
✍️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik
KOTA DEPOK - Pemanasan global bukan lagi sekadar wacana
ilmiah. Ia telah menjadi kenyataan yang kita rasakan bersama: suhu bumi
meningkat, cuaca tak menentu, bencana ekologis datang silih berganti. Di tengah
krisis ini, pertanyaannya bukan lagi “apa yang terjadi?”, melainkan “apa yang
bisa kita lakukan?”. Dan Paroki St. Paulus Depok menjawabnya dengan tindakan
nyata: menanam 1.000 pohon palem sebagai bagian dari perayaan pesta nama St.
Fransiskus Asisi, pelindung ekologi.
Minggu, 9 Oktober 2011, pukul 10.30 WIB, halaman parkir
Gereja St. Paulus Depok berubah menjadi ladang harapan. Di bawah terik
matahari, umat berkumpul menyaksikan penanaman pohon secara simbolik oleh
Pastor Paroki, Pater Tauchen Hotlan Girsang, OFM. Hadir pula Bapak Anzelmus
Apri Hartana dari DPP/DKP, para ketua wilayah dan lingkungan, serta umat dari
berbagai penjuru paroki.
Dalam keterangannya, Pater Tauchen menegaskan bahwa aksi ini
bukan sekadar penghijauan, tetapi bentuk nyata dari spiritualitas Fransiskan:
mencintai dan menghargai ciptaan sebagai jalan untuk mengalami kehadiran Tuhan.
“Kita diajak untuk melihat Tuhan dalam setiap daun, setiap hembusan angin,
setiap tetes embun,” ujarnya.
Ibu Maria Enny Ruswanti, Koordinator Sie JPIC (Justice,
Peace, and Integrity of Creation), menambahkan bahwa kegiatan ini juga
merupakan pemanfaatan lahan tidur—ruang yang selama ini tak difungsikan secara
optimal. “Kita sering lupa bahwa merawat lingkungan adalah bagian dari iman
kita,” katanya. Ia juga menyoroti pentingnya rasa memiliki dari setiap wilayah
dan lingkungan agar tanaman yang ditanam tidak sekadar menjadi simbol, tetapi
benar-benar hidup dan tumbuh.
Sayangnya, tidak semua perwakilan hadir dalam kegiatan ini.
Namun, Ibu Enny tetap optimis bahwa semangat kebersamaan yang telah tumbuh akan
terus dipupuk. “Kita semua bertanggung jawab. Ini bukan tugas satu seksi atau
satu kelompok, tapi seluruh umat,” tegasnya.
Sementara itu, di ruang Roma, Gereja Lama, rapat panitia
Natal 2011 dan Tahun Baru 2012 tengah berlangsung. Dipimpin oleh Bapak Andreas
Sugeng Mulyono, rapat ini dihadiri lebih dari 30 orang, mayoritas dari Wilayah
I. Mereka membahas pemantapan tugas, wewenang, dan mekanisme pelaksanaan
rangkaian acara Natal dan Tahun Baru.
Menariknya, meski berbeda ruang dan agenda, kedua kegiatan
ini memiliki benang merah yang sama: tanggung jawab. Baik dalam merawat
lingkungan maupun dalam menyelenggarakan liturgi, semua membutuhkan
keterlibatan, koordinasi, dan semangat pelayanan.
Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat bahwa aksi
penanaman pohon ini bukan hanya soal ekologi, tetapi juga soal teologi. Ini
adalah bentuk nyata dari iman yang hidup, iman yang tidak berhenti di altar,
tetapi menjalar ke tanah, ke akar, ke udara yang kita hirup.
St. Fransiskus Asisi mengajarkan kita untuk menyapa matahari
sebagai saudara, menyebut air sebagai saudari, dan memeluk bumi sebagai ibu.
Dalam dunia yang semakin terasing dari alam, kita dipanggil untuk menjadi
penjaga rumah bersama—rumah yang sedang sakit, tetapi belum terlambat untuk
disembuhkan.
Menanam pohon adalah menanam harapan. Harapan bahwa anak
cucu kita masih bisa menghirup udara segar. Harapan bahwa Gereja tetap menjadi
suara profetik di tengah krisis ekologis. Harapan bahwa umat Katolik, khususnya
di Paroki St. Paulus Depok, terus menjadi pelopor dalam merawat bumi sebagai
bagian dari pewartaan kasih Allah.
Mari kita jaga pohon-pohon itu. Mari kita jaga bumi ini.
Sebab mencintai lingkungan bukan sekadar pilihan, tetapi panggilan iman.
#kerasulanawam
#gerejahadiruntukdunia #stfransiskuspelindungekologi #menanamharapan #jpic
#pewartaanlewataksi #imanyanghidup #parokistpaulusdepok
#cintalingkungancintaallah #rumahbersama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin