakatolik #imanaktif #harapanmenyala

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin