Rabu, 20 Mei 2015

Waspadalah terhadap terorisme ‘bersarung tangan putih’, kata Paus kepada biarawati dari Tanah Suci

Sehari setelah mengkanonisasikan dua orang kudus pertama asal Palestina sejak awal Kekristenan, Paus Fransiskus bertemu dengan sekelompok suster dari Tanah Suci – mendesak mereka  berdoa bagi perdamaian menentang “terorisme bersarung tangan putih” dan penganiayaan.

Berbicara tentang dua perempuan yang baru dikanonisasi – Santa Mariam Baouardy dan Santa Marie Alphonsine Danil Ghattas, Paus mengatakan: “Saya menugaskan kalian sebuah misi: berdoa kepada  dua orang kudus baru tersebut untuk perdamaian di negeri Anda, agar perang yang tiada akhir, mungkin bisa berakhir, dan mungkin ada perdamaian di antara orang-orang Anda.”

Dia membuat pernyataan ini selama audiensi dengan para anggota Kongregasi Suster-suster Karmel dari Betlehem dan Timur Tengah, dan para Suster Rosario dari Yerusalem, yang berada di Roma untuk kanonisasi hari Minggu.

Pertemuan dengan mereka di Aula Clementine, Istana Apostolik, Paus mendesak para Religius juga berdoa bagi orang Kristen yang dianiaya di tangan, yang ia sebut sebagai “terorisme bersarung tangan putih.”


Orang-orang Kristen ini, katanya, “diusir dari rumah mereka, dari tanah mereka, dan menjadi korban penganiayaan dari ‘terorisme bersarung tangan putih.’”

Para suster yang hadir dalam audiensi dengan Bapa Suci, termasuk   di antara puluhan ribu yang hadir untuk Misa kanonisasi dua suster dari Palestina pada 17 Mei.

Santa Mariam Baouardy (1846-1878), yang dikanonisasi pada Minggu, adalah mistikus. Dia adalah seorang Palestina dan pendiri Kongregasi Suster-suster Karmel tak berkasut di Betlehem. Dia menghabiskan waktu di Prancis dan India sebelum mendirikan Kongregasi Suster-suster Karmel di Betlehem tahun 1875.

Santa baru Palestina lainnya – Suster Marie Alphonsine Danil Ghattas (1843-1927), adalah pendiri Kongregasi Suster-suster Rosario. Lahir di Palestina, dia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Betlehem, di mana dia membantu sekolah-sekolah miskin dan mendirikan dan panti asuhan.

Paus Fransiskus mengungkapkan kebahagiaannya bahwa para suster telah berziarah ke Vatikan untuk kanonisasi tersebut. Dia kemudian menceritakan sebuah kisah yang diceritakan kepadanya oleh Mahmoud Abbas, Presiden Negara Palestina, bagaimana ia meninggalkan Jordania dalam pesawat yang penuh dengan para biarawati.

Paus mendesak mereka yang hadir sekali lagi “berdoa banyak untuk perdamaian”, dan mengajak mereka berdoa Salam Maria bersama dia, dalam bahasa mereka masing-masing.

Para wanita Palestina dikanonisasi bersama dua orang lain: Santa Jeanne Emilie de Villeneuve (1811-1854)  dari Prancis dan Santa Maria Cristina Brando (1856-1906) dari Italia. (ucanews.com)

9 komentar:

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin