Oleh: Fr. Leon Hambur, OFM |
Lebih lanjut, Yesus dalam injil Mateus 25: 14-30 menekankan pokok yang sama. Menurut Yesus, hamba yang baik adalah hamba yang tahu berterimakasih, setia dan tahu apa yang harus diperbuat untuk menjaga kepercayaan tuannya. Sedangkan hamba yang jahat adalah hamba yang tidak tahu berterimakasih, tidak setia, dan malas. Menurut Yesus hamba yang jahat tidak patut mendapat imbalan, sedangkan hamba yang baik patut mendapat imbalan dan pujian.
Bagaimana dengan kita?
Kerap kali talenta disamakan dengan bakat yang ada di dalam diri kita yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Kita semua tahu itu. Namun lebih dari itu, kita juga memiliki talenta yang ada dalam diri kita sejak kita diciptakan sebagai citra Allah, yakni kesetiaan dan kebajikan. Kita adalah citra Allah, maka hidup kita selalu terarah kepada kebaikan, namun kerap kali keterarahan itu dirusak oleh dosa. Kita kerap kali jatuh ke dalam dosa karena keengganan dan kemalasan kita untuk selalu setia berbuat kebajikan. Padahal itulah mutiara dan talenta yang berharga dalam diri kita yang perlu kita usahakan melalui tindakan kasih terhadap sesama yang membutuhkan.
Bukankah Yesus pernah mengatakan bahwa Ia hadir dalam diri orang-orang yang menderita kehausan dan kelaparan akan perhatian kita, tersingkir, dan lemah. Berhadapan dengan situasi seperti itu, kita ditantang untuk memancarkan dan mewujudkan talenta yang ada dalam diri kita dalam kehidupan nyata, sehingga kita menjadi orang pantas menerima puji-pujian dari Tuhan atas ketulusan untuk selalu setia dan berbuat kebajikan. Dengan demikian, kita bukan saja menjadi pengikut Kristus “luaran”, tetapi juga menjadi pengikut Kristus yang tahu bersyukur atas kebaikan Allah, setia menjadi murid Kristus, dan selalu rendah hati. Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin