Minggu, 14 Desember 2025

Ketika Diplomasi Bertemu Devosi; Hillary Clinton dan Gambar Ajaib Bunda Maria dari Guadalupe

Hillary Clinton pernah mengagumi gambar Bunda Maria dari Guadalupe saat kunjungan diplomatik ke Meksiko, menunjukkan bagaimana simbol iman Katolik mampu menyentuh hati lintas budaya dan keyakinan.

MEKSIKO - Pada 27 Maret 2009, sebuah momen tak terduga terjadi di Basilika Bunda Maria dari Guadalupe, Meksiko. Hillary Clinton, saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, melakukan kunjungan resmi ke negara tersebut. Di luar agenda protokol, ia menyempatkan diri mengunjungi basilika yang menjadi pusat ziarah Katolik terbesar di dunia. Di hadapan gambar ajaib Bunda Maria yang terlukis di tilma Santo Juan Diego, Clinton bertanya dengan polos, “Siapa yang melukisnya?” Monsinyur Diego Monroy menjawab singkat, “Tuhan!”.

Pertanyaan itu, meski dianggap sebagai kekeliruan diplomatik oleh sebagian media, justru membuka ruang refleksi yang dalam: bagaimana sebuah gambar yang lahir dari peristiwa iman pada 1531 masih mampu menggugah hati seorang pemimpin dunia sekuler hampir lima abad kemudian?

Gambar Bunda Maria dari Guadalupe bukan sekadar karya seni. Ia adalah ikon yang dipercaya umat Katolik sebagai hasil mukjizat: tercetak secara ajaib di kain tilma milik Juan Diego, seorang pribumi Nahuatl yang menjadi santo pertama dari benua Amerika. Ilmuwan dan ahli seni telah lama meneliti gambar ini, namun banyak aspek—seperti ketahanan kain selama ratusan tahun dan refleksi wajah manusia dalam mata Maria—masih menjadi misteri hingga kini.

Bagi umat Katolik, gambar ini bukan hanya simbol devosi, tetapi juga tanda kehadiran Allah yang menyapa umat-Nya melalui budaya lokal. Maria menampakkan diri sebagai perempuan pribumi, berbicara dalam bahasa Nahuatl, dan mengenakan pakaian khas masyarakat Aztek. Ini adalah bentuk inkulturasi iman yang paling kuat dan menyentuh.

Kunjungan Hillary Clinton ke basilika tersebut, meski singkat, menyiratkan bahwa simbol-simbol iman Katolik memiliki daya tarik universal. Ia meletakkan bunga putih “atas nama rakyat Amerika” dan menyalakan lilin di area doa. Tindakan ini, meski mungkin bersifat simbolik, menunjukkan bahwa nilai-nilai spiritual tetap memiliki tempat dalam ruang publik dan diplomasi internasional.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat ini sebagai peluang: bahwa pewartaan kasih Allah tidak terbatas pada altar dan mimbar, tetapi juga bisa menjangkau ruang-ruang strategis dunia. Gereja Katolik, melalui komunitas awamnya, dipanggil untuk terus menghadirkan wajah Kristus dalam bidang sosial, hukum, dan kemasyarakatan—bahkan di tengah dinamika politik global.

Gambar Bunda Maria dari Guadalupe adalah pengingat bahwa pewartaan tidak selalu dilakukan dengan kata-kata. Ia bisa hadir dalam simbol, dalam tindakan kasih, dan dalam kesaksian hidup. Komunitas kerasulan awam di Indonesia, khususnya di Keuskupan Bogor, terus bergerak dalam semangat ini: mendampingi masyarakat kecil, memperjuangkan keadilan, dan membangun solidaritas lintas iman.

Ketika seorang tokoh dunia seperti Hillary Clinton bisa tergerak oleh gambar Maria, kita diingatkan bahwa kasih Allah tidak mengenal batas. Ia hadir di mana pun ada hati yang terbuka.

“Ia menampakkan diri kepada yang rendah hati, dan melalui mereka Ia mengubah dunia.” — Refleksi atas Guadalupe

 

✍️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #guadalupe #bundamaria #katolikindonesia #kerasulanawam #imanlintasbudaya #kasihallah #devosikatolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin