Kamis, 11 Desember 2025

Imamat; Jalan Pulang ke Firdaus sebagai Adam Tanpa Hawa

TIMOR TENGAH UTARA — Dalam dunia yang semakin bising oleh hiruk-pikuk ambisi, hasrat, dan kekuasaan, panggilan imamat menjadi tanda yang menggugah: sebuah hidup yang dipersembahkan total kepada Allah, tanpa syarat, tanpa syarat duniawi, bahkan tanpa pasangan hidup. Sebuah jalan sunyi, namun penuh makna. Sebuah jalan pulang ke Firdaus—sebagai Adam tanpa Hawa~@Romo Rooby Auzury

Ungkapan ini bukanlah bentuk penyangkalan terhadap pernikahan atau relasi manusiawi, melainkan simbol dari kenosis—pengosongan diri—yang dijalani oleh para imam demi menyatu dalam kehendak Allah. Seperti Adam yang pertama kali berjalan bersama Allah di taman Eden dalam keutuhan dan kesucian, demikian pula imam dipanggil untuk menjadi ikon kehadiran Allah di tengah dunia yang haus akan kasih dan kebenaran.

Dalam tradisi Gereja Katolik, imamat bukanlah profesi, melainkan vocatio—panggilan ilahi. Imam adalah alter Christus, pribadi yang menghadirkan Kristus dalam sakramen, dalam sabda, dan dalam pelayanan. Dalam dirinya, umat melihat wajah gembala yang baik, yang rela menyerahkan nyawa bagi domba-dombanya.

Namun, menjadi imam bukanlah jalan mudah. Ia adalah jalan salib yang panjang. Jalan kesendirian yang diisi oleh perjumpaan intim dengan Allah. Jalan pengabdian yang menuntut pengorbanan, kesetiaan, dan keberanian untuk hidup berbeda dari arus dunia.

Sebagai bagian dari kerasulan awam, saya percaya bahwa umat awam memiliki peran penting dalam mendukung dan merawat panggilan imamat. Kita dipanggil untuk menciptakan ekosistem iman yang subur, di mana benih panggilan dapat tumbuh dan berkembang. Kita juga dipanggil untuk menjadi mitra sejati para imam dalam karya pewartaan, pelayanan sosial, dan pembelaan terhadap martabat manusia.

Dalam banyak komunitas, para imam menjadi garda terdepan dalam pelayanan sosial: mendampingi korban kekerasan, membela hak kaum miskin, menggerakkan koperasi umat, hingga menjadi suara profetik dalam isu-isu hukum dan keadilan. Namun mereka tidak bisa berjalan sendiri. Di sinilah kerasulan awam menjadi penting: menjadi tangan kanan Gereja dalam menjangkau dunia.

Kisah Adam dalam Kitab Kejadian bukan sekadar mitos penciptaan. Ia adalah cermin dari kerinduan terdalam manusia: untuk kembali ke asalnya, ke pelukan kasih Allah. Imamat adalah bentuk konkret dari kerinduan itu. Dalam kesunyian, dalam doa, dalam pelayanan tanpa pamrih, para imam menjadi Adam baru—yang berjalan bersama Allah, bukan untuk dirinya sendiri, tetapi bagi keselamatan banyak orang.

Dan kita, umat awam, adalah Hawa yang diundang untuk mendampingi, bukan dalam ikatan biologis, tetapi dalam solidaritas spiritual. Bersama, kita membangun kembali Firdaus di tengah dunia: tempat di mana kasih, keadilan, dan damai sejahtera Allah menjadi nyata.

 

Oleh;Darius Leka, S.H., M.H. — Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas #imamat #katolikindonesia #kerasulanawam #gerejakatolik #jalanpulangkeFirdaus #adamtanpahawa #panggilanhidup #kasihAllah #imanaktif #gerejabergerak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin