KOTA DEPOK - Frater dalam Gereja Katolik adalah sebutan bagi pria yang sedang menjalani masa pendidikan dan formasi menuju tahbisan imam atau hidup religius. Ia belum ditahbiskan, namun telah mengikrarkan hidupnya untuk melayani Allah dan sesama.
Di tengah dinamika kehidupan Gereja Katolik, kita sering mendengar umat
menyapa seorang pria muda berjubah dengan sebutan “Frater.” Namun, siapa
sebenarnya mereka? Apakah frater itu sama dengan pastor? Atau hanya mahasiswa
teologi biasa? Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan kebutuhan akan pemahaman
yang lebih dalam tentang struktur dan panggilan dalam Gereja.
Kata “Frater” berasal dari bahasa Latin yang berarti “saudara.” Dalam
konteks Gereja Katolik, frater adalah pria yang sedang menjalani masa formasi
menuju tahbisan imamat atau hidup religius. Ia bisa berasal dari tarekat
religius (seperti Jesuit, Fransiskan, Benediktin) atau dari seminari keuskupan.
Masa ini bukan sekadar studi akademik, tetapi juga pembentukan spiritual,
emosional, dan pastoral yang mendalam.
Frater bukanlah pastor muda. Ia belum ditahbiskan menjadi imam. Namun, ia
telah mengambil langkah besar: meninggalkan kenyamanan duniawi untuk mengikuti
panggilan Allah. Ia hidup dalam komunitas, menaati aturan, dan menjalani
disiplin rohani yang ketat. Dalam banyak hal, frater adalah benih yang sedang
tumbuh menuju pohon pelayanan yang kokoh.
Dalam tarekat religius, seorang frater biasanya mengucapkan kaul-kaul
evangelis: kemiskinan, ketaatan, dan kemurnian. Kaul ini bukan sekadar janji,
melainkan pernyataan totalitas hidup untuk Allah. Sementara di seminari
keuskupan, frater menjalani masa pendidikan filsafat dan teologi sebelum
ditahbiskan menjadi diakon dan kemudian imam.
Namun, tidak semua frater akan menjadi imam. Ada juga yang memilih menjadi
bruder—anggota religius yang tidak ditahbiskan namun tetap melayani dalam
bidang pendidikan, kesehatan, atau sosial. Ini menunjukkan bahwa panggilan
dalam Gereja sangat beragam, namun semuanya bermuara pada satu hal: pelayanan
kasih.
Sebagai aktivis rasul awam, saya melihat bahwa frater dan umat awam bukan
dua dunia yang terpisah. Justru, kita adalah dua sayap Gereja yang harus
terbang bersama. Frater dipersiapkan untuk menjadi gembala, sementara umat awam
dipanggil untuk menjadi garam dan terang di tengah masyarakat.
Kegiatan kerasulan awam—dalam bidang hukum, sosial, ekonomi, dan
kemasyarakatan—adalah bentuk konkret pewartaan Injil. Kita tidak hanya
mendukung para frater dengan doa, tetapi juga menjadi mitra dalam mewujudkan
Kerajaan Allah di dunia. Dalam sinergi ini, kasih Allah menjadi nyata dan
menyentuh banyak hati.
Memanggil seseorang “Frater” bukan sekadar sapaan. Itu adalah pengakuan atas
panggilan suci yang sedang dijalani. Itu adalah doa yang terucap dalam bentuk
penghormatan. Dan itu adalah pengingat bagi kita semua, bahwa setiap orang—baik
frater maupun awam—dipanggil untuk menjadi saksi kasih Allah.
Oleh Darius
Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik
#shdariusleka
#reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #katolik #kerasulanawam #frater
#panggilanhidup #gerejakatolik #kasihAllah

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin