Tarian adat asal Manggarai-Flores |
Kelompok koor dengan berpakaian adat lengkap mewarnai susana misa pukul: 08.00 WIB di Gereja Katolik St. Paulus Depok, pada Minggu (9/10). Mereka adalah kelompok koor “Cantaraning-go”yang mengatasnamakan keluarga besar Flores dari Suku Manggari yang berada di Kota Depok.
Cantaraning-go yang dijadikan sebagai nama kelompok koor Maggarai Depok, merupakan penggabungan dari kedua kata “Centa” yang berarti “Minta” dan kata Raning yang berarti Pujian. Kesimpulannya adalah merupakan sebuah ajakan kepada umat untuk memuji Tuhan. Demikian keterangan yang diungkapkan Bapak Bonafasius Galis, salah satu peserta asal Manggarai-Flores yang kini duduk sebagai Koordinator Sie Liturgi St. Paulus Depok.
Berawal dari budaya berkumpul lebih dari itu kelompok ini merasa senasib dan sepenanggungan sebagai perantau sehingga ada keinginan untuk bebuat sesuatu dalam hal pelayanan serta terlibat aktif dalam melayani Tuhan dalam mengisi koor/ tugas yang diberikan gereja sekitar tahun 2008. Kelompok koor yang keanggotaannya sekitar 50 orang itu datang dari sekitar 20 kepala keluarga yang berdomisili di Paroki St. Paulus Depok dan sekitarnya.
Misa Inkulturasi yang dirayakan secara konselebrasi di pimpin oleh Pater Tauchen Hotlan Girsang, OFM, Pater. Bonefasius Budiman, OFM, Pastor tamu yang sengaja datang dari Kesukupan Medan, Pater. Fransiskus Manulang, O’Carm, dan para Frater Fransiskan. Sebagai konselebran utama, Pater Tauchen dalam kotbahnya mengatakan ”suasana hari ini kita dimeriahkan dengan nyanyian, iringan musik serta tarian layaknya seperti suasana pesta. Sama dengan yang dikisahkan dalam bacaan Alkitab dimana kita diundang dalam perjamuan Anak Domba. Suasana ini, diharapkan kita dapat mengalami Tuhan yang baik itu dalam kehidupan kita sehari-hari selanjutnya” ungkapnya.
Homili yang dilanjutkan oleh Romo Bone, pada kesempatan yang sama ia menuturkan: “Di kepulauan Flores khususnya di Keuskupan Ruteng, Keuskupan ini merupakan wilayah yang terkhir dalam penerimaan dalam pewartaan Injil. Lebih lanjut beliu mengatakan walaupun baru memasuki usia yang ke-100 tahun Keuskupan Ruteng telah melahirkan 100 orang Imam Praja yang berkarya di keuskupan setempat. Jumlah itu tidak termasuk para imam yang berkarya di luar Kesukupan setempat.
Wilayah yang memiliki 2 seminari menengah itu, pastor Bone, menuturkan kepada kurang lebih 1000 umat yang hadir “pertumbuhan umat Katolik di Manggari-Flores kini mengalami pertumbuhan yang begitu pesat. Wihelmus van Bekkum, yang diangkat untuk menjabat sebagai uskup pertama pada tanggal 3 Januari 1961 merupakan orang yang mencetuskan adanya misa inkulturasi dalam Misa Kudus. Sebuah perpaduan budaya sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan liturgi gereja sehingga dapat memberi makna yang senada seperti halnya ucapan syukur atas perjamuan Anak Domba dalam Misa Kudus yang kita rayakan sekarang” jelas pastor yang kini bertugas sebagai kepala biara Novisiat Transitus Depok ini.
Kita perlu diingatkan kembali akan nilai-nilai budaya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Injil yang berfokus dan berpuncak pada Yesus Kristus. Pada Yesuslah seluruh liturgi Gereja berpusat. Di tengah-tengah masyarakat yang semakin banyak terbawa arus materialisme, misa inkulturasi bisa menjadi pengingat akan nilai positif dalam budaya kita masing-masing.
Pemberian ayam dan arak serta beberapa ungkapan dalam bahasa Manggarai yang dilakukan di depan Gereja, itu mempunyai arti. Arti itu dimana sebagai tanda sebagai sebuah perjanjian atau kesepakatan. Sebuah tanda yang menujukkan atas kesanggupan kita atas perjanjian yang akan kita berikan (konsistensi). Jika ada unsur arak itu tidak bermaksud untuk mabuk-mabukkan tetapi lebih ke arah untuk berani dalam mewartakan Firman Tuhan. Semoga Ekaristi selalu mewarnai dalam seluruh kehidupan kita, ujar Romo Bone. Dilaporkan dan Foto oleh: Darius AR
(Perhatian: Foto atau tulisan ini, dilindungi oleh undang-undang)
(Perhatian: Foto atau tulisan ini, dilindungi oleh undang-undang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin