JAKARTA - Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) dalam Gereja Katolik bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk tanggung jawab pastoral untuk membekali pasangan dengan fondasi iman, moral, dan psikologis yang kokoh demi membangun keluarga Katolik yang tangguh dan kudus.
Di tengah euforia cinta dan rencana pesta pernikahan yang
megah, Gereja Katolik justru mengajak pasangan calon suami-istri untuk berhenti
sejenak, duduk bersama, dan mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan (KPP). Bagi
sebagian orang, ini mungkin terasa seperti prosedur administratif belaka. Namun
sesungguhnya, KPP adalah ruang suci untuk merenung, belajar, dan mempersiapkan
diri secara utuh menghadapi sakramen perkawinan yang sakral dan tak
terpisahkan.
Pernikahan dalam Gereja Katolik bukan sekadar kontrak
sosial, melainkan sakramen—tanda kasih Allah yang hidup. Dalam Gaudium et
Spes dan Familiaris Consortio, Gereja menegaskan bahwa keluarga
adalah “Gereja kecil” tempat kasih Allah diwartakan dan dihidupi. Maka,
mempersiapkan diri untuk pernikahan berarti mempersiapkan diri untuk menjadi
saksi kasih Allah di tengah dunia.
KPP hadir sebagai bentuk tanggung jawab Gereja untuk
memastikan bahwa pasangan memahami makna terdalam dari janji yang akan mereka
ucapkan: setia dalam untung dan malang, sehat dan sakit, sampai maut
memisahkan.
KPP bukan kuliah satu arah. Ia adalah ruang dialog,
refleksi, dan pertumbuhan. Materi yang dibahas mencakup:
- Teologi
Sakramen Perkawinan:
Mengapa pernikahan itu kudus dan tak terceraikan.
- Psikologi
dan Komunikasi: Mengenal diri dan pasangan
secara lebih dalam.
- Moral
dan Seksualitas: Hidup suci dalam relasi
suami-istri.
- Ekonomi
Keluarga: Mengelola keuangan rumah
tangga secara bijak.
- Kesehatan
Reproduksi dan Etika Katolik:
Termasuk panduan tentang keluarga berencana alami.
- Peran
dalam Gereja dan Masyarakat:
Menjadi keluarga yang aktif dalam kerasulan.
Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat KPP sebagai
titik awal kerasulan keluarga. Di sinilah pasangan belajar bahwa pernikahan
bukan hanya tentang dua insan, tetapi tentang misi bersama: membangun keluarga
yang menjadi garam dan terang dunia.
Banyak komunitas kerasulan awam kini terlibat dalam
penyelenggaraan KPP, menghadirkan narasumber dari berbagai bidang: imam,
psikolog, dokter, advokat, hingga pasangan senior. Ini adalah bentuk sinergi
Gereja yang hidup—di mana umat saling membekali dan menguatkan.
Cinta yang sejati tidak berhenti di altar. Ia bertumbuh,
diuji, dan dimurnikan dalam kehidupan sehari-hari. KPP adalah langkah awal
untuk memastikan bahwa cinta itu tidak hanya membara, tetapi juga berakar dalam
iman, pengertian, dan komitmen.
Maka, ketika Gereja mewajibkan KPP, itu bukan karena
birokrasi. Itu karena cinta. Karena Gereja ingin setiap pasangan tidak hanya
menikah, tetapi juga bertahan, bertumbuh, dan menjadi berkat.
Oleh Darius Leka, S.H., M.H. –
Advokat dan Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik
#shdariusleka #reels #foryou #fyp
#jangkauanluas @semuaorang #katolik #kerasulanawam #kursuspersiapanperkawinan
#keluargakatolik #sakramenperkawinan #kasihAllah

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin