Jumat, 31 Maret 2017

Kesucian yang Tak Ternoda; Refleksi Iman dan Hukum di Tengah Kontroversi Surat Al-Maidah

JAKARTA
- Sidang ke-16 kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 29 Maret 2017 menjadi titik penting dalam diskursus publik tentang relasi antara agama, hukum, dan kebebasan berpendapat. Di tengah ketegangan politik dan sosial, hadir suara jernih dari Prof. Bambang Kaswanti Purwo, Guru Besar Linguistik Universitas Katolik Atma Jaya, yang memberikan kesaksian sebagai ahli bahasa.

Dalam sidang yang digelar di Gedung Kementerian Pertanian, Bambang menyampaikan bahwa kesucian Surat Al-Maidah tidak berubah meski disalahgunakan oleh manusia. Ia mengibaratkan: “Anak saya dipukuli dengan tongkat pusaka, apakah tongkat pusaka berbuat jahat?” Analogi ini menggambarkan bahwa alat suci tidak menjadi jahat karena tindakan manusia yang menyalahgunakannya.

Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya melihat pernyataan ini bukan sekadar pembelaan hukum, tetapi juga refleksi teologis yang mendalam. Dalam tradisi Gereja Katolik, Kitab Suci adalah firman Allah yang hidup. Ia tidak bisa dinodai oleh manusia, karena kesuciannya bersumber dari Allah sendiri. Yang bisa ternoda adalah tindakan manusia yang menyalahgunakan teks suci untuk kepentingan politik, kekuasaan, atau kebencian.

Bambang menegaskan bahwa agama adalah lambang kesempurnaan, dan karena itu tidak mungkin dinodai. “Masa menodai agama, baju saja dinodai. Tapi agama itu tidak mungkin dinodai,” katanya. Pernyataan ini sejalan dengan ajaran Gereja bahwa agama adalah jalan menuju keselamatan, bukan alat untuk menghakimi atau memecah belah.

Dalam konteks kerasulan awam, kita dipanggil untuk menjadi penjaga kesucian iman, bukan dengan cara membungkam perbedaan, tetapi dengan membangun dialog yang sehat. Kita harus mampu membedakan antara kritik terhadap praktik keagamaan dan penistaan terhadap agama itu sendiri. Ketika teks suci dijadikan alat politik, kita harus berani bersuara bahwa yang ternoda bukan kitabnya, tetapi niat di balik penggunaannya.

Kasus Ahok dan kontroversi Surat Al-Maidah membuka ruang bagi Gereja dan umat Katolik untuk merefleksikan peran kita dalam masyarakat plural. Kita tidak boleh terjebak dalam politik identitas, tetapi harus menjadi saksi kasih yang melampaui batas agama dan ideologi. Kita harus mengedepankan keadilan, kebenaran, dan martabat manusia sebagai fondasi kehidupan bersama.

Prof. Bambang telah menunjukkan bahwa ilmu dan iman bisa berjalan beriringan. Ia tidak hanya membela teks, tetapi juga membela akal sehat dan kemanusiaan. Dalam dunia yang mudah tersulut oleh emosi dan provokasi, suara seperti inilah yang dibutuhkan: jernih, tegas, dan penuh kasih.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#kerasulanawam #gerejauntukkeadilan #ajaransosialgereja #kitabsucitakternoda #dialoglintasiman #100persenkatolik100persenindonesia #martabatmanusia #imandanhukum #kasihmelawankebencian #cintaallahuntukdunia #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin