Senin, 08 Desember 2025

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2025; Suara Gereja yang Berjalan Bersama dalam Harapan

JAKARTA - Di tengah tantangan zaman yang kian kompleks—dari krisis lingkungan, ketimpangan sosial, hingga polarisasi masyarakat—Gereja Katolik Indonesia kembali menegaskan perannya sebagai “peziarah pengharapan” melalui Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025. Diselenggarakan pada 3–7 November 2025 di Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta, SAGKI kali ini mengangkat tema: “Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan: Menjadi Gereja Sinodal yang Misioner untuk Perdamaian”.

SAGKI 2025 dihadiri oleh lebih dari 375 peserta dari 38 keuskupan di seluruh Indonesia, termasuk satu keuskupan TNI/Polri. Para uskup, imam, biarawan-biarawati, serta umat awam lintas usia dan latar belakang berkumpul dalam semangat sinodalitas—berjalan bersama, mendengarkan satu sama lain, dan merumuskan arah pastoral Gereja ke depan.

Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya melihat SAGKI bukan sekadar forum internal Gereja, tetapi ruang profetik yang mencerminkan wajah Gereja yang hidup, terbuka, dan relevan. Di tengah dunia yang penuh luka, Gereja dipanggil untuk menjadi rumah penyembuhan—bukan hanya bagi umatnya, tetapi bagi seluruh masyarakat.

Salah satu sorotan penting dalam SAGKI 2025 adalah penguatan peran kerasulan awam. Dalam berbagai sesi, para peserta menegaskan bahwa umat awam bukan sekadar pelengkap liturgi, tetapi mitra sejati dalam misi Gereja. Dari bidang hukum, ekonomi, pendidikan, hingga lingkungan, kerasulan awam menjadi wajah konkret Injil di tengah dunia.

Saya menyaksikan sendiri bagaimana komunitas-komunitas awam di berbagai keuskupan telah menjadi motor perubahan sosial. Di Keuskupan Agung Semarang, kelompok advokasi lingkungan berbasis paroki berhasil menghentikan proyek tambang yang merusak ekosistem. Di Keuskupan Atambua, koperasi umat berbasis nilai Injili menjadi solusi ekonomi bagi petani kecil. Di Jakarta, komunitas pengacara Katolik mendampingi korban kekerasan rumah tangga secara pro bono.

SAGKI 2025 menegaskan bahwa Gereja tidak boleh terjebak dalam eksklusivisme sakramental. Ia harus menjadi Gereja yang keluar—Gereja yang misioner, yang hadir di tengah masyarakat, mendengarkan jeritan kaum kecil, dan menjadi suara bagi yang tak bersuara. Dalam semangat sinodalitas, setiap umat dipanggil untuk menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar penonton.

SAGKI bukanlah akhir, melainkan awal. Awal dari komitmen baru untuk menjadi Gereja yang berjalan bersama, yang mendengarkan, dan yang bertindak. Sebagai rasul awam, saya percaya bahwa masa depan Gereja terletak pada keberanian umatnya untuk keluar dari zona nyaman dan mewartakan kasih Allah dengan cara yang nyata.

Mari kita terus berjalan bersama, sebagai peziarah pengharapan, menuju dunia yang lebih adil, damai, dan penuh kasih.

 

Oleh; Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #SAGKI2025 #gerejakatolikindonesia #kerasulanawam #sinodalitas #berjalanbersama #peziarahpengharapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin