Selasa, 28 Februari 2017

Taman Seminari; Menanam Iman Sejak Dini, Membangun Peradaban Kasih

PONTIANAK
Di tengah derasnya arus globalisasi dan tantangan zaman yang semakin kompleks, Gereja Katolik Indonesia terus berbenah dan bergerak. Salah satu langkah strategis yang patut diapresiasi adalah penguatan pendidikan anak usia dini berciri khas Katolik melalui Taman Seminari. Dalam Pertemuan Pembinaan Pendidik Taman Seminari yang digelar di Pontianak, Kalimantan Barat, 22–25 Februari 2017, Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI, Eusabius Binsasi, menegaskan pentingnya kehadiran lembaga ini sebagai wadah pembentukan karakter dan iman anak-anak Katolik sejak dini.

Taman Seminari bukan sekadar Taman Kanak-Kanak. Ia adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan program pembinaan anak usia 4–6 tahun dengan kekhasan nilai-nilai iman Katolik. Dalam masa emas pertumbuhan anak, Gereja hadir untuk menanamkan nilai spiritual, moral, dan sosial yang seimbang antara jasmani dan rohani.

Dirjen Binsasi menyebut bahwa pendidikan anak usia dini harus utuh dan terpadu. “Pertemuan ini adalah momentum penting untuk berbenah diri, menjawab tuntutan zaman dan regulasi, serta berjuang bersama mewujudkan pendidikan yang berkualitas,” tegasnya. Pemerintah, lanjutnya, sangat konsen terhadap pengembangan potensi anak melalui kegiatan bermain yang bermakna dalam suasana ramah dan menyenangkan.

Yang menarik, gerakan Taman Seminari lahir dari komunitas. Dari Kalimantan Barat hingga Papua, dari NTT hingga Maluku, para pengelola Taman Seminari hadir sebagai pelayan pendidikan yang menjawab kebutuhan umat. Tercatat enam provinsi telah menginisiasi Taman Seminari: Suara Alam Kubu Raya, Sta. Maria Fatima Brebes, Gonzalo Tobelo, Sta. Maria Agustina Rumaat, St. Petrus Madi Paniai, dan Flos Carmeli Sumba Tengah.

Direktur Pendidikan Katolik, Fransiskus Endang, menegaskan bahwa seluruh Taman Seminari tersebut telah memiliki izin operasional dan Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN). Beberapa lainnya sedang dalam proses telaahan dan supervisi. Kehadiran mereka juga atas restu Uskup setempat atau Pastor Paroki, menunjukkan sinergi antara Gereja dan negara dalam membangun generasi Katolik yang cerdas dan berkepribadian luhur.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat bahwa Taman Seminari adalah bentuk nyata dari pewartaan kasih Allah kepada dunia. Pendidikan bukan hanya transfer ilmu, tetapi pembentukan manusia seutuhnya. Dalam terang ajaran Gereja, khususnya dokumen Gravissimum Educationis, pendidikan adalah hak asasi dan tanggung jawab bersama antara keluarga, Gereja, dan negara.

Taman Seminari menjadi ladang kerasulan awam yang strategis. Di sana, para pendidik bukan hanya guru, tetapi juga pewarta. Mereka menanamkan nilai-nilai Injil dalam kehidupan anak-anak, membentuk karakter Kristiani yang akan menjadi fondasi peradaban kasih di masa depan.

Pertemuan di Pontianak bukan sekadar forum teknis. Ia adalah pernyataan iman dan komitmen. Bahwa Gereja Katolik Indonesia, melalui Taman Seminari, hadir untuk menyemai harapan, membentuk generasi yang berakar pada iman, dan mewartakan kasih Allah kepada dunia.

Mari kita dukung gerakan ini. Sebab, masa depan Gereja dan bangsa dimulai dari anak-anak yang dibesarkan dalam cinta, iman, dan nilai-nilai luhur.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#kerasulanawam #gerejakatolik #tamanseminari #pendidikananakusiadini #imansejakdini #peradabankasih #wartakasih #bimaskatolik #pendidikankatolik #gerejayanghadir #anakkatolikcerdasberiman  #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin