Kegiatan ini merupakan bagian dari program “Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) P4GN” yang digagas oleh BNN Kota Depok. Tujuannya jelas—membangun
kesadaran kolektif lintas agama untuk melindungi masyarakat, terutama kaum
muda, dari jerat narkotika.
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat yang dapat
mengubah kesadaran, menghilangkan rasa nyeri, dan menimbulkan ketergantungan.
Data BNN tahun 2015 menunjukkan bahwa 4 juta lebih warga Indonesia telah
menjadi penyalahguna narkoba, dengan usia pertama kali mencoba berkisar antara
12 hingga 15 tahun. Ini bukan sekadar angka—ini adalah potret suram generasi
yang terancam kehilangan masa depan.
Yang lebih mencemaskan, 27,32% pengguna narkoba adalah pelajar dan
mahasiswa. Mereka adalah anak-anak kita, keponakan kita, siswa-siswi di sekolah
Katolik, dan pemuda-pemudi yang duduk di bangku gereja setiap Minggu.
Para pengedar narkoba tidak datang dengan wajah seram. Mereka menyamar
sebagai teman, tetangga, bahkan sesama pelajar. Mereka menawarkan “coba
gratis”, mengirim paket palsu, atau menitipkan barang di stasiun dan bandara.
Mereka tahu bahwa satu kali coba bisa berarti ketergantungan seumur hidup.
Gejala awalnya pun sering kali tak disadari: bingung, bohong, bengong,
bolos, bego, bolot, barang-barang hilang—tujuh “B” yang menjadi sinyal bahaya
bagi orang tua dan pendidik.
Dalam masa Prapaskah ini, Keuskupan Bogor mengangkat tema kaum muda sebagai
fokus Aksi Puasa Pembangunan (APP). Ini bukan kebetulan. Di saat kaum muda
menjadi sasaran empuk narkoba, Gereja justru mengajak kita untuk lebih peduli,
lebih hadir, dan lebih aktif dalam membangun keluarga berwawasan ekologis—yang
tidak hanya mencintai alam, tetapi juga menjaga martabat manusia.
Sebagai aktivis kerasulan awam, saya percaya bahwa melawan narkoba adalah
bagian dari pewartaan kasih Allah. Kita tidak bisa hanya mengandalkan aparat
atau lembaga negara. Gereja, melalui komunitas basis, kelompok kategorial, dan
paroki, harus menjadi ruang aman bagi anak-anak dan remaja.
Langkah awal adalah edukasi. Penyuluhan seperti yang dilakukan BNN Kota
Depok harus diperluas ke lingkungan gereja. Orang tua, guru agama, dan
pendamping OMK perlu dibekali dengan pengetahuan tentang bahaya narkoba dan
cara mendeteksinya sejak dini.
Langkah kedua adalah pendampingan. Gereja harus menyediakan ruang konseling,
komunitas pemulihan, dan jaringan relawan yang siap mendampingi korban dan
keluarganya.
Langkah ketiga adalah kolaborasi. Kita harus bekerja sama dengan BNN,
sekolah, dan tokoh lintas agama untuk membangun gerakan bersama melawan
narkoba. Ini bukan hanya soal hukum, tetapi soal keselamatan jiwa.
Yesus datang untuk memberi hidup, dan memberikannya dalam kelimpahan
(Yohanes 10:10). Maka, setiap upaya menyelamatkan kaum muda dari narkoba adalah
bagian dari misi Kristiani. Ini adalah bentuk nyata dari cinta kepada sesama,
terutama mereka yang paling rentan.
Mari kita jaga anak-anak kita. Mari kita jaga generasi penerus Gereja dan
bangsa. Mari kita lawan narkoba dengan kasih, keberanian, dan iman yang hidup.
Oleh: Darius
Leka, S.H., M.H., Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik
#kerasulanawam
#gerejamelawannarkoba #selamatkankaummuda #cintaallahuntukanak #gerejapeduli
#stopnarkoba #prapaskahbermakna #appkeuskupanbogor #gerejauntukmasyarakat #imanyangmembebaskan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin