KOTA DEPOK - Kata “Katolik” bukanlah istilah modern. Ia berakar dari bahasa Yunani katholikos, yang berarti “universal” atau “menyeluruh.” Istilah ini pertama kali digunakan oleh Santo Ignatius dari Antiokhia dalam suratnya kepada jemaat di Smirna sekitar tahun 107 M, yang menyatakan, “Di mana ada Kristus Yesus, di situ ada Gereja Katolik.” Ini bukan sekadar ungkapan, melainkan deklarasi iman yang menegaskan kehadiran Kristus dalam komunitas yang hidup dalam kasih, iman, dan kesatuan.
Tradisi Suci dan Kitab Suci menjadi fondasi yang tak terpisahkan dari
keberadaan Gereja Katolik. Sejak zaman para rasul, Gereja telah menjadi saksi
kasih Allah yang hidup, bukan hanya dalam liturgi, tetapi juga dalam tindakan
nyata di tengah masyarakat.
Konsili Vatikan II menegaskan bahwa kaum awam memiliki peran penting dalam
misi Gereja. Dalam dokumen Lumen Gentium dan Apostolicam Actuositatem,
dijelaskan bahwa umat awam dipanggil untuk menguduskan dunia dari dalam,
menjadi saksi Kristus dalam kehidupan sehari-hari—di kantor, pasar, pengadilan,
dan jalanan.
Sebagai seorang advokat, saya melihat kerasulan awam bukan sekadar aktivitas
tambahan, tetapi sebagai panggilan hidup. Dalam ruang sidang, saya membawa
nilai-nilai Injil dalam memperjuangkan keadilan. Dalam komunitas, saya bersama
rekan-rekan membentuk kelompok pendamping hukum, pelatihan literasi hukum, dan
advokasi bagi kelompok rentan.
Di berbagai wilayah Indonesia, komunitas kerasulan awam bergerak aktif dalam
bidang sosial dan ekonomi. Di Nusa Tenggara Timur, kelompok umat membentuk
koperasi kredit mikro berbasis paroki. Di Jakarta, komunitas awam mendirikan
rumah singgah bagi anak jalanan dan program pelatihan kerja bagi pemuda putus
sekolah.
Semua ini adalah bentuk pewartaan yang konkret. Gereja tidak hanya berbicara
tentang kasih, tetapi menghadirkannya dalam bentuk roti yang dibagikan, luka
yang diobati, dan keadilan yang diperjuangkan.
Tradisi dalam Gereja Katolik bukanlah beban, melainkan warisan hidup. Ia
adalah sungai yang mengalir dari Kristus, melalui para rasul, hingga ke kita
hari ini. Dalam setiap tindakan kerasulan awam—entah itu membela hak buruh,
mendampingi korban kekerasan, atau mengajar anak-anak miskin—kita sedang
melanjutkan tradisi itu.
Di era media sosial, kerasulan awam menemukan ladang baru. Instagram,
TikTok, dan YouTube menjadi mimbar digital untuk mewartakan kasih Allah. Konten
reflektif, edukatif, dan inspiratif menjadi sarana menjangkau generasi muda
yang haus akan makna.
Mari kita gunakan tagar bukan hanya untuk viralitas, tetapi
untuk pewartaan: #dimanaadakristusdisitugerejakatolik #katoliksejakzamanyesus
#tradisisucihidup #santoignatiusantiokhia #imanyangberakar #gerejakatolikuniversal #rasulawambergerak #imandankeadilan #hukumuntukkemanusiaan #kasihdalamaksi #keadilansosialkatolik #advokatuntukkristus #shdariusleka
#reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang
Gereja Katolik bukanlah institusi yang statis. Ia adalah tubuh yang hidup,
bergerak bersama umatnya, terutama para rasul awam, untuk menjadi tanda kasih
Allah di dunia. Selama Kristus hidup dalam hati kita, selama itu pula Gereja
hadir di tengah dunia.
Mari kita terus menjadi saksi kasih, pembawa harapan, dan pelayan kebenaran.
Karena di mana ada Kristus, di situ ada Gereja Katolik.
Oleh;
Darius Leka, S.H., M.H., Advokat dan Aktivis Rasul Awam Gereja
Katolik

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin