KOTA DEPOK - Natal bukan sekadar perayaan tahunan yang dibalut gemerlap lampu dan denting lonceng. Ia adalah peristiwa iman yang menggetarkan langit dan bumi—saat Sang Sabda menjelma menjadi manusia, hadir di antara kita, bukan dalam kemegahan istana, melainkan dalam kesederhanaan palungan. Dalam tradisi Gereja Katolik, perayaan agung ini dirayakan melalui empat misa yang masing-masing menyimpan makna teologis dan spiritual yang mendalam. Namun, lebih dari itu, misa-misa ini adalah panggilan kerasulan bagi umat awam untuk menjadi terang dan garam dunia.
Empat Misa Natal: Makna dan
Spiritualitasnya
- Misa Vigili (Misa Vigilia)
Dilaksanakan pada malam tanggal 24 Desember, misa ini membuka perayaan Natal. Bacaan Injil menampilkan silsilah Yesus (Mat 1:1-25), menegaskan bahwa Kristus adalah penggenapan janji Allah kepada umat-Nya. Misa ini mengajak kita berjaga dalam harapan, menanti terang yang akan datang. - Misa Malam Natal (Misa in Nocte)
Dikenal sebagai misa tengah malam, misa ini merayakan kelahiran Yesus (Luk 2:1-14). Dalam gelapnya malam, cahaya surgawi menyinari para gembala. Ini adalah simbol bahwa Kristus datang untuk menerangi dunia yang gelap oleh dosa. Misa ini mengundang kita untuk menyambut Sang Terang dengan sukacita. - Misa Fajar (Misa in Aurora)
Dilaksanakan saat fajar menyingsing (Luk 2:15-20), misa ini menggambarkan para gembala yang bergegas menemui Bayi Yesus. Kesederhanaan dan kerendahan hati menjadi pesan utama. Kita diajak untuk datang kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan terbuka. - Misa Siang Natal (Misa in Die)
Misa utama pada Hari Raya Natal (Yoh 1:1-18), menampilkan Prolog Injil Yohanes: “Pada mulanya adalah Firman…” Misa ini mengajak kita merenungkan misteri inkarnasi—Allah yang menjadi manusia. Ini adalah puncak pewahyuan kasih Allah kepada dunia.
Sebagai seorang rasul awam dan
advokat, saya menyadari bahwa perayaan Natal tidak boleh berhenti di altar. Ia
harus menjelma dalam tindakan nyata. Kerasulan awam adalah panggilan untuk
membawa terang Kristus ke dalam dunia yang sering kali gelap oleh
ketidakadilan, kemiskinan, dan keterasingan sosial.
Di berbagai komunitas, saya
menyaksikan bagaimana umat awam bergerak:
- Mendirikan koperasi dan usaha mikro untuk memberdayakan ekonomi
keluarga-keluarga kecil.
- Mendampingi masyarakat dalam advokasi
hukum,
memperjuangkan hak-hak buruh, petani, dan kaum marginal.
- Menginisiasi program pendidikan dan
kesehatan bagi
anak-anak jalanan dan masyarakat miskin.
- Menghidupkan komunitas basis gerejawi
(KBG) sebagai
ruang pertumbuhan iman dan solidaritas sosial.
Semua ini adalah bentuk nyata dari
“palungan” masa kini—tempat di mana Kristus lahir dalam tindakan kasih dan
pelayanan.
Empat misa Natal bukan hanya liturgi,
tetapi empat tahap perjalanan rohani:
- Vigili: Berjaga dalam harapan.
- Malam Natal: Menyambut terang dalam
kegelapan.
- Fajar: Datang dengan kerendahan hati.
- Siang: Merenung dan mewartakan Sabda yang
menjadi daging.
Natal adalah momen perutusan. Kita
dipanggil untuk menjadi saksi kasih Allah, bukan hanya dengan kata, tetapi
dengan tindakan. Dalam dunia yang haus akan keadilan dan cinta, kita adalah
tangan dan kaki Kristus yang hidup.
Oleh; Darius
Leka, S.H., M.H. - Advokat dan
Aktivis Rasul Awam Gereja Katolik
#empatmisanatal #rasulawambersaksi #nataladalahperutusan
#kasihallahmenjadinyata #kerasulanawamuntukdunia #shdariusleka #parokisantopaulusdepok #reels
#foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin