KOTA DEPOK - Dalam terang ajaran Gereja Katolik, tidak ada larangan mutlak untuk melangsungkan pernikahan pada masa Adven dan Prapaskah. Namun, ada pertimbangan pastoral dan liturgis yang perlu diperhatikan oleh umat dan para pelayan Gereja.
Di suatu sore yang teduh, saya menerima pertanyaan dari
seorang umat: "Pak Darius, apakah kami boleh menikah di masa Adven?
Pastor paroki kami melarang, katanya tidak sesuai dengan semangat
liturgi." Pertanyaan ini bukan yang pertama saya dengar. Bahkan,
semakin sering muncul menjelang masa-masa liturgi khusus seperti Adven dan
Prapaskah.
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya merasa
terpanggil untuk menelusuri lebih dalam: apakah benar Gereja melarang
pernikahan di masa-masa ini? Atau adakah ruang pastoral yang memungkinkan?
Menurut Panduan Pastoral Liturgi Perkawinan Keuskupan
Regio Jawa Plus dan Kitab Hukum Kanonik, tidak ada larangan eksplisit untuk
melangsungkan pernikahan pada masa Adven maupun Prapaskah. Yang dilarang secara
mutlak hanyalah pada Jumat Agung dan Sabtu Suci.
Namun, masa Adven dan Prapaskah adalah masa tobat dan
persiapan rohani. Maka, Gereja menganjurkan agar perayaan sakramen perkawinan
dilakukan dengan kesederhanaan, tanpa pesta meriah yang bertentangan dengan
semangat pertobatan.
Di sinilah letak tantangan pastoral. Beberapa paroki atau
keuskupan menerapkan kebijakan yang lebih ketat, melarang pernikahan di
masa-masa tersebut demi menjaga kekhusyukan liturgi. Namun, ini bukan larangan
universal, melainkan kebijakan lokal yang bersifat pastoral.
Sebagai umat, kita diajak untuk memahami semangat di balik
kebijakan tersebut, bukan sekadar menuntut hak. Sebaliknya, para gembala juga
diajak untuk mendampingi umat dengan hati yang terbuka dan penuh kasih, bukan
dengan larangan yang kaku.
Kerasulan awam bukan hanya soal pelayanan sosial atau
advokasi hukum. Ini adalah panggilan untuk menjadi jembatan antara ajaran
Gereja dan realitas hidup umat. Dalam isu ini, kerasulan awam dapat berperan
sebagai fasilitator dialog antara umat dan gembala, menjembatani harapan dan
kebijakan, serta menyuarakan kasih dalam kebijaksanaan.
Pernikahan adalah sakramen kasih Allah. Maka, kapan pun
dilangsungkan, hendaknya menjadi peristiwa iman yang memuliakan Tuhan. Jika
dilaksanakan di masa Adven atau Prapaskah, biarlah kesederhanaan dan
kekhusyukan menjadi saksi bahwa kasih sejati tak butuh gemerlap duniawi.
Kesimpulan:
Umat Katolik boleh menikah pada masa Adven dan Prapaskah, namun dengan
memperhatikan semangat liturgi dan kebijakan pastoral setempat. Dialog terbuka
antara umat dan gembala menjadi kunci agar sakramen ini tetap menjadi tanda
kasih Allah yang hidup.
Oleh; Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat & Aktivis
Kerasulan Awam Katolik
#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang
#katolik #kerasulanawam #pernikahankatolik #adven #prapaskah #kasihAllah

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin