Selasa, 04 Agustus 2015

“Maka Bangkitlah Ia dan Pergi kepada Bapanya”; Sebuah Refleksi Kerasulan Awam di Tengah Sukacita Wilayah Santo Ignatius Loyola

KOTA BOGOR
- Kebun Raya Bogor, Minggu pagi, 2 Agustus 2015. Di tengah rimbunnya pepohonan dan semilir angin yang menyejukkan, gema sukacita umat Wilayah Santo Ignatius Loyola menggema. Bukan di dalam gedung gereja, bukan pula di aula paroki, melainkan di alam terbuka—sebuah pilihan yang sarat makna dan simbolik. Di sinilah, perayaan pesta nama pelindung wilayah dan ulang tahun ke-9 wilayah ini dirayakan dengan cara yang berbeda: menyatu dengan ciptaan, menyatu dengan sesama, dan menyatu dengan Sang Sumber Kasih.

Tema tahun ini, “Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya…” (Luk 15:20), bukan sekadar kutipan Injil. Ia adalah seruan profetik yang menggugah hati umat untuk kembali—bukan hanya secara spiritual kepada Allah, tetapi juga secara konkret kepada komunitas, kepada pelayanan, kepada panggilan kerasulan awam.

Dalam renungan singkatnya, Sudir Menggolo, mantan Ketua Lingkungan yang kini menjadi bagian dari struktur wilayah, menekankan empat kata kunci yang menjadi benang merah kegiatan ini: bertobat, mewujudkan pertobatan, mengampuni, dan bersukacita. Empat kata ini bukan hanya refleksi, tetapi juga ajakan untuk bertindak. Sebuah panggilan untuk keluar dari zona nyaman dan kembali terlibat aktif dalam kehidupan menggereja.

Sebagai seorang aktivis kerasulan awam, saya melihat kegiatan ini sebagai contoh nyata bagaimana Gereja hidup dan hadir di tengah umat. Kerasulan awam bukanlah sekadar konsep teologis, melainkan praksis iman yang membumi. Ketika umat memilih untuk merayakan di luar gedung, mereka sedang menyatakan bahwa Gereja bukan hanya bangunan, tetapi persekutuan orang-orang beriman yang bergerak, berkumpul, dan bersaksi di mana pun mereka berada.

Keterlibatan 90% umat wilayah dalam kegiatan ini menunjukkan bahwa semangat kolektif masih menyala. Dua bus besar yang diberangkatkan dari Bensin Biru dan Bulakrata, serta kendaraan logistik yang menyusul, menjadi simbol bahwa perjalanan iman adalah perjalanan bersama. Tidak ada yang tertinggal, tidak ada yang berjalan sendiri.

Kegiatan yang berlangsung dari pukul 10.00 hingga 14.30 WIB ini bukan hanya sarat makna, tetapi juga penuh warna. Ibadat Sabda menjadi pusat spiritualitas, sementara games, kuis, dan dinamika kelompok menjadi ruang untuk membangun relasi dan kebersamaan. Anak-anak berlarian di antara pepohonan, tertawa lepas, sementara orang tua bernyanyi bersama diiringi organ tunggal. Di akhir acara, door prize dan bingkisan dibagikan—bukan hanya sebagai hadiah, tetapi sebagai tanda kasih dan perhatian.

Kegiatan ini adalah cermin dari wajah Gereja yang diimpikan Konsili Vatikan II: Gereja yang berjalan bersama umat manusia, yang hadir dalam suka dan duka masyarakat, yang mewartakan kasih Allah melalui tindakan nyata. Kerasulan awam tidak berhenti pada liturgi, tetapi menjelma dalam aksi sosial, ekonomi, hukum, dan kemasyarakatan.

Sebagai advokat, saya percaya bahwa keadilan sosial adalah bagian dari pewartaan Injil. Sebagai aktivis kerasulan awam, saya yakin bahwa setiap kegiatan seperti ini adalah benih-benih Kerajaan Allah yang ditabur di tengah dunia.

 “Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya…” adalah ajakan untuk bangkit dari keterasingan, dari kelelahan pelayanan, dari kejenuhan rohani. Ia adalah panggilan untuk kembali—kepada Allah, kepada sesama, kepada komunitas. Dan Wilayah Santo Ignatius Loyola telah menjawab panggilan itu dengan langkah nyata.

Semoga semangat ini menular ke wilayah-wilayah lain, agar Gereja Katolik semakin hidup, relevan, dan hadir di tengah dunia yang haus akan kasih dan keadilan.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#kerasulanawam #gerejahidup #ignatiusloyola #panggilanpelayanan #gerejakatolikindonesia #cintakasihallah #refleksiiman #gerejayangberjalanbersama #kebunrayabogor #pestanamawilayah #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin