Senin, 08 Desember 2025

Padang Gurun Kita; Menemukan Tuhan di Tengah Kekosongan

"Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya." (Markus 1:3)

KOTA DEPOK - Minggu Adven Kedua selalu membawa kita pada figur Yohanes Pembaptis—sang suara yang berseru di padang gurun. Namun, lebih dari sekadar tokoh sejarah, Yohanes adalah simbol dari panggilan kerasulan awam: menjadi suara profetik di tengah dunia yang kering akan harapan, keadilan, dan kasih.

Tetapi mari kita jujur. Padang gurun itu bukan hanya tempat geografis. Ia adalah ruang batin, kondisi sosial, bahkan sistem hukum dan ekonomi yang kerap terasa sunyi dari kehadiran Allah. Maka pertanyaannya: apa padang gurun kita hari ini?

Sebagai advokat yang terlibat dalam pelayanan hukum berbasis iman, saya menyaksikan padang gurun itu setiap hari. Di ruang sidang, ketika hukum lebih berpihak pada yang kuat. Di kantor-kantor pelayanan publik, ketika birokrasi menindas yang miskin. Di jalanan, ketika anak-anak terlantar dianggap gangguan, bukan sesama.

Namun di tengah padang gurun itu, ada suara-suara yang berseru. Komunitas Katolik di Tangerang yang mendirikan klinik hukum gratis. Para relawan di Papua yang mendampingi korban kekerasan struktural. Para ibu rumah tangga di NTT yang membentuk koperasi pangan berbasis solidaritas. Mereka adalah Yohanes-Yohanes masa kini—mereka adalah kerasulan awam yang hidup.

Adven juga mengajak kita menengok ke dalam. Apakah kita masih mendengar suara Tuhan di tengah kesibukan? Apakah kita masih punya ruang hening untuk merenung, ataukah kita telah menjadi padang gurun yang sunyi dari Sabda?

Kardinal Ignatius Suharyo pernah berkata, “Berdoa adalah mendengarkan Tuhan.” Maka, kerasulan awam sejati tidak lahir dari aktivisme kosong, tetapi dari keheningan yang penuh makna. Dari doa yang jujur. Dari perjumpaan dengan Tuhan yang membakar hati, seperti semak menyala di padang gurun Musa.

 “Luruskanlah jalan bagi Tuhan” bukan hanya seruan liturgis. Ia adalah mandat sosial. Dalam Evangelii Gaudium, Paus Fransiskus menegaskan bahwa setiap orang beriman adalah misionaris. Maka, tugas kita adalah meluruskan jalan yang bengkok oleh korupsi, ketidakadilan, dan ketidakpedulian.

Sebagai rasul awam, kita dipanggil untuk menjadi jembatan, bukan tembok. Menjadi terang, bukan bara. Menjadi suara, bukan gema. Dan semua itu dimulai dari keberanian untuk masuk ke padang gurun kita masing-masing—menghadapinya, mengolahnya, dan menjadikannya tempat perjumpaan dengan Tuhan.

Minggu Adven Kedua ini bukan hanya tentang Yohanes Pembaptis. Ini tentang kita. Tentang bagaimana kita menjawab panggilan untuk berseru di padang gurun zaman ini. Tentang bagaimana kita mempersiapkan jalan bagi Tuhan—bukan hanya di altar, tetapi di pasar, di pengadilan, di rumah, dan di jalanan.

Mari kita menjadi suara itu. Suara yang jujur, berani, dan penuh kasih. Karena hanya dengan begitu, dunia akan tahu bahwa Tuhan sedang datang—melalui kita.

 

Oleh; Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #advenkedua #padanggurun #kerasulanawam #gerejakatolik #imanaktif #yohanespembaptis #persiapkanjalantuhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin