"Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya." (Markus 1:3)
KOTA DEPOK - Minggu Adven Kedua selalu membawa kita pada figur Yohanes
Pembaptis—sang suara yang berseru di padang gurun. Namun, lebih dari sekadar
tokoh sejarah, Yohanes adalah simbol dari panggilan kerasulan awam: menjadi
suara profetik di tengah dunia yang kering akan harapan, keadilan, dan kasih.
Tetapi mari kita jujur. Padang gurun itu bukan hanya tempat geografis. Ia
adalah ruang batin, kondisi sosial, bahkan sistem hukum dan ekonomi yang kerap
terasa sunyi dari kehadiran Allah. Maka pertanyaannya: apa padang gurun kita
hari ini?
Sebagai advokat yang terlibat dalam pelayanan hukum berbasis iman, saya
menyaksikan padang gurun itu setiap hari. Di ruang sidang, ketika hukum lebih
berpihak pada yang kuat. Di kantor-kantor pelayanan publik, ketika birokrasi
menindas yang miskin. Di jalanan, ketika anak-anak terlantar dianggap gangguan,
bukan sesama.
Namun di tengah padang gurun itu, ada suara-suara yang berseru. Komunitas
Katolik di Tangerang yang mendirikan klinik hukum gratis. Para relawan di Papua
yang mendampingi korban kekerasan struktural. Para ibu rumah tangga di NTT yang
membentuk koperasi pangan berbasis solidaritas. Mereka adalah Yohanes-Yohanes
masa kini—mereka adalah kerasulan awam yang hidup.
Adven juga mengajak kita menengok ke dalam. Apakah kita masih mendengar
suara Tuhan di tengah kesibukan? Apakah kita masih punya ruang hening untuk
merenung, ataukah kita telah menjadi padang gurun yang sunyi dari Sabda?
Kardinal Ignatius Suharyo pernah berkata, “Berdoa adalah mendengarkan
Tuhan.” Maka, kerasulan awam sejati tidak lahir dari aktivisme kosong, tetapi
dari keheningan yang penuh makna. Dari doa yang jujur. Dari perjumpaan dengan
Tuhan yang membakar hati, seperti semak menyala di padang gurun Musa.
“Luruskanlah jalan bagi Tuhan” bukan
hanya seruan liturgis. Ia adalah mandat sosial. Dalam Evangelii Gaudium,
Paus Fransiskus menegaskan bahwa setiap orang beriman adalah misionaris. Maka,
tugas kita adalah meluruskan jalan yang bengkok oleh korupsi, ketidakadilan,
dan ketidakpedulian.
Sebagai rasul awam, kita dipanggil untuk menjadi jembatan, bukan tembok.
Menjadi terang, bukan bara. Menjadi suara, bukan gema. Dan semua itu dimulai
dari keberanian untuk masuk ke padang gurun kita masing-masing—menghadapinya,
mengolahnya, dan menjadikannya tempat perjumpaan dengan Tuhan.
Minggu Adven Kedua ini bukan hanya tentang Yohanes Pembaptis. Ini tentang
kita. Tentang bagaimana kita menjawab panggilan untuk berseru di padang gurun
zaman ini. Tentang bagaimana kita mempersiapkan jalan bagi Tuhan—bukan hanya di
altar, tetapi di pasar, di pengadilan, di rumah, dan di jalanan.
Mari kita menjadi suara itu. Suara yang jujur, berani, dan penuh kasih.
Karena hanya dengan begitu, dunia akan tahu bahwa Tuhan sedang datang—melalui
kita.
Oleh;
Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Katolik
#shdariusleka
#reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #advenkedua #padanggurun
#kerasulanawam #gerejakatolik #imanaktif #yohanespembaptis
#persiapkanjalantuhan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin