KOTA DEPOK - Di tengah hiruk-pikuk dunia yang semakin bising oleh kepentingan, kekuasaan, dan ketidakadilan, ada satu gerakan kecil yang sering luput dari perhatian: tanda salib di dahi, mulut, dan dada sebelum Injil dibacakan. Gerakan ini bukan sekadar simbol liturgis. Ia adalah deklarasi iman, komitmen kerasulan, dan panggilan untuk mewartakan kasih Allah dalam dunia yang haus akan keadilan dan pengharapan.
Sebagai seorang advokat dan rasul awam, saya menyaksikan
bagaimana tanda salib ini menjadi titik tolak spiritual dalam menjalani
panggilan di tengah masyarakat. Ia bukan hanya ritual, tetapi juga refleksi
mendalam akan misi kita sebagai garam dan terang dunia (Mat 5:13-16).
Tanda salib di dahi adalah doa agar pikiran kita dibuka
untuk memahami Sabda Tuhan. Dalam dunia hukum, saya sering dihadapkan pada
dilema moral dan etika. Pikiran yang dibimbing oleh Roh Kudus menjadi kompas
untuk membedakan yang benar dari yang salah, bukan berdasarkan opini mayoritas,
tetapi berdasarkan kebenaran Injil.
Tanda salib di mulut mengingatkan kita bahwa setiap kata
yang terucap harus menjadi saluran kasih dan kebenaran. Dalam pelayanan hukum,
saya belajar bahwa kata-kata bisa menyelamatkan atau menghancurkan. Rasul awam
dipanggil untuk menjadi suara kenabian—menyuarakan keadilan bagi yang
tertindas, menyampaikan harapan bagi yang putus asa, dan menegur dengan kasih
bagi yang menyimpang.
Tanda salib di dada adalah simbol bahwa Sabda Tuhan harus
tinggal dalam hati dan diwujudkan dalam tindakan. Dalam komunitas kerasulan
awam, kami terlibat dalam berbagai kegiatan sosial: mendampingi keluarga
miskin, memberikan edukasi hukum kepada masyarakat, hingga membangun koperasi
umat. Semua ini bukan sekadar aktivitas sosial, tetapi perwujudan iman yang
hidup.
Katekismus Gereja Katolik (KGK 899) menegaskan bahwa kaum
awam dipanggil untuk menguduskan dunia dari dalam. Ini berarti, kita tidak
hanya aktif di altar, tetapi juga di pasar, pengadilan, kantor, dan jalanan.
Keterlibatan dalam isu sosial, ekonomi, dan hukum bukanlah sekadar pilihan,
melainkan konsekuensi iman.
Dalam refleksi Paus Fransiskus, Gereja dipanggil untuk
menjadi “rumah sakit medan perang”—hadir di tengah luka-luka dunia. Maka,
kerasulan awam adalah perpanjangan tangan Gereja dalam menyentuh luka-luka itu dengan
kasih Kristus.
Tanda salib di dahi, mulut, dan dada adalah awal dari
perutusan. Ia mengingatkan kita bahwa iman bukan hanya untuk dirasakan, tetapi
untuk diwartakan. Dalam dunia yang penuh luka, kita dipanggil untuk menjadi
saksi kasih yang menyembuhkan.
Mari kita terus bergerak, berbicara, dan mengasihi dalam terang Injil. Karena dunia tidak hanya membutuhkan hukum yang adil, tetapi juga hati yang penuh belas kasih.
Ditulis oleh; Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik
#tandasalibpenuhmakna #dahimulutdadauntukkristus #sabdadalampikiranperkataandanhati #salibdidahiuntukberpikirbenar #salibdimulutuntukbersaksibenar #salibdidadauntukmengasihibenar #tandasalibtandaperutusan #imanyanghidupdalamtindakan #salibdansabda #maknatandasalib #gerejakatolik #liturgigerejakatolik #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin