KOTA DEPOK - Minggu Adven ketiga selalu menghadirkan nuansa yang berbeda. Di altar-altar Gereja Katolik Santo Paulus Depok, lilin merah muda dinyalakan. Kasula pink dikenakan oleh para imam. Warna yang tidak biasa ini bukan sekadar estetika liturgi, melainkan simbol teologis yang dalam: Gaudete—“Bersukacitalah.” Sebuah seruan yang menggema dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi (Flp 4:4), kini kembali menggema di tengah hiruk-pikuk kehidupan umat Katolik di Dekenat Utara Keuskupan Bogor, khususnya di Kota Depok.
Namun, bagaimana mungkin kita bersukacita ketika dunia di sekitar kita masih
diliputi ketidakpastian ekonomi, ketimpangan sosial, dan krisis moral?
Jawabannya terletak pada cara kita memaknai sukacita itu sendiri: bukan sebagai
pelarian dari kenyataan, melainkan sebagai kekuatan untuk mengubahnya.
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya menyaksikan bagaimana
umat Katolik di Depok menjadikan sukacita Adven sebagai energi untuk berkarya.
Di bawah semangat Arah Dasar Pastoral (AAP) 2025 yang bertema “Memberdayakan
Orang Muda dengan Reksa Pastoral Kreatif,” berbagai komunitas awam bergerak
aktif: dari OMK yang menginisiasi pelatihan digital kreatif, hingga kelompok
kategorial yang mengadakan bakti sosial dan pendampingan hukum bagi warga
marginal.
Sukacita bukan hanya dirayakan dalam liturgi, tetapi juga diwujudkan dalam
tindakan nyata. Di beberapa paroki OMK bekerja sama dengan pengurus lingkungan
untuk mengadakan pelatihan keterampilan kerja bagi pemuda putus sekolah. Di
sisi lain, Seksi Hukum Keadilan dan Perdamaian mendampingi warga dalam kasus
sengketa tanah yang mengancam tempat tinggal mereka.
Reksa pastoral kreatif bukanlah jargon kosong. Ia adalah strategi pastoral
yang menjawab tantangan zaman dengan pendekatan yang relevan dan kontekstual.
Dalam dunia yang semakin digital, kerasulan awam tidak bisa lagi hanya
mengandalkan metode konvensional. Maka, komunitas-komunitas awam di Depok mulai
memanfaatkan media sosial untuk mewartakan Injil, menyebarkan informasi
kegiatan sosial, dan membangun solidaritas lintas paroki.
Saya sendiri terlibat dalam pendampingan hukum berbasis komunitas, di mana
umat diajak untuk memahami hak-hak hukum mereka sebagai warga negara dan
sebagai anak-anak Allah. Ini adalah bentuk pewartaan yang konkret: menghadirkan
wajah Allah yang adil dan penuh kasih di tengah sistem yang sering kali tidak
berpihak.
Sukacita Adven bukanlah euforia sesaat. Ia adalah buah dari iman yang
teruji. Ketika umat menyalakan lilin merah muda, mereka sedang menyatakan bahwa
terang Kristus lebih kuat dari kegelapan dunia. Mereka percaya bahwa Sang
Juruselamat sudah dekat—bukan hanya dalam kalender liturgi, tetapi dalam setiap
tindakan kasih, keadilan, dan solidaritas yang mereka lakukan.
Natal bukanlah akhir dari Adven, melainkan awal dari perutusan. Setelah
lilin keempat dinyalakan dan lonceng Natal berdentang, umat dipanggil untuk
terus menjadi terang. Dalam konteks sosial-ekonomi yang menantang, kerasulan
awam harus menjadi motor perubahan: membangun solidaritas, memperjuangkan keadilan,
dan mewartakan kasih Allah yang tak terbatas.
Mari kita menjadi lilin yang menyala—bukan hanya di altar, tetapi juga di
jalan-jalan, kantor, pasar, dan ruang-ruang digital. Karena sukacita sejati
adalah ketika kita menjadi saluran kasih Allah bagi dunia.
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan:
Bersukacitalah!” (Flp 4:4)
✍️
Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja
Katolik
#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #mingguadven
#gaudete #katolikindonesia #kerasulanawam #kasihallah #keuskupanbogor
#depokberdoa #aap2025 #orangmudakatolik

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin