KOTA DEPOK - Di tengah semarak perayaan Natal yang seharusnya menjadi momen sukacita dan refleksi iman, umat Katolik di Depok justru dihadapkan pada kenyataan pahit: pembatalan Misa Natal di Wisma Sahabat Yesus (SY), tempat yang selama ini menjadi ruang spiritual mahasiswa Katolik. Ironisnya, pembatalan ini disebut sebagai hasil “musyawarah bersama” oleh Wali Kota Depok, Supian Suri.
Namun, pertanyaan mendasar muncul: musyawarah dengan siapa?
Atas dasar apa? Dan mengapa hanya “kondusifitas lingkungan” yang dijadikan
alasan, sementara fakta menunjukkan bahwa kegiatan rohani di Wisma SY telah
berlangsung lama, damai, dan tidak pernah menimbulkan keresahan?
Sebagai seorang rasul awam, saya percaya bahwa iman bukan
hanya soal liturgi, tetapi juga perjuangan untuk keadilan. Kerasulan awam
adalah panggilan untuk menghadirkan kasih Allah di tengah masyarakat—dalam
bidang hukum, sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Seperti yang ditegaskan dalam
Apostolicam Actuositatem, kaum awam dipanggil untuk menjadi saksi
Kristus di tengah dunia, bukan hanya di dalam gereja.
Ketika hak beribadah kami dibatasi, kami tidak bisa tinggal
diam. Kami bersuara bukan untuk menciptakan konflik, tetapi untuk menegakkan
keadilan dan menyuarakan kebenaran. Karena iman yang sejati tidak bisa
dipisahkan dari keberanian untuk membela martabat manusia.
Konstitusi Republik Indonesia, khususnya Pasal 29 UUD 1945,
menjamin kebebasan beragama dan beribadah. Maka, ketika kegiatan ibadah
dibatalkan tanpa dasar hukum yang jelas, negara harus hadir. Pemerintah Kota
Depok tidak boleh tunduk pada tekanan kelompok intoleran yang ingin memonopoli
ruang publik atas nama mayoritas.
Jika alasan pembatalan adalah karena tempat ibadah tidak
sesuai peruntukan, maka pemerintah harus konsisten. Tertibkan juga sekolah dan
yayasan lain yang digunakan sebagai tempat ibadah tanpa izin resmi. Jangan ada
standar ganda. Jangan ada diskriminasi terselubung.
Kami meminta Presiden Prabowo dan kementerian terkait untuk
turun tangan. Jangan biarkan nama Kota Depok terus tercoreng dalam survei
nasional soal toleransi. Jangan biarkan ketidakadilan menjadi norma.
Gereja Katolik bukan hanya institusi, tetapi komunitas umat
beriman yang hidup dan bergerak. Kami hadir di tengah masyarakat: mendampingi
yang miskin, memperjuangkan keadilan sosial, dan menyuarakan kasih Allah yang
tak terbatas. Kami percaya bahwa terang Kristus tidak akan pernah padam, bahkan
di tengah kegelapan intoleransi.
Sebagai umat Katolik, kita dipanggil untuk tetap teguh dalam
iman, sabar dalam pengharapan, dan aktif dalam kasih. Kita tidak boleh menyerah
pada tekanan, tetapi harus terus menjadi saksi kasih di tengah dunia.
Peristiwa ini menjadi cermin bagi kita semua: sejauh mana
kita benar-benar menjunjung tinggi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika? Apakah
kita siap hidup berdampingan dalam damai, atau justru membiarkan intoleransi
merusak tenun kebangsaan?
Mari kita jaga Indonesia sebagai rumah bersama. Rumah di mana setiap anak bangsa, tanpa memandang agama, suku, atau latar belakang, dapat hidup, tumbuh, dan beribadah dengan damai.
Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat dan
Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik
#kebebasanberagama #rasulawamkatolik
#nataluntuksemua #depokuntuksemua #kasihmelampauibatas #tolakintoleransi #gerejabergerak #shdariusleka #parokisantopaulusdepok
#reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin