Jumat, 12 Desember 2025

“Frater”; Lebih dari Sekadar Panggilan

KOTA DEPOK - Frater dalam Gereja Katolik adalah sebutan bagi pria yang sedang menjalani masa pendidikan dan formasi menuju tahbisan imam atau hidup religius. Ia belum ditahbiskan, namun telah mengikrarkan hidupnya untuk melayani Allah dan sesama.

Di tengah dinamika kehidupan Gereja Katolik, kita sering mendengar umat menyapa seorang pria muda berjubah dengan sebutan “Frater.” Namun, siapa sebenarnya mereka? Apakah frater itu sama dengan pastor? Atau hanya mahasiswa teologi biasa? Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan kebutuhan akan pemahaman yang lebih dalam tentang struktur dan panggilan dalam Gereja.

Kata “Frater” berasal dari bahasa Latin yang berarti “saudara.” Dalam konteks Gereja Katolik, frater adalah pria yang sedang menjalani masa formasi menuju tahbisan imamat atau hidup religius. Ia bisa berasal dari tarekat religius (seperti Jesuit, Fransiskan, Benediktin) atau dari seminari keuskupan. Masa ini bukan sekadar studi akademik, tetapi juga pembentukan spiritual, emosional, dan pastoral yang mendalam.

Frater bukanlah pastor muda. Ia belum ditahbiskan menjadi imam. Namun, ia telah mengambil langkah besar: meninggalkan kenyamanan duniawi untuk mengikuti panggilan Allah. Ia hidup dalam komunitas, menaati aturan, dan menjalani disiplin rohani yang ketat. Dalam banyak hal, frater adalah benih yang sedang tumbuh menuju pohon pelayanan yang kokoh.

Dalam tarekat religius, seorang frater biasanya mengucapkan kaul-kaul evangelis: kemiskinan, ketaatan, dan kemurnian. Kaul ini bukan sekadar janji, melainkan pernyataan totalitas hidup untuk Allah. Sementara di seminari keuskupan, frater menjalani masa pendidikan filsafat dan teologi sebelum ditahbiskan menjadi diakon dan kemudian imam.

Namun, tidak semua frater akan menjadi imam. Ada juga yang memilih menjadi bruder—anggota religius yang tidak ditahbiskan namun tetap melayani dalam bidang pendidikan, kesehatan, atau sosial. Ini menunjukkan bahwa panggilan dalam Gereja sangat beragam, namun semuanya bermuara pada satu hal: pelayanan kasih.

Sebagai aktivis rasul awam, saya melihat bahwa frater dan umat awam bukan dua dunia yang terpisah. Justru, kita adalah dua sayap Gereja yang harus terbang bersama. Frater dipersiapkan untuk menjadi gembala, sementara umat awam dipanggil untuk menjadi garam dan terang di tengah masyarakat.

Kegiatan kerasulan awam—dalam bidang hukum, sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan—adalah bentuk konkret pewartaan Injil. Kita tidak hanya mendukung para frater dengan doa, tetapi juga menjadi mitra dalam mewujudkan Kerajaan Allah di dunia. Dalam sinergi ini, kasih Allah menjadi nyata dan menyentuh banyak hati.

Memanggil seseorang “Frater” bukan sekadar sapaan. Itu adalah pengakuan atas panggilan suci yang sedang dijalani. Itu adalah doa yang terucap dalam bentuk penghormatan. Dan itu adalah pengingat bagi kita semua, bahwa setiap orang—baik frater maupun awam—dipanggil untuk menjadi saksi kasih Allah.

 

Oleh Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #katolik #kerasulanawam #frater #panggilanhidup #gerejakatolik #kasihAllah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin