Jumat, 31 Maret 2017

Agama dan Akal Sehat; Menolak Perdagangan Iman di Panggung Politik

JAKARTA
- Agama, dalam hakikatnya yang terdalam, adalah jalan menuju keselamatan. Ia adalah jembatan antara manusia dan Sang Pencipta, ruang suci tempat manusia belajar tentang kasih, pengampunan, dan damai sejahtera. Namun, dalam realitas sosial-politik kita hari ini, agama kerap kali kehilangan wajah aslinya. Ia tidak lagi menjadi cahaya yang menerangi, melainkan alat yang diperdagangkan, dijajakan, bahkan dipolitisasi demi ambisi kekuasaan.

Kita menyaksikan bagaimana ayat-ayat suci dijadikan senjata politik. Nama Allah diteriakkan bukan untuk menyembuhkan, tetapi untuk menghakimi. Tempat ibadah berubah menjadi panggung agitasi. Bahkan orang mati pun tak luput dari tarik-menarik kepentingan. Ini bukan lagi soal iman, tapi soal kekuasaan. Dan ketika kekuasaan menunggangi agama, yang lahir bukan keselamatan, melainkan ketakutan.

Sebagai seorang aktivis kerasulan awam, saya merasa terpanggil untuk bersuara. Gereja Katolik mengajarkan bahwa iman tidak boleh dipisahkan dari akal budi. Fides et ratio—iman dan akal—adalah dua sayap yang membawa manusia menuju kebenaran. Maka, beragama tanpa akal sehat adalah bentuk pengkhianatan terhadap hakikat iman itu sendiri.

Kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa agama telah dijadikan komoditas. Dalam Pilgub DKI Jakarta, misalnya, kita melihat bagaimana ayat-ayat suci dijual untuk mendulang suara. Ada yang memanen rupiah dari mimbar, ada yang memanen suara dari propaganda. Ini adalah politik sektarian dalam bentuknya yang paling vulgar. Dan yang paling menyedihkan: semua itu dilakukan atas nama Tuhan.

Ajaran Sosial Gereja menegaskan bahwa agama harus menjadi kekuatan pembebas, bukan penindas. Ia harus hadir di tengah dunia, bukan untuk membangun menara gading, tetapi untuk berpeluh bersama umat manusia. Namun, ketika agama terlalu dalam tercebur dalam dunia tanpa kendali moral, ia bisa menjadi sumber kejahatan. Ia bisa bersatu dengan kegelapan, bersekutu dengan kemungkaran.

Maka, kita harus mengembalikan agama pada hakikatnya. Biarkan agama menjadi ruang perjumpaan, bukan arena perpecahan. Biarkan tempat ibadah kembali menjadi tempat suci, bukan panggung kampanye. Biarkan orang mati menghadap Tuhannya dengan damai, tanpa dihakimi oleh pilihan politiknya.

Keselamatan adalah milik semua orang. Surga tidak ditentukan oleh warna partai atau pilihan di bilik suara. Ia ditentukan oleh kasih, oleh iman yang hidup, oleh hati yang bersih. Maka, beragamalah dengan sadar. Dan berimanlah dengan akal sehat.

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H., Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

 

#kerasulanawam #gerejauntukkeadilan #ajaransosialgereja #agamadanakalsehat
#tolakpolitikidentitas #100persenkatolik100persenindonesia #martabatmanusia #tempatibadahadalahsuci #kasihmelawankebencian #cintaallahuntukdunia #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin