Senin, 23 Maret 2015

Domba di Kanan, Kambing di Kiri

(Sumber foto: www.jw.org)
Tak terasa, umat kristiani, khususnya Katolik, telah sampai di akhir tahun liturgi. Hari Minggu 23 November 2014 merupakan minggu ke-34 dalam kalender liturgi. Artinya, Minggu depan, 30 November 2014, mulai masuk Minggu Advent I. Masa persiapan untuk menyambut Natal.

Anak-anak kecil di pelosok NTT, yang mayoritas Katolik, setidaknya zaman dulu selalu bergidik mendengar cerita dari guru SD tentang kambing dan domba. Witi (kambing) dan luba (domba). Binatang peliharaan yang (dulu) hampir dipunyai semua orang kampung di Flores Timur dan Lembata.


Bapak guru membacakan Injil Matius 25:31-46 tentang pengadilan terakhir. Cerita bagaimana Anak Manusia memisahkan umat manusia dalam dua bagian: kambing dan domba. Kambing di sebelah kiri, domba di sebelah kanan. Orang-orang baik itu disimbolkan dengan domba (kanan), yang buruk masuk golongan kambing (kiri).

Mengapa justru domba yang baik? Kambing kok dianggap jelek? Begitu biasanya anak-anak kampung bertanya. Bukan apa-apa. Di daerah Flores Timur kambing justru jauh lebih penting untuk ternak adat, disembelih untuk perayaan-perayaan adat Lamaholot, sementara domba tidak bisa dipakai. Maka, jarang sekali orang memelihara domba.

Pak guru biasanya bingung karena memang cerita di kitab suci memang demikian. Toh cuma ilustrasi saja. Selanjutnya, sang raja itu dengan suara yang sangat berwibawa bersabda kepada orang-orang di sebelah kanan (domba):

"Come, you who are blessed by my Father. Inherit the kingdom prepared for you from the foundation of the world. For I was hungry and you gave me food, I was thirsty and you gave me drink, a stranger and you welcomed me, naked and you clothed me, ill and you cared for me, in prison and you visited me."


Orang-orang di sebelah kanan itu, yang akan dimasukkan di kerajaan yang berlimpah susu dan madu heran. Kapan kami melihat engkau lapar dan memberi engkau makan? Haus dan kami memberi minum? Engkau orang asing dan kami beri tumpangan? Telanjang dan kami beri pakaian?


And the king will say to them in reply, "I say to you, whatever you did for one of these least brothers of mine, you did for me."

Kata-kata dan ganjaran sebaliknya dikenakan untuk manusia-manusia di sebelah kiri (kambing). Cerita yang sangat menggetarkan untuk anak-anak desa yang masih polos dan kurang pengetahuan. Siapa yang tidak takut dijebloskan ke api neraka?

Belakangan, saya mengenal beberapa orang di Surabaya dan Sidoarjo, yang melaksanakan pesan Anak Manusia itu nyaris secara harfiah. Misalnya, Ibu Lanny di Surabaya dan Mas Agus di Sidoarjo. Kedua aktivis gereja itu sama-sama punya program rutin mengunjungi narapidana dan tahanan di Rutan Medaeng, Lapas Sidoarjo, Lapas Porong, Lapas Malang, Lapas Pamekasan, dan beberapa penjara di kota lain.

Program mengunjungi tahanan di penjara itu dilaksanakan secara rutin selama bertahun-tahun. Sisihkan waktu, uang untuk beli makanan, minuman, oleh-oleh untuk warga binaan, menghadapi birokrasi penjara, dan banyak pengorbanan lainnya. Namun, Bu Lanny dan Mas Agus ini (sekadar menyebut dua contoh nyata) menghadapi dengan senyum.

"Ketika aku di dalam penjara... kamu tidak mengunjungi aku. Ketika aku lapar... kamu tidak memberi aku makan. Ketika aku telanjang... kamu tidak memberi aku pakaian."
____________________________
Lambertus Hurek
Sumber: http://hurek.blogspot.com/search/label/gereja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin