Selasa, 09 Desember 2025

Gereja Katolik; Di Mana Kristus Hadir, Di Situ Ia Hidup

KOTA DEPOK - Kata “Katolik” bukanlah istilah modern. Ia berakar dari bahasa Yunani katholikos, yang berarti “universal” atau “menyeluruh.” Istilah ini pertama kali digunakan oleh Santo Ignatius dari Antiokhia dalam suratnya kepada jemaat di Smirna sekitar tahun 107 M, yang menyatakan, “Di mana ada Kristus Yesus, di situ ada Gereja Katolik.” Ini bukan sekadar ungkapan, melainkan deklarasi iman yang menegaskan kehadiran Kristus dalam komunitas yang hidup dalam kasih, iman, dan kesatuan.

Tradisi Suci dan Kitab Suci menjadi fondasi yang tak terpisahkan dari keberadaan Gereja Katolik. Sejak zaman para rasul, Gereja telah menjadi saksi kasih Allah yang hidup, bukan hanya dalam liturgi, tetapi juga dalam tindakan nyata di tengah masyarakat.

Konsili Vatikan II menegaskan bahwa kaum awam memiliki peran penting dalam misi Gereja. Dalam dokumen Lumen Gentium dan Apostolicam Actuositatem, dijelaskan bahwa umat awam dipanggil untuk menguduskan dunia dari dalam, menjadi saksi Kristus dalam kehidupan sehari-hari—di kantor, pasar, pengadilan, dan jalanan.

Sebagai seorang advokat, saya melihat kerasulan awam bukan sekadar aktivitas tambahan, tetapi sebagai panggilan hidup. Dalam ruang sidang, saya membawa nilai-nilai Injil dalam memperjuangkan keadilan. Dalam komunitas, saya bersama rekan-rekan membentuk kelompok pendamping hukum, pelatihan literasi hukum, dan advokasi bagi kelompok rentan.

Di berbagai wilayah Indonesia, komunitas kerasulan awam bergerak aktif dalam bidang sosial dan ekonomi. Di Nusa Tenggara Timur, kelompok umat membentuk koperasi kredit mikro berbasis paroki. Di Jakarta, komunitas awam mendirikan rumah singgah bagi anak jalanan dan program pelatihan kerja bagi pemuda putus sekolah.

Semua ini adalah bentuk pewartaan yang konkret. Gereja tidak hanya berbicara tentang kasih, tetapi menghadirkannya dalam bentuk roti yang dibagikan, luka yang diobati, dan keadilan yang diperjuangkan.

Tradisi dalam Gereja Katolik bukanlah beban, melainkan warisan hidup. Ia adalah sungai yang mengalir dari Kristus, melalui para rasul, hingga ke kita hari ini. Dalam setiap tindakan kerasulan awam—entah itu membela hak buruh, mendampingi korban kekerasan, atau mengajar anak-anak miskin—kita sedang melanjutkan tradisi itu.

Di era media sosial, kerasulan awam menemukan ladang baru. Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi mimbar digital untuk mewartakan kasih Allah. Konten reflektif, edukatif, dan inspiratif menjadi sarana menjangkau generasi muda yang haus akan makna.

Mari kita gunakan tagar bukan hanya untuk viralitas, tetapi untuk pewartaan: #dimanaadakristusdisitugerejakatolik #katoliksejakzamanyesus #tradisisucihidup #santoignatiusantiokhia #imanyangberakar #gerejakatolikuniversal #rasulawambergerak #imandankeadilan #hukumuntukkemanusiaan #kasihdalamaksi #keadilansosialkatolik #advokatuntukkristus #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Gereja Katolik bukanlah institusi yang statis. Ia adalah tubuh yang hidup, bergerak bersama umatnya, terutama para rasul awam, untuk menjadi tanda kasih Allah di dunia. Selama Kristus hidup dalam hati kita, selama itu pula Gereja hadir di tengah dunia.

Mari kita terus menjadi saksi kasih, pembawa harapan, dan pelayan kebenaran. Karena di mana ada Kristus, di situ ada Gereja Katolik.

 

Oleh; Darius Leka, S.H., M.H., Advokat dan Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin