Minggu, 14 Desember 2025

Gaudete; Sukacita yang Menyala di Tengah Karya Kerasulan Awam

KOTA DEPOK - Minggu Adven ketiga selalu menghadirkan nuansa yang berbeda. Di altar-altar Gereja Katolik Santo Paulus Depok, lilin merah muda dinyalakan. Kasula pink dikenakan oleh para imam. Warna yang tidak biasa ini bukan sekadar estetika liturgi, melainkan simbol teologis yang dalam: Gaudete—“Bersukacitalah.” Sebuah seruan yang menggema dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi (Flp 4:4), kini kembali menggema di tengah hiruk-pikuk kehidupan umat Katolik di Dekenat Utara Keuskupan Bogor, khususnya di Kota Depok.

Namun, bagaimana mungkin kita bersukacita ketika dunia di sekitar kita masih diliputi ketidakpastian ekonomi, ketimpangan sosial, dan krisis moral? Jawabannya terletak pada cara kita memaknai sukacita itu sendiri: bukan sebagai pelarian dari kenyataan, melainkan sebagai kekuatan untuk mengubahnya.

Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya menyaksikan bagaimana umat Katolik di Depok menjadikan sukacita Adven sebagai energi untuk berkarya. Di bawah semangat Arah Dasar Pastoral (AAP) 2025 yang bertema “Memberdayakan Orang Muda dengan Reksa Pastoral Kreatif,” berbagai komunitas awam bergerak aktif: dari OMK yang menginisiasi pelatihan digital kreatif, hingga kelompok kategorial yang mengadakan bakti sosial dan pendampingan hukum bagi warga marginal.

Sukacita bukan hanya dirayakan dalam liturgi, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata. Di beberapa paroki OMK bekerja sama dengan pengurus lingkungan untuk mengadakan pelatihan keterampilan kerja bagi pemuda putus sekolah. Di sisi lain, Seksi Hukum Keadilan dan Perdamaian mendampingi warga dalam kasus sengketa tanah yang mengancam tempat tinggal mereka.

Reksa pastoral kreatif bukanlah jargon kosong. Ia adalah strategi pastoral yang menjawab tantangan zaman dengan pendekatan yang relevan dan kontekstual. Dalam dunia yang semakin digital, kerasulan awam tidak bisa lagi hanya mengandalkan metode konvensional. Maka, komunitas-komunitas awam di Depok mulai memanfaatkan media sosial untuk mewartakan Injil, menyebarkan informasi kegiatan sosial, dan membangun solidaritas lintas paroki.

Saya sendiri terlibat dalam pendampingan hukum berbasis komunitas, di mana umat diajak untuk memahami hak-hak hukum mereka sebagai warga negara dan sebagai anak-anak Allah. Ini adalah bentuk pewartaan yang konkret: menghadirkan wajah Allah yang adil dan penuh kasih di tengah sistem yang sering kali tidak berpihak.

Sukacita Adven bukanlah euforia sesaat. Ia adalah buah dari iman yang teruji. Ketika umat menyalakan lilin merah muda, mereka sedang menyatakan bahwa terang Kristus lebih kuat dari kegelapan dunia. Mereka percaya bahwa Sang Juruselamat sudah dekat—bukan hanya dalam kalender liturgi, tetapi dalam setiap tindakan kasih, keadilan, dan solidaritas yang mereka lakukan.

Natal bukanlah akhir dari Adven, melainkan awal dari perutusan. Setelah lilin keempat dinyalakan dan lonceng Natal berdentang, umat dipanggil untuk terus menjadi terang. Dalam konteks sosial-ekonomi yang menantang, kerasulan awam harus menjadi motor perubahan: membangun solidaritas, memperjuangkan keadilan, dan mewartakan kasih Allah yang tak terbatas.

Mari kita menjadi lilin yang menyala—bukan hanya di altar, tetapi juga di jalan-jalan, kantor, pasar, dan ruang-ruang digital. Karena sukacita sejati adalah ketika kita menjadi saluran kasih Allah bagi dunia.

“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Flp 4:4)

 

✍️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #mingguadven #gaudete #katolikindonesia #kerasulanawam #kasihallah #keuskupanbogor #depokberdoa #aap2025 #orangmudakatolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin