Hari pertama Februari kemarin merupakan hari istimewa bagi Vikaris
Judisial Keuskupan Bogor, Romo Yohanes Driyanto. Pasalnya, imam
Keuskupan Bogor ini merayakan pesta perak tahbisan presbiteratnya. Misa
syukur digelar di Gereja Beatae Mariae Virginis Katedral Bogor, Rabu,
1/2/2017.
Dalam perayaan itu, Romo Driyanto mengisahkan perjalanannya menjadi
imam. Dulu, Driyanto kecil adalah seorang penjual kayu bakar di kampung
halamannya di Jawa Tengah. “Saya tidak pernah menduga kalau perjalanan
hidup menuntun saya menjadi pastor. Inilah rencana Tuhan yang tidak
dimengerti saat itu,” ujar Pemimpin Tribunal Keuskupan Bogor ini.
Semula, pria kelahiran Sleman, Yogyakarta, 2 Desember 1963 ini sempat
ditawari oleh kakaknya untuk menjadi imam Keuskupan Agung Palembang.
Tapi, karena ke Palembang harus menyeberang laut, ia menolak. Usut punya
usut, ternyata Romo Dri fobia laut. “Saya sempat bertanya ke kakak
saya, apakah tidak bisa ke Palembang hanya lewat pinggir laut saja?”
ujar Romo Driyanto mengisahkan pengalamannya.
Akhirnya, ia memilih menjadi imam dioses Bogor. Itu pun ada
alasannya. Ia mau menjadi imam Keuskupan Bogor agar bisa melihat
Jakarta. Benar, setelah di Bogor ia pun menyempatkan diri datang melihat
Jakarta. Romo Driyanto menerima tahbisan pada 1 Februari 1992.
Uskup Bogor Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM yang memimpin Misa Syukur
25 tahun tahbisan Romo Driyanto menyampaikan kesan terhadap rekan satu
angkatannya ini. “Peran Romo Driyanto sebagai Vikaris Judisial Keuskupan
Bogor sangat membantu pelayanan pastoral di bidang hukum Gereja. Beliau
adalah imam senior. Kami berterima kasih atas pengabdian Romo Dri
selama ini,” ujar Mgr Paskalis.
____________________
Sumber: www.hidupkatolik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin