Oleh: Rm. Tauchen Hotlan Girsang, OFM |
Kita mungkin masih ingat semboyan Gereja pada zaman dahulu: extra ecclesiam nulla salus ( di luar gereja tidak ada keselamatan). Semboyan ini (dari St. Siprianus dari Karthago pada abad-3) mau mengungkapkan keyakinan Gereja pada waktu itu sebagai komunitas yang sempurna, kawanan yang terpilih, persaudaraan orang-orang yang diselamatkan. Namun pada kenyataannya, dosa belum juga hilang dari dunia ini. Dosa belum juga hilang dari Gereja sendiri. Oleh perubahan zaman dan tantangan-tantangan aktual, Gereja masuk ke dalam dialog yang semakin terbuka dengan budaya dan keyakinan lain. Akhirnya Gereja sampai pada kesimpulan bahwa pada keyakinan lain pun terdapat keselamatan. Pengakuan ini menunjukkan bahwa di dunia ini kebersamaan antara orang baik dan orang jahat adalah sebuah keniscayaan.
Kesimpulan itulah pula yang kita temukan dalam perumpamaan Yesus (Mat 13:24-30, 36-43). Perumpamaan tentang petani yang menanam benih gandum, dan musuhnya yang menanam benih ilalang. Perumpamaan ini memperlihatkan kepada kita bahwa selalu ada kebersamaan antara orang-orang yang baik (gamdum) dan orang-orang yang jahat (ilalang). Kebersamaan yang seperti itu terkadang membuat kita tidak sabar terhadap orang yang jahat, bersalah dan berdosa. Kita seperti para hamba petani itu berkehendak segera mengadakan “tindakan pembersihan” dengan menyingkirkan orang jahat, orang yang bersalah, orang yang berdosa. Ternyata, di dalam perumpamaan Yesus ini, petani itu memperlihatkan kesabarannya. Dia membiarkan resiko bahwa gandum itu diganggu oleh ilalang. Dia membiarkan resiko panen gamdum berkurang karena ilalang. Sebab, pada akhirnya gandum dan ilalang akan terlihat perbedaannya. Gandum akan dipanen dan ilalang akan dibakar.
Ada beberapa pesan yang dapat kita ambil dari perumpamaan Yesus. Pertama, hidup berdampingan antara orang baik dan orang jahat adalah sebuah keniscayaan, suatu kenyataan yang tak bisa ditolak. Anda pasti biasa mengalaminya. Di lingkungan, di masyarakat, di tempat kerja, anda menemukan orang-orang yang sama seperti ilalang itu. Misalnya di tempat kerja, anda menemukan orang suka berdusta, orang ramai-ramai korupsi, orang banyak melakukan manipulasi. Anda setiap hari berhadapan dengan orang-orang seperti itu. Anda setiap hari harus berhadapan dengan cobaan dan tantangan. Di sinilah ujian nyata bagi anda, apakah anda gandum atau ilalang. Kedua, terhadap orang-orang jahat kita perlu bersabar. Sebab, kita tidak berhak melenyapkan orang berdosa yang melanggar kehendak Allah. Hal ini bukan urusan kita sebagai manusia, melainkan hak Tuhan sendiri. Kita terkadang mau membongkar kesalahan orang lain dan mempermalukannya. Dalam hal ini kita perlu sadar dan sabar. Sebab, bagian yang ini merupakan jatah Tuhan. Tuhan sendiri yang akan menjalankan keadilan dan membalas setiap orang sesuai dengan perbuatannya. Ketiga, petani itu adalah gambaran Tuhan sendiri. Tuhan sendiri yang memperlihatkan kesabaran dan kasih-Nya terhadap orang-orang yang menolak kehendak-Nya dan perintah-perintah-Nya.
Marilah kita bertanya pada diri. Bagaimanakah sikap saya terhadap orang-orang yang bersalah, orang yang saya anggap kotor dan berdosa? Apakah bersabar? Atau justru berkehendak melakukan tindakan pembersihan? Semoga Tuhan memberkati kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin