Rabu, 17 Desember 2025

Dispensasi Nikah Beda Agama; Antara Hukum Gereja dan Kasih Allah yang Inklusif

KOTA DEPOK - Di tengah dinamika masyarakat pluralistik seperti Indonesia, pertanyaan tentang perkawinan beda agama dalam Gereja Katolik kerap muncul dari umat. Apakah mungkin seorang Katolik menikah dengan pasangan non-Katolik? Apa sikap Gereja? Dan bagaimana hukum kanonik menanggapi realitas ini?

Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya melihat bahwa isu ini bukan sekadar soal legalitas, tetapi juga menyentuh ranah pastoral, spiritual, dan sosial. Maka, mari kita telusuri secara jernih dan mendalam.

Perjumpaan lintas iman dalam kehidupan sehari-hari tak terelakkan. Cinta tumbuh tanpa memandang agama. Namun, ketika cinta itu hendak diikat dalam sakramen perkawinan, umat Katolik dihadapkan pada aturan Gereja yang tegas namun tetap membuka ruang kasih.

Gereja Katolik, berdasarkan Codex Iuris Canonici (CIC) kanon 1124, menyatakan bahwa perkawinan antara seorang Katolik dan seorang yang tidak dibaptis adalah invalid, kecuali ada dispensasi dari otoritas Gereja. Dispensasi ini bukan sekadar formalitas, melainkan hasil dari proses pastoral yang mendalam.

Dispensasi adalah izin resmi dari otoritas Gereja (biasanya Uskup) untuk mengesahkan perkawinan beda agama. Namun, dispensasi hanya diberikan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain:

  • Pihak Katolik harus menyatakan kesediaannya mempertahankan imannya dan berusaha membaptis anak-anak secara Katolik.
  • Pasangan non-Katolik harus memahami komitmen pasangannya dan tidak menghalangi praktik iman Katolik.

Proses ini bukan untuk mempersulit, melainkan untuk memastikan bahwa iman Katolik tetap dijaga dan dihormati dalam kehidupan keluarga.

Sebagai bagian dari kerasulan awam, kita dipanggil untuk menjadi jembatan antara ajaran Gereja dan realitas umat. Komunitas kerasulan awam di berbagai keuskupan telah aktif mendampingi pasangan beda agama, memberikan edukasi hukum kanonik, serta membangun dialog lintas iman yang konstruktif.

Dalam pelayanan sosial dan hukum, kami mendampingi umat yang mengalami kebingungan, bahkan penolakan, karena cinta mereka dianggap “tidak sah”. Di sinilah kasih Allah harus diwartakan: bukan dengan menghakimi, tetapi dengan mendampingi, menjelaskan, dan menguatkan.

Gereja bukan menara gading yang kaku, melainkan ibu yang bijaksana. Dispensasi bukan kompromi terhadap iman, melainkan bentuk eklesiologi pastoral yang memahami kompleksitas hidup umat. Kasih Allah tidak terbatas oleh sekat agama, dan Gereja dipanggil untuk menjadi saksi kasih itu.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya percaya bahwa tugas kita bukan hanya menjaga kemurnian ajaran, tetapi juga menghadirkan wajah Allah yang penuh cinta dan pengertian di tengah dunia yang terluka.

 

Ditulis oleh; Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang
#katolik #dispensasinikah #kerasaluanawam #cintalintasiman #gerejakatolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin