Rabu, 17 Desember 2025

Perjalanan Jiwa Setelah Kematian; Sebuah Refleksi Iman dalam Terang Ajaran Gereja Katolik

NAGEKEO – FLORES, “Kematian bukanlah akhir, melainkan pintu menuju kehidupan kekal.” Kalimat ini bukan sekadar penghiburan, melainkan inti dari iman Katolik yang memandang kematian sebagai awal dari perjalanan jiwa menuju kepenuhan kasih Allah. Namun, bagaimana sesungguhnya perjalanan jiwa setelah kematian menurut ajaran Gereja Katolik? Dan bagaimana kerasulan awam dapat mewartakan pengharapan ini kepada dunia yang sering kali takut akan kematian?

Menurut Katekismus Gereja Katolik (KGK 1020–1060), setelah kematian, jiwa manusia mengalami pengadilan pribadi (judicium particulare). Di saat itu, jiwa akan langsung mengetahui nasib kekalnya: surga, api penyucian, atau neraka.

  • Surga adalah persekutuan kekal dengan Allah bagi mereka yang meninggal dalam rahmat dan telah disucikan sepenuhnya.
  • Api penyucian adalah keadaan pemurnian bagi jiwa-jiwa yang meninggal dalam kasih karunia tetapi masih perlu disucikan sebelum masuk surga.
  • Neraka adalah keterpisahan kekal dari Allah bagi mereka yang secara sadar menolak kasih-Nya hingga akhir hidup.

Ajaran ini bukan sekadar dogma, melainkan panggilan untuk hidup dalam pertobatan, kasih, dan pelayanan.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya sering menyaksikan bagaimana keluarga-keluarga Katolik menghadapi kematian dengan iman yang teguh. Dalam pelayanan sosial dan hukum, saya melihat bahwa pemahaman akan kehidupan kekal memberi kekuatan luar biasa bagi mereka yang berduka. Doa arwah, misa requiem, dan devosi kepada jiwa-jiwa di api penyucian menjadi bentuk solidaritas spiritual yang nyata.

Kita percaya bahwa kasih tidak berhenti di liang kubur. Doa-doa kita menembus batas waktu dan ruang, menjadi jembatan antara dunia dan kekekalan.

Kerasulan awam dipanggil untuk menjadi saksi harapan. Dalam dunia yang sering kali memuja kenikmatan duniawi dan takut akan kematian, kita hadir untuk menyuarakan bahwa hidup tidak berakhir di kubur. Melalui pelayanan sosial, pendampingan hukum, dan aksi kemasyarakatan, kita mewartakan bahwa setiap manusia berharga di mata Allah—baik dalam hidup maupun setelah kematian.

Komunitas kerasulan awam dapat mengadakan rekoleksi, pendalaman iman, dan pendampingan pastoral bagi keluarga yang berduka. Ini bukan hanya bentuk pelayanan, tetapi juga pewartaan Injil yang hidup.

Kesimpulan:
Perjalanan jiwa setelah kematian adalah misteri iman yang diterangi oleh kasih Allah. Sebagai umat Katolik, kita diajak untuk hidup dalam pertobatan dan kasih, serta mendampingi sesama dalam menghadapi misteri kematian dengan pengharapan akan kehidupan kekal. Kerasulan awam menjadi perpanjangan tangan Gereja dalam mewartakan bahwa kasih Allah tidak pernah mati.


Oleh; Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #katolik #kerasulanawam #jiwakatolik #kematian #kasihallah #apipenyucian #surga #imankatolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin