KOTA DEPOK - Tanggal 25 Desember, bagi umat Kristiani di seluruh dunia, adalah hari suci yang penuh makna: Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, Sang Juru Selamat. Namun, menjelang akhir tahun 2025, jagat maya Indonesia digemparkan oleh viralnya narasi dari kelompok tertentu yang menyatakan bahwa tanggal tersebut akan dijadikan sebagai “Hari Mualaf Sedunia”. Sebuah klaim yang tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berpotensi memecah belah kerukunan antarumat beragama.
Narasi ini pertama kali mencuat melalui unggahan video di media sosial
TikTok dan YouTube, yang menampilkan tokoh-tokoh tertentu menyerukan
“penggantian makna” 25 Desember. Video tersebut disertai narasi provokatif dan
simbol-simbol keagamaan yang dimanipulasi untuk membangun opini publik. Namun,
hasil pemeriksaan fakta oleh MAFINDO menyatakan bahwa sebagian besar konten
tersebut adalah hoaks atau manipulasi informasi.
Dalam terang iman Katolik, Natal bukan hanya soal tanggal, tetapi peristiwa
keselamatan. Gereja tidak pernah mengklaim bahwa Yesus lahir tepat pada 25
Desember, namun tanggal ini dipilih secara liturgis untuk merayakan terang
Kristus yang datang ke dunia. Maka, upaya mengganti makna tanggal ini dengan
narasi lain adalah bentuk dekonstruksi simbolik yang merendahkan iman
umat Kristiani.
Sebagai aktivis kerasulan awam, saya percaya bahwa respons terbaik terhadap
provokasi bukanlah kemarahan, melainkan kesaksian kasih.
Komunitas-komunitas Katolik di berbagai daerah telah menunjukkan hal ini
melalui aksi nyata: membagikan sembako, mengadakan pengobatan gratis, hingga
advokasi hukum bagi masyarakat marginal. Inilah bentuk pewartaan Injil yang
sejati—mewartakan kasih Allah melalui tindakan nyata di tengah masyarakat.
Secara hukum, tindakan menyebarkan narasi yang berpotensi memicu konflik
SARA dapat dijerat dengan UU ITE dan KUHP. Namun, lebih dari sekadar penindakan
hukum, negara dan masyarakat sipil perlu membangun literasi keberagaman
dan dialog antariman yang sehat. Gereja Katolik, melalui Komisi
Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK), terus mendorong dialog yang
membangun dan saling menghormati.
Kita diajak untuk tidak terjebak dalam narasi-narasi yang menyesatkan. Natal
adalah perayaan kasih Allah yang hadir dalam rupa manusia. Maka, mari kita
jadikan momen ini sebagai kesempatan untuk memperkuat persaudaraan, memperluas
pelayanan sosial, dan meneguhkan iman dalam kasih.
Oleh: Darius
Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik
#shdariusleka
#reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #kerasulanawam #nataladalahkasih
#katolikuntukindonesia #melawanhoaksdengankasih

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin