Minggu, 14 Desember 2025

Mukjizat Guadalupe; Ketika Surga Menyapa Dunia Lewat Bunda Maria

Gereja Katolik memperingati mukjizat Bunda Maria dari Guadalupe setiap tanggal 12 Desember. Penampakan ini terjadi pada tahun 1531 di Meksiko dan menjadi salah satu devosi Maria paling berpengaruh di dunia Katolik.

MEKSIKO - Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang sering kali kehilangan arah, kisah Bunda Maria dari Guadalupe tetap bersinar sebagai mercusuar harapan dan kasih ilahi. Setiap tanggal 12 Desember, Gereja Katolik di seluruh dunia memperingati penampakan Bunda Maria kepada seorang pribumi sederhana bernama Juan Diego di Bukit Tepeyac, Meksiko, pada tahun 1531. Namun, peringatan ini bukan sekadar mengenang peristiwa masa lalu—ia adalah panggilan untuk terus mewartakan kasih Allah dalam wajah yang paling lembut: Bunda Maria.

Mukjizat Guadalupe bukan hanya soal penampakan, tetapi juga tentang tilma—sehelai kain kasar dari serat agave yang dikenakan Juan Diego. Di atas kain itulah gambar Bunda Maria muncul secara ajaib, tanpa goresan kuas, tanpa bahan pewarna alami yang dikenal pada masa itu. Hingga kini, gambar tersebut tetap utuh dan tak tergoyahkan, meski telah berusia hampir 500 tahun.

Para ilmuwan dan ahli seni telah meneliti gambar ini selama berabad-abad. Hasilnya? Banyak misteri yang belum terpecahkan. Refleksi wajah manusia dalam mata Maria, suhu kain yang menyerupai tubuh manusia hidup, dan ketahanan luar biasa dari bahan yang seharusnya sudah hancur dalam dua dekade—semuanya menjadi saksi bisu dari intervensi ilahi.

Yang membuat penampakan Guadalupe begitu istimewa adalah cara Maria menampakkan diri: sebagai perempuan pribumi, mengenakan pakaian khas Aztek, dan berbicara dalam bahasa Nahuatl. Ini bukan kebetulan. Ini adalah bentuk inkulturasi iman yang paling kuat—bahwa Allah menyapa umat-Nya dalam bahasa dan budaya mereka sendiri.

Bagi umat Katolik di Amerika Latin, Guadalupe bukan hanya devosi, tetapi identitas. Ia adalah simbol keadilan, pembela kaum tertindas, dan ibu yang tak pernah meninggalkan anak-anaknya. Tak heran jika jutaan orang berziarah ke Basilika Guadalupe setiap tahunnya, menjadikannya tempat ziarah Katolik terbesar di dunia.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya melihat kisah Guadalupe sebagai inspirasi untuk pelayanan. Maria tidak menampakkan diri kepada bangsawan atau imam, tetapi kepada Juan Diego—seorang awam sederhana. Ini adalah pengakuan ilahi atas martabat kerasulan awam. Kita semua dipanggil untuk menjadi pembawa pesan kasih Allah, di tengah dunia yang haus akan belas kasih dan keadilan.

Di Keuskupan Bogor, semangat Guadalupe hidup dalam berbagai kegiatan: pelayanan sosial, pendampingan hukum, pemberdayaan ekonomi umat, hingga devosi Maria yang membumi dalam budaya lokal. Bunda Maria dari Guadalupe mengajarkan kita bahwa pewartaan tidak harus megah—cukup dengan hati yang terbuka dan tangan yang siap melayani.

Setiap 12 Desember, kita tidak hanya mengenang mukjizat masa lalu. Kita memperbarui komitmen untuk menjadi seperti Juan Diego: rendah hati, setia, dan berani menyampaikan pesan kasih Allah. Karena di balik gambar ajaib itu, ada pesan yang tak lekang oleh waktu: bahwa Allah hadir, mencintai, dan menyapa kita melalui Bunda-Nya.

“Bukankah aku di sini, aku yang adalah ibumu?” — Bunda Maria kepada Juan Diego

 

✍️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #guadalupe #bundamaria #katolikindonesia #kerasulanawam #kasihallah #devosikatolik #keajaibaniman #12desember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin