Praktek aborsi/ Foto ilustrasi: www.katolisitas-indonesia.blogspot.co.id |
Sebagaimana yang dikatakan oleh Pater Paul Marx
O.S.B, seorang imam yang pro-life dan
mendukung penuh ajaran Gereja Katolik yang memandang kontrasepsi dan aborsi
sebagai suatu yang sangat jahat, mencatat bahwa pengesahan aborsi telah
mengundang beberapa Negara secular untuk mempromosikan kontrasepsi bagi warga
negaranya. Di Amerika Serikat, presiden Barrack Obama menyetujui penggunaan alat-alat
kontrasepsi bahkan melegalkan perkawinan sesama jenis.
Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya Evangelium Vitae menulis:
"Kedua-duanya berakar dalam mentalitas hedonistis yang tidak mau menerima tanggung jawab dalam perkata-perkata mengenai seksualitas, dan keduanya juga menyiratkan sebuah konsep kebebasan yang berpusat pada diri sendiri, yang menganggap prokreasi sebagai sebuah halangan menuju pencapaian pribadi. Dengan demikian, kehidupan yang terlahir sebagai akibat dari relasi seksual menjadi musuh yang dihindari entah apa pun bayarannya, dan aborsi menjadi satu-satunya tanggapan pasti yang mungkin terhadap kontrasepsi yang gagal (EV 13)."
Panggilan terdalam manusia sebagai manusai adalah
untuk mencintai Allah. Hal ini juga berarti untuk mencintai satu sama lain
sebagai sesame manusia, yang diciptakan oleh Allah menurut citra-Nya. Kristus
mengatakan bahwa mencintai Allah dan sesama merupakan hukum yang terbesar dari
segala hukum (Mrk 12:29-31). Cinta dalam pernikahan merupakan sebuah realitas
nyata yang menggambarkan jenis cinta yang ada dalam Allah sendiri dan yang
karenanya kita diciptakan oleh Dia, supaya kita dapat mengambil bagian dalam
cinta kasih-Nya. Didalam perjanjian lama, perjanjian antara Allah
dengan bangsa Israel dilambangkan sebagai sebuah gambaran dari pernikahan dan
perjanjian ini digambarkan dengan begitu indah khususnya oleh Kitab Kidung
Agung. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, pernikahan mengungkapkan relasi intim
antara Kristus dengan Gereja (Ef 5:22; Why 21:2, 9). Katekismus Gereja Katolik
menulis bahwa penikahan sebagai sebuah sakramen yang diarahkan menuju
persekutuan (no. 1534-35). Hal ini berarti pernikahan diarahkan menuju
keselamatan orang lain. Sakramen-sakramen lainnya memberikan sumbangan dalam
beragam cara bagi pribadi yang menerima sakramen-sakramen tersebut. Sedangkan sakramen-sakramen
yang diarahkan menuju persekutuan, ketika seseorang menerimanya, ditujukan
kepada keselamatan orang lain.
Pernikahan menyucikan kedua pasangan dan
menempakatkan mereka pada sebuah martabat khusus. Mereka dipanggil untuk
memenuhi tugas-tugas tertentu (KGK no. 135). Apakah tugas ini? Tugas ini
terletak pada inti pernikahan itu sendiri yaitu relasi seksualitas, saling
bersekutu, memberi diri sepenuhnya satu sama lain dan panggilan untuk
beranakcucu dan bertambah banyak (Kej 1:28). Paus Yohanes Paulus II dalam
anjuran apostoliknya, Familiaris
Consortio menjelaskan:
"Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya sendiri. Ia memanggil manusia menjadi kenyataan karena cinta kasih-Nya sekaligus untuk mencintai. Allah itu cinta kasih dan didalam Diri-Nya. Ia menghayati misteri persekutuan cinta kasih antar pribadi. Seraya menciptakan umat manusia menurut gambar-Nya sendiri, dan tiada hentinya melestarikan keberadaannya, Allah menggoreskan dalam kodrat manusiawi pria maupun wanita panggilan, dank arena itu juga kemampuan serta tanggung jawab untuk mengasihi dan hidup dalam persekutuan. Oleh karena itu, cinta kasih merupakan panggilan yang sangat mendasar bagi setiap manusia, dan sudah tertera dalam kodratnya (no.11, penekanan asli, catatan dihilangkan)." Sumber: Faith Facts vol. 1
Mengenai tugas yang diemban oleh setiap pasangan ini
maka dari itu Gereja Katolik menolak penggunaan kontrasepsi terlebih lagi
aborsi. Gereja Katolik menolak penggunaan alat-alat kontrasepsi karena baik
alat maupun mentalitasnya untuk menghilangkan semata-semata peranan Allah dalam
penciptaan manusia. Manusia diciptakan tidak hanya semata-mata karena adanya
hubungan antara suami-istri namun karena adanya campur-tangan Allah sebagai
sumber kehidupan. Maka dengan kontrasepsi manusia secara sengaja menutup-nutupi
kemungkinan terjadinya karya penciptaan dan menolak tatanan ilahi yang berasal
dari Allah. Kontrasepsi bukanlah suatu hal yang baru muncul pada abad modern,
bentuk terkuno dari kontrasepsi adalah ramuan-ramuan penghambat kehamilan sampai
coitus interuptus (membuang sperma
diluar tubuh wanita setelah bersenggama) dan perbuatan ini pernah dilakukan
oleh Onan (kata dasar dari onani) yaitu ketika ia diperintahkan oleh ayahnya
untuk berhubungan dengan janda kakaknya supaya rumah tangga kakaknya memiliki
keturunan, namun Onan tahu bahwa keturunannya itu tidak akan menjadi miliknya
lalu ia membuang spermanya agar tidak membuahi rahim Tamar. Atas perbuatan ini
Onan dibunuh oleh Allah. Tertulianus (thn 197) dalam “Apologeticum” menegaskan hal serupa, “mencegah kelahiran adalah
melakukan pembunuhan; tidak banyak bedanya apakah orang membinasakan kehidupan
yang telah dilahirkan ataupun melakukannya dalam tahap yang lebih awal. Ia yang
bakal manusia adalah manusia.” Pada tahun 300, Konsili Elvira, konsili gereja
lokal di Spanyol, dengan tegas mengutuk aborsi (Kanon 63).
Sedangkan aborsi adalah suatu perbuatan dengan membunuh janin bayi entah dengan memakai pil-pil pengugur kandungan atau menjatuhkan sendiri dengan sengaja. Gereja Katolik menegaskan bahwa kehidupan muncul sejak pembuahan maka janin adalah suatu yang hidup dan apabila janin tersebut dibunuh (aborsi) sama hal dengan membunuh sesame manusia dan ini merupakan pelanggaran atas perintah Allah yang ke-enam. St. Basilus dalam sepucuk suratnya kepada Uskup Amphilochius (thn 374) dengan tegas menyatakan ajaran Gereja: “Seorang wanita yang dengan sengaja membinasakan janin haruslah diganjari dengan hukuman seorang pembunuh” dan “Mereka yang memberikan ramuan atau obat-obatan yang mengakibatkan aborsi adalah para pembunuh juga, sama seperti mereka yang menerima racun itu guna membunuh janin.”
Sedangkan lain halnya dengan metode KBA, yang tidak bertentangan dengan moral. KBA merupakan kodrat insane dari manusia itu sendiri yang telah dirancang oleh Allah sedemikian rupa. Allah menciptakan wanita dengan juga memberikan masa tidak subur bagi wanita yang menunjukkan bahwa manusia tidak dirancang untuk selalu berketurunan namun tidak boleh pula memiliki sikap dan mental kontraseptif. Dilain pihak, meski KBA tidak bertentangan dengan moral Katolik dapat pula memiliki mental kontraseptif. Contohnya apabila suatu pasangan mampu memiliki 3-4 anak namun hanya memiliki 2 anak saja dengan alasan agar hidup berkecukupan, ini adalah tindakan yang membawa dosa besar. Dominus illuminatio mea!
___________________________
(Darius Leka, SH/ Sumber: www.katolisitas-indonesia.blogspot.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin