Kamis, 25 Desember 2025

Ketika Musyawarah Menjadi Alat Pembungkaman; Suara Rasul Awam dari Depok

KOTA DEPOK - Di tengah semarak perayaan Natal yang seharusnya menjadi momen sukacita dan refleksi iman, umat Katolik di Depok justru dihadapkan pada kenyataan pahit: pembatalan Misa Natal di Wisma Sahabat Yesus (SY), tempat yang selama ini menjadi ruang spiritual mahasiswa Katolik. Ironisnya, pembatalan ini disebut sebagai hasil “musyawarah bersama” oleh Wali Kota Depok, Supian Suri.

Namun, pertanyaan mendasar muncul: musyawarah dengan siapa? Atas dasar apa? Dan mengapa hanya “kondusifitas lingkungan” yang dijadikan alasan, sementara fakta menunjukkan bahwa kegiatan rohani di Wisma SY telah berlangsung lama, damai, dan tidak pernah menimbulkan keresahan?

Sebagai seorang rasul awam, saya percaya bahwa iman bukan hanya soal liturgi, tetapi juga perjuangan untuk keadilan. Kerasulan awam adalah panggilan untuk menghadirkan kasih Allah di tengah masyarakat—dalam bidang hukum, sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Seperti yang ditegaskan dalam Apostolicam Actuositatem, kaum awam dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di tengah dunia, bukan hanya di dalam gereja.

Ketika hak beribadah kami dibatasi, kami tidak bisa tinggal diam. Kami bersuara bukan untuk menciptakan konflik, tetapi untuk menegakkan keadilan dan menyuarakan kebenaran. Karena iman yang sejati tidak bisa dipisahkan dari keberanian untuk membela martabat manusia.

Konstitusi Republik Indonesia, khususnya Pasal 29 UUD 1945, menjamin kebebasan beragama dan beribadah. Maka, ketika kegiatan ibadah dibatalkan tanpa dasar hukum yang jelas, negara harus hadir. Pemerintah Kota Depok tidak boleh tunduk pada tekanan kelompok intoleran yang ingin memonopoli ruang publik atas nama mayoritas.

Jika alasan pembatalan adalah karena tempat ibadah tidak sesuai peruntukan, maka pemerintah harus konsisten. Tertibkan juga sekolah dan yayasan lain yang digunakan sebagai tempat ibadah tanpa izin resmi. Jangan ada standar ganda. Jangan ada diskriminasi terselubung.

Kami meminta Presiden Prabowo dan kementerian terkait untuk turun tangan. Jangan biarkan nama Kota Depok terus tercoreng dalam survei nasional soal toleransi. Jangan biarkan ketidakadilan menjadi norma.

Gereja Katolik bukan hanya institusi, tetapi komunitas umat beriman yang hidup dan bergerak. Kami hadir di tengah masyarakat: mendampingi yang miskin, memperjuangkan keadilan sosial, dan menyuarakan kasih Allah yang tak terbatas. Kami percaya bahwa terang Kristus tidak akan pernah padam, bahkan di tengah kegelapan intoleransi.

Sebagai umat Katolik, kita dipanggil untuk tetap teguh dalam iman, sabar dalam pengharapan, dan aktif dalam kasih. Kita tidak boleh menyerah pada tekanan, tetapi harus terus menjadi saksi kasih di tengah dunia.

Peristiwa ini menjadi cermin bagi kita semua: sejauh mana kita benar-benar menjunjung tinggi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika? Apakah kita siap hidup berdampingan dalam damai, atau justru membiarkan intoleransi merusak tenun kebangsaan?

Mari kita jaga Indonesia sebagai rumah bersama. Rumah di mana setiap anak bangsa, tanpa memandang agama, suku, atau latar belakang, dapat hidup, tumbuh, dan beribadah dengan damai.

 

Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat dan Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik

#kebebasanberagama #rasulawamkatolik #nataluntuksemua #depokuntuksemua #kasihmelampauibatas #tolakintoleransi #gerejabergerak #shdariusleka #parokisantopaulusdepok #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin