TIMOR TENGAH UTARA — Dalam dunia yang semakin bising oleh hiruk-pikuk ambisi, hasrat, dan kekuasaan, panggilan imamat menjadi tanda yang menggugah: sebuah hidup yang dipersembahkan total kepada Allah, tanpa syarat, tanpa syarat duniawi, bahkan tanpa pasangan hidup. Sebuah jalan sunyi, namun penuh makna. Sebuah jalan pulang ke Firdaus—sebagai Adam tanpa Hawa~@Romo Rooby Auzury
Ungkapan ini bukanlah bentuk penyangkalan terhadap pernikahan
atau relasi manusiawi, melainkan simbol dari kenosis—pengosongan
diri—yang dijalani oleh para imam demi menyatu dalam kehendak Allah. Seperti
Adam yang pertama kali berjalan bersama Allah di taman Eden dalam keutuhan dan
kesucian, demikian pula imam dipanggil untuk menjadi ikon kehadiran Allah di
tengah dunia yang haus akan kasih dan kebenaran.
Dalam tradisi Gereja Katolik, imamat bukanlah profesi,
melainkan vocatio—panggilan ilahi. Imam adalah alter Christus, pribadi
yang menghadirkan Kristus dalam sakramen, dalam sabda, dan dalam pelayanan.
Dalam dirinya, umat melihat wajah gembala yang baik, yang rela menyerahkan
nyawa bagi domba-dombanya.
Namun, menjadi imam bukanlah jalan mudah. Ia adalah jalan
salib yang panjang. Jalan kesendirian yang diisi oleh perjumpaan intim dengan
Allah. Jalan pengabdian yang menuntut pengorbanan, kesetiaan, dan keberanian
untuk hidup berbeda dari arus dunia.
Sebagai bagian dari kerasulan awam, saya percaya bahwa umat
awam memiliki peran penting dalam mendukung dan merawat panggilan imamat. Kita
dipanggil untuk menciptakan ekosistem iman yang subur, di mana benih panggilan
dapat tumbuh dan berkembang. Kita juga dipanggil untuk menjadi mitra sejati
para imam dalam karya pewartaan, pelayanan sosial, dan pembelaan terhadap
martabat manusia.
Dalam banyak komunitas, para imam menjadi garda terdepan
dalam pelayanan sosial: mendampingi korban kekerasan, membela hak kaum miskin,
menggerakkan koperasi umat, hingga menjadi suara profetik dalam isu-isu hukum
dan keadilan. Namun mereka tidak bisa berjalan sendiri. Di sinilah kerasulan
awam menjadi penting: menjadi tangan kanan Gereja dalam menjangkau dunia.
Kisah Adam dalam Kitab Kejadian bukan sekadar mitos
penciptaan. Ia adalah cermin dari kerinduan terdalam manusia: untuk kembali ke
asalnya, ke pelukan kasih Allah. Imamat adalah bentuk konkret dari kerinduan
itu. Dalam kesunyian, dalam doa, dalam pelayanan tanpa pamrih, para imam
menjadi Adam baru—yang berjalan bersama Allah, bukan untuk dirinya sendiri,
tetapi bagi keselamatan banyak orang.
Dan kita, umat awam, adalah Hawa yang diundang untuk
mendampingi, bukan dalam ikatan biologis, tetapi dalam solidaritas spiritual.
Bersama, kita membangun kembali Firdaus di tengah dunia: tempat di mana kasih,
keadilan, dan damai sejahtera Allah menjadi nyata.
Oleh;Darius Leka, S.H., M.H. — Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Katolik
#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas #imamat
#katolikindonesia #kerasulanawam #gerejakatolik #jalanpulangkeFirdaus
#adamtanpahawa #panggilanhidup #kasihAllah #imanaktif #gerejabergerak

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin